- Berikut fakta-fakta lengkapnya! 1. Tanggapan Warga Surabaya soal Fatwa Haram Sound Horeg 2. PWNU Jatim Bentuk Tim 9 dan Minta Regulasi Pergub 3. Muhammadiyah Jatim Fokus pada Etika, Bukan Hukum Haram 4. Warga Ada yang Mendukung, Tapi Tak Langsung Sepakat 5. Bupati Malang: Sound Horeg Mubah, Asal Tak Disertai Maksiat 6. Pengusaha Sound HoregΒ Buka Suara
Fatwa haram Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terhadap fenomena sound horeg memicu gelombang perdebatan sengit di tengah masyarakat. Dianggap meresahkan karena kebisingannya, tetapi di sisi lain juga dinilai menggerakkan ekonomi rakyat, khususnya di daerah-daerah yang rutin menggelar festival.
Di tengah panasnya perdebatan, muncul suara dari berbagai pihak, mulai dari warga biasa, pengusaha sound system, hingga ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah. Semua menyuarakan pendapatnya, lengkap dengan pertimbangan etika, agama, hingga logika sosial dan ekonomi.
Berikut fakta-fakta lengkapnya!
1. Tanggapan Warga Surabaya soal Fatwa Haram Sound Horeg
Fatwa haram terhadap sound horeg dikeluarkan MUI Jawa Timur dan langsung menuai perhatian publik. Sebagian masyarakat menilai langkah ini tepat, namun tidak sedikit pula yang menolak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga Surabaya, Indra (26), mendukung penuh fatwa tersebut karena menilai sound horeg memberi dampak negatif bagi lingkungan sekitar.
"Dampaknya merugikan ya, kalau memang tidak melihat situasi dan kondisi di sekitarnya. Dampak kesehatan dan kerusakan bangunan dan lain sebagainya," katanya.
Ia juga menyebut bahwa fatwa tersebut bukan hanya soal suara bising, tetapi aktivitas di dalamnya seperti pakaian terbuka dan hiburan berlebihan.
"Jadi kalau dari kegiatannya sendiri yang menjadi sorotan karena muncul fatwa haram kan mungkin kegiatan yang meliputinya, seperti pakaian terbuka dan lainnya," tambah Indra.
2. PWNU Jatim Bentuk Tim 9 dan Minta Regulasi Pergub
PWNU Jawa Timur merespons dengan pendekatan struktural. Mereka membentuk Tim 9 yang bertugas merumuskan solusi dengan merekomendasikan lahirnya Peraturan Gubernur (Pergub) soal sound horeg.
Wakil Ketua PWNU Jatim, KH Balya Firjaun Barlaman, menegaskan bahwa hukum bisa fleksibel tergantung dampak yang ditimbulkan.
"Soal hukum itu bisa haram dan bisa mubah/boleh, kalau memang mudarat atau menimbulkan dampak yang merusak di masyarakat ya haram, karena itu perlu ada regulasi," ujarnya.
Ia mencontohkan bahwa volume berlebihan bisa berdampak serius bagi masyarakat rentan seperti bayi dan lansia.
"Volume yang melebihi batas maksimal itu dapat berdampak pada kesehatan dan lingkungan hingga menimbulkan kerusakan, seperti bayi dengan usia kurang dari 1 tahun atau orang usia sepuh yang memiliki penyakit jantung, maka sound horeg itu bisa haram."
3. Muhammadiyah Jatim Fokus pada Etika, Bukan Hukum Haram
Berbeda dengan NU, Muhammadiyah Jatim tidak membahas langsung aspek haram atau halal dari sound horeg. Ketua PWM Jatim, Sukadiono, lebih menyoroti pentingnya etika sosial dalam bermasyarakat.
"Jadi kalau kami PW Muhammadiyah di Jawa Timur itu akan berfokus pada masalah etika, bagaimana kita menghargai orang lain dan lingkungan kita. Jangan sampai kita ini mengganggu ketenangan, ketertiban, dan kenyamanan orang lain," ujarnya.
Ia juga menyoroti betapa besar dampak negatif dari battle sound horeg, apalagi bila dilakukan di lingkungan permukiman.
"Jadi kami Muhammadiyah Jatim belum membahas soal fatwa. Akan tetapi secara etika, itu kurang pantas jika sampai mengganggu lingkungan."
4. Warga Ada yang Mendukung, Tapi Tak Langsung Sepakat
Tidak semua masyarakat menerima fatwa haram secara bulat. Ada pula yang memilih bersikap moderat. Seperti Najibah (25), warga Sidoarjo, yang mengaku perlu melihat dari berbagai sisi.
"Tapi gak bisa bilang setuju atau enggak. Karena harus dilihat dari dua sisi maksudnya sisi pengusaha dan penikmatnya gimana? Nggak bisa dipungkiri mereka menggerakkan roda ekonomi masyarakat sekitar dari festival," katanya.
Ia menilai, penggunaan fatwa agama sebaiknya dilandasi kajian mendalam, bukan sekadar reaksi sesaat. "Tapi kalau sampai pakai fatwa-fatwa agama ya menurutku perlu ditelaah lagi. Beneran seharam itu kah?"
5. Bupati Malang: Sound Horeg Mubah, Asal Tak Disertai Maksiat
Bupati Malang, Sanusi, ikut memberikan pernyataan mengenai polemik ini. Menurutnya, sound horeg secara hukum adalah mubah, alias boleh. Namun ia menegaskan agar pelaksanaannya tidak disertai hal-hal negatif.
"Kalau parade sound atau sound horeg boleh-boleh saja, karena secara hukum kan mubah. Namun, kegiatan-kegiatan yang beriringan, yang tidak baik, sebaiknya ditiadakan. Seperti misalnya joget-jogetan atau minum-minuman keras," jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa pihaknya akan mengikuti arahan dari Pemprov Jatim jika nantinya ada regulasi yang dikeluarkan.
6. Pengusaha Sound Horeg Buka Suara
Para pelaku usaha yang terdampak langsung tentu merasa resah. Salah satunya Hendri, pemilik H PRO Audio Official, yang merasa fatwa ini belum menjelaskan secara spesifik jenis kegiatan mana yang diharamkan.
"Terkait fatwa haram menurut saya itu hal yang wajar karena mungkin penempatan dan pemetaan detailnya aja yang kurang tepat. Misal sound horegnya yang dikatakan haram, saya tidak setuju," ungkapnya.
Ia meminta agar MUI Jatim tidak menggeneralisasi semua kegiatan yang menggunakan sound horeg.
"Harus ada penjabaran yang lebih detail terkait yang haram itu seperti apa, karena tidak bisa kalau semua dipukul rata haram," tambahnya.
(auh/hil)