Akhir Hayat Soekarno, Lengser hingga Wafat Dimakamkan di Blitar

80 Tahun Indonesia Merdeka

Akhir Hayat Soekarno, Lengser hingga Wafat Dimakamkan di Blitar

Mira Rachmalia - detikJatim
Senin, 11 Agu 2025 12:15 WIB
Makam Bung Karno ramai diserbu pengunjung
Makam Bung Karno di Blitar. Foto: Fima Purwanti/detikJatim
Surabaya -

Nama Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, tak pernah lepas dari sejarah bangsa. Sebagai pejuang kemerdekaan, jasa dan langkahnya menorehkan catatan penting yang membuatnya dikenang dengan rasa hormat dan cinta oleh rakyat. Namun, di masa-masa terakhir hidupnya, Bung Karno justru harus menanggung derita.

Sang proklamator diasingkan dari rakyat yang ia cintai, hidup dalam pembatasan, dan menyaksikan kekuasaannya perlahan dicabut. Berikut rangkuman kisah akhir hayat Bung Karno, dirangkum dari tayangan YouTube berjudul Hari-Hari Terakhir Bung Karno.

Awal Kemunduran Kekuasaan

Kepemimpinan Soekarno yang dimulai sejak 1945 mulai goyah setelah pecahnya peristiwa 30 September 1965. Tragedi pembunuhan tujuh perwira Angkatan Darat oleh oknum Resimen Cakrabirawa memicu tuduhan terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai salah satu pendukung politik utama Soekarno, tuduhan terhadap PKI berdampak besar pada posisinya. Gelombang demonstrasi pun memuncak pada 12 Januari 1966.

Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) mengajukan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat): pembubaran PKI, penurunan harga, dan perombakan kabinet Dwikora. Tuntutan ini berangsur berkembang menjadi kritik langsung kepada Soekarno, yang dianggap enggan membubarkan PKI.

ADVERTISEMENT

Supersemar dan Hilangnya Kekuasaannya

Untuk menenangkan situasi, Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) kepada Letjen Soeharto. Namun, keputusan ini justru menjadi awal dari hilangnya kekuasaan Bung Karno. Soeharto memanfaatkan Supersemar untuk membubarkan PKI dan menahan 15 menteri loyalis Soekarno.

Selanjutnya, Soeharto membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang menolak pertanggungjawaban Soekarno (Nawaksara) pada Sidang Umum MPRS 20 Juni-6 Juli 1966.

MPRS juga menetapkan ketetapan resmi yang mencabut kekuasaan Soekarno. Pada Maret 1967, TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 secara sah mengakhiri jabatan presiden pertamanya. Menjelang 17 Agustus 1967, foto Soekarno diturunkan dari tempat umum, dan ia diminta meninggalkan Istana Negara.

Menjadi Tahanan Rumah

Setelah meninggalkan Istana Bogor, Soekarno tinggal di rumah pribadinya di Batu Tulis, Bogor, dengan status tahanan politik. Ia tidak bebas bepergian, bahkan untuk berobat pun harus mendapatkan izin khusus.

Anak-anak dan istrinya menjadi penghibur di tengah kesendiriannya. Kondisi kesehatan Bung Karno terus menurun. Banyak yang menilai hal ini dipengaruhi oleh penanganan medis yang tidak memadai serta tekanan psikologis yang berat.

Karena kesehatan memburuk, ia meminta dipindahkan ke Jakarta. Permintaan ini disampaikan putrinya, Rachmawati Soekarnoputri, langsung kepada Presiden Soeharto dan disetujui. Soekarno kemudian dibawa ke Wisma Yaso, Jakarta.

Hari-Hari Terakhir di Wisma Yaso

Di Wisma Yaso, kesehatan Soekarno tak kunjung membaik. Ia sering diperiksa oleh Kopkamtib terkait dugaan keterlibatannya dalam G30S. Pertemuannya dengan dunia luar sangat terbatas, hanya keluarga dan tenaga medis yang diizinkan masuk.

Kepada dokter pribadinya, Mahar Mardjono, Soekarno kerap mengeluh, "Mengapa saya diperlakukan seperti tahanan di rumah sendiri?". Pada awal 1970, pemeriksaan intensif dihentikan dan pembatasan aktivitas dilonggarkan.

Namun, kondisi kesehatannya tetap memburuk. Saat ulang tahunnya ke-69 pada 6 Juni 1970, ia sudah tak mampu bangun dari tempat tidur. Sepuluh hari kemudian, Soekarno dilarikan ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Di sana, ia bertemu kembali dengan sahabat lamanya, Mohammad Hatta, dalam suasana haru.

Wafatnya Sang Proklamator

Minggu pagi, 21 Juni 1970, Soekarno mengembuskan napas terakhirnya. Jenazahnya disemayamkan di Wisma Yaso, sebelum pemerintah memutuskan untuk memakamkannya di Blitar, Jawa Timur, meski banyak yang berpendapat keputusan ini bertentangan dengan keinginan Bung Karno.

Saat jenazah dibawa ke Blitar, rakyat berduyun-duyun memberi penghormatan terakhir. Dari bandara hingga lokasi pemakaman, ratusan ribu orang menundukkan kepala, sebagian menangis melepas kepergian pemimpin yang mereka kagumi.

Perjalanan hidup Soekarno adalah kisah perjuangan, inspirasi, tragedi, dan pengorbanan. Dari kelahiran, masa kepemimpinan, hingga kepergiannya, sosok Bung Karno tetap abadi dalam ingatan bangsa.

Ia bukan sekadar presiden pertama, tetapi juga simbol semangat perjuangan dan penyambung lidah rakyat yang akan selalu dikenang dengan rasa hormat dan cinta yang tak lekang oleh waktu.




(ihc/irb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads