Ir Soekarno dikenal sebagai salah satu sosok yang paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Pemikiran dan gagasan-gagasannya yang visioner juga menjadikannya sebagai tokoh yang disegani di kalangan para pemimpin dunia.
Menyambut peringatan 17 Agustus yang sudah semakin dekat, waktu ini menjadi kesempatan yang tepat bagi kita untuk senantiasa merefleksikan perjuangan dan kerja keras para tokoh pejuang kemerdekaan.
Salah satu bentuk penghormatan yang bisa dilakukan adalah dengan menilik lebih dalam perjalanan hidup mereka. Berikut adalah biografi singkat tentang Ir Soekarno yang dikenal sebagai Bapak Proklamator.
Masa Kecil Soekarno
Ir Soekarno atau yang akrab dengan sebutan Bung Karno lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Kota Surabaya. Soekarno adalah anak dari pasangan Raden Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai.
Ayahnya, Raden Soekemi merupakan seorang guru yang mengajar di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali. Hingga pada tahun 1900, ia dipindah tugaskan sebagai guru di Sekolah Rakyat Sulung Surabaya.
Sementara itu, ibunya, Nyoman Rai merupakan seorang keturunan bangsawan Bali. Sebelum Soekarno lahir, mereka telah dikaruniai anak perempuan yang bernama Soekarmini. Sementara Soekarno lahir dengan nama asli Koesno Sosrodihardjo.
Namun, karena sering sakit-sakitan, ketika menginjak usia 11 tahun, ayahnya mengubah namanya menjadi Soekarno. Hal ini juga berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Jawa yang meyakini bahwa anak yang menyandang nama terlalu berat akan sering sakit.
Adapun nama "Soekarno" diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha, yakni Karna, sedangkan awalan "Su" memiliki arti "baik". Kemudian, nama tersebut disesuaikan dengan ejaan dalam bahasa Jawa menjadi "Karno".
Di hari ketika akan menjadi presiden, Soekarno menetapkan namanya menjadi "Soekarno" karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah. Soekarno sempat tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulungagung, sebelum pindah ke Mojokerto untuk mengikuti orang tuanya yang pindah tugas.
Riwayat Pendidikan
Dari buku Modul Sejarah Indonesia XI "Peran Serta Nilai-Nilai Perjuangan Proklamator Bung Karno dan Bung Hatta di Sekitar Proklamasi", awal perjalanan pendidikan Soekarno ketika ia ikut orang tuanya bertugas di Mojokerto. Di sana, ayahnya memasukkan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah di mana ia mengajar.
Hingga pada tahun 1911, Soekarno berpindah ke Europeesche Lagere School (ELS) hingga tahun 1915. Setelah lulus dari ELS, Soekarno diterima di Hogere Burger School (HBS) atau yang kini dikenal sebagai SMA Komplek di Surabaya, yang terdiri dari SMAN 1, SMAN 2, SMAN 5, dan SMAN 9 Surabaya.
Soekarno berkesempatan belajar di HBS berkat bantuan teman ayahnya, HOS Cokroaminoto. Selain menyediakan tempat tinggal, pengaruh besar Cokroaminoto memungkinkan Soekarno untuk dapat bertemu banyak kaum pelajar lainnya, seperti Kartosuwiryo, Alimin, Musso, Semaoen, dan masih banyak lagi.
Selama berguru dengan Cokroaminoto, Soekarno menyerap berbagai pemikiran politik, sosial, dan ideologi yang berkembang saat itu. Rumah Cokroaminoto menjadi ruang diskusi yang mempertemukan berbagai macam gagasan dan pemikiran para pemuda dari berbagai kalangan.
Setelah menamatkan pendidikan di HBS pada tahun 1920, Soekarno lanjut ke jenjang yang lebih tinggi ke Technische Hoogeschool (THS), atau yang kini juga dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung. Lulus dari THS, Soekarno berhasil meraih gelar insinyur pada 25 Mei 1926.
