Upaya pemerintah dan kepolisian menyukseskan Zero ODOL melalui sosialisasi kian dimasifkan. Ruang komunikasi dengan para pengusaha dan sopir truk di kota pahlawan dibuka selebar-lebarnya.
Dirlantas Polda Jatim Kombes Iwan Saktiadi mengatakan telah bertemu Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD), Pelindo, serta paguyuban yang bergerak di bidang transportasi serta operator kendaraan. Saat bertemu, dia tindak lanjuti apa yang ditetapkan Korlantas Polri, salah satunya polisi menyapa.
"Kami mengembangkan cara-cara yang tidak formal lah ya seperti berdialog dengan para beliau dan kami juga telah mendapat masukan dari para beliau dan Alhamdulillah ada masukan-masukan yang intinya yang paling penting adalah bahwa kami, Korlantas Polri dan Ditlantas Polda Jatim menindaklanjuti apa yang ditetapkan pemerintah untuk Zero odol," ujarnya, Kamis (17/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Walau pun nanti secara bertahap, kami sudah sampaikan kepada masyarakat dan Alhamdulillah mereka mendukung hanya memang etapenya secara bertahap. Mungkin sekarang ada yang mencoba merekonstruksi truknya menjadi sesuai spesifikasi teknis yang diizinkan ke BPTD," lanjut Iwan.
Ia yakin jaringan komunikasi antar pihak dan pemangku kepentingan dinilai penting. Artinya, Polri dalam hal ini Ditlantas Polda Jatim sudah tersambung dengan para operator, pemilik usaha, dan stakeholder untuk mencari solusi bersama terkait ODOL.
"Tentunya ini masih berproses dan masih pendataan, hanya memang kemarin caranya berubah dari rekan-rekan mungkin ada yang menghentikan di jalan kemudian ada rekan-rekan dari para operator ini untuk di pool-pool ya kita ikuti sehingga kita melakukan penertiban dengan terobosan-terobosan yang ada," tegasnya.
"Sekali lagi itu kan sifatnya nasional dan sudah kami sampaikan, saya kira usulannya para beliau bagus ya, tapi kembali kepada pertimbangan dan pemikiran dari pemerintah pusat karena akan ada regulasi-regulasi lain yang akan dibahas atau digodok sehingga lahir formulasi yang mengakomodir semua," ujarnya.
Ia menilai seluruh masukan yang ditampung dan relevan akan diakomodir. Ia berharap seluruh satlantas polres jajaran dan sejumlah stakeholder membuka komunikasi selebar-lebarnya.
"Saya juga telah menginstruksikan kepada seluruh Polres untuk membuka ruang-ruang komunikasi dengan transportasi, pemilik usaha, dan stakeholder yang lain agar mendekatkan pelayanan kita kepada masyarakat. Karena pada prinsipnya layanan yang kami berikan selain administratif ada layanan keamanan penegakan hukum," katanya.
"Nah aspek-aspek layanan inilah yang kami dekatkan kepada masyarakat sehingga masyarakat selalu mendapatkan info yang valid dari kepolisian apabila ada kendala juga demikian bisa mencari solusi dengan tidak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan di jalanan," imbuhnya.
![]() |
Tanggapan para Pengusaha
Hal senada disampaikan Ketua DPC Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Surabaya, I Wayan Sumadita. Dia mengaku sangat setuju dengan Zero ODOL karena dinilai sangat menguntungkan para pengusaha angkutan.
"Tentunya kami bisa menghemat biaya perawatan dan lain sebagainya. Tetapi di dalam penerapan Zero ODOL ini ada beberapa hal yang harus kita pahami bersama yang pertama adalah terkait dengan tarif. Karena ini menjadi momok selama ini," katanya.
"Kenapa? Karena belum adanya kesetaraan tarif atau penentuan tarif. Maka kami pengusaha saling berlomba untuk bisa mendapatkan muatan dengan tarif yang lebih murah, akhirnya yang terjadi adalah ODOL ini," paparnya.
Ia menilai regulasi yang ada saat ini bisa menjangkau pemilik barang karena bagaimanapun juga ODOL itu terjadi karena kesepakatan antara pemilik barang dengan pengusaha angkutan.
Jika pemilik barang tidak tersentuh, sambung Wayan, maka ODOL bisa jadi kemungkinan masih akan terjadi karena banyak sekali pemilik barang yang menginginkan pengiriman dengan biaya yang murah.
"Pada saat adanya odol maka yang bertanggung jawab adalah pemilik barang dan pemilik kendaraan belum tentu sopir itu bukan pemilik kendaraan dan bisa jadi sopir itu pemilik kendaraan jadi yang bertanggung jawab terhadap odol ini adalah pemilik barang dan juga pemilik kendaraan," lanjutnya.
Sementara itu, Ketua Organda Surabaya Kody Lamahayu menerangkan sudah sekian tahun odol diterapkan tapi belum juga mencapai hasil yang maksimal. Sebab, usaha yang ada di Indonesia ini tidak banyak uang untuk membeli truk baru.
"Sehingga banyak orang yang beli truk bekas sehingga dengan adanya ngopi bareng Ditlantas Polda Jatim ini sangat bagus dan sangat positif, sehingga kami menanggapi dengan memberikan usulan-usulan yang mana saya melihat selama ini kan ongkos angkutan itu ditentukan Kemenhub," ujarnya.
Dia memaparkan bahwa ongkos angkut ditentukan pengguna jasa dan penyedia jasa. Sementara truk yang jumlahnya cukup banyak tidak mencukupi untuk barang yang dimuat.
"Akhirnya persaingannya terlalu ketat dan terlalu tajam, lalu tarifnya terlalu rendah yang pada saat ini berkisar di Rp 500 per ton per km. Dan saya pikir di tahun 80-an itu sudah Rp 1500 sedangkan sekarang kenapa segitu?" Tuturnya.
(dpe/abq)