Pemkot Malang Ancam Tutup Rumah Pijat yang Tahan Ijazah Karyawan

Pemkot Malang Ancam Tutup Rumah Pijat yang Tahan Ijazah Karyawan

Muhammad Aminudin - detikJatim
Senin, 30 Jun