Perjuangan Meraih Kemerdekaan
Ir Soekarno memegang peranan besar dalam memperjuangkan kemerdekaan tanah air. Menurut catatan Perpustakaan RI, setelah lulus dari Technische Hoogeschool (THS), Soekarno merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan meraih kemerdekaan Indonesia.
Namun, perjuangan ini membuat Soekarno bersama Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata harus mendekam di Penjara Sukamiskin, Bandung, selama empat tahun. Di balik jeruji besi itulah Soekarno menulis pledoi terkenal berjudul Indonesia Menggugat, sebagai kritik terhadap imperialisme dan politik drainase Belanda.
Ia baru dibebaskan pada 31 Desember 1931. Setelah keluar dari penjara, Soekarno bergabung dan memimpin Partindo. Akibat aktivitas politiknya, ia kembali diasingkan pada 1933, pertama ke Ende (Flores) kemudian ke Bengkulu.
Masa pengasingan ini justru menguatkan tekadnya untuk melawan penjajahan, sekaligus merumuskan berbagai gagasan menuju kemerdekaan. Pada 1942, saat Jepang menduduki Indonesia, Soekarno dibebaskan dan memimpin Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) serta menjabat Ketua Cuo Sangi In (Dewan Penasehat Pusat).
Jepang berusaha memanfaatkan pengaruh Soekarno dan tokoh nasional lain untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Melalui BPUPKI dan PPKI, dibahaslah rencana kemerdekaan Indonesia.
Namun, para tokoh muda menilai kemerdekaan yang "diberikan" Jepang sarat kepentingan. Pada dini hari 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta diculik ke Rengasdengklok agar tidak terpengaruh Jepang. Setelah perdebatan panjang, keduanya sepakat untuk segera memproklamasikan kemerdekaan.
Kembali ke Jakarta, mereka berkumpul di rumah Laksamana Maeda yang menjamin keselamatan para tokoh. Di malam yang sama, naskah proklamasi disusun, sementara Fatmawati menjahit bendera merah putih.
Pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, Soekarno membacakan proklamasi kemerdekaan di rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Bung Hatta segera menginstruksikan seluruh pemuda di pers dan kantor berita untuk menyebarkan kabar kemerdekaan ke seluruh penjuru dunia.
Akhir Hayat Soekarno
Tanda-tanda berakhirnya kepemimpinan Soekarno semakin jelas sejak peristiwa G30S/PKI 1965. Situasi politik dan ekonomi yang tidak stabil, ditambah tekanan dari berbagai pihak, membuat posisinya kian terdesak.
Soekarno kemudian memberikan mandat kepada Letjen Soeharto untuk mengambil tindakan demi menjaga keamanan negara. Pada 1967, ia secara resmi tidak lagi menjabat sebagai presiden dan statusnya berubah menjadi tahanan rumah.
Dengan hanya satu ginjal yang berfungsi, Soekarno harus rutin mengonsumsi madu Arab dan sepuluh jenis vitamin setiap hari. Kondisi kesehatannya yang terus menurun membuat tahun-tahun terakhir hidupnya dijalani di Wisma Yaso-yang kini menjadi Museum Satria Mandala-di bawah pengawasan ketat.
Pembatasan ini bahkan mengurangi kesempatan Soekarno untuk bertemu keluarga dan kerabat dekat. Soekarno sempat dirawat di RSPAD Gatot Subroto, namun setelah lima tahun dalam kondisi sakit, ia wafat pada 21 Juni 1970.
Sebagai tokoh sentral dalam perjalanan bangsa, Soekarno tidak hanya membacakan proklamasi kemerdekaan, tetapi juga menjadi simbol tekad Indonesia untuk merdeka dari penjajahan.
Peran besarnya dalam memimpin bangsa menuju kemerdekaan menjadikannya dikenang sebagai Bapak Proklamator-pemersatu bangsa sekaligus ikon perjuangan yang mengantarkan Indonesia memasuki babak baru sebagai negara berdaulat.
Simak Video "Video Fadli Zon: Penulisan Ulang Sejarah Dibuat Sejarawan Tanpa Intervensi"
(hil/irb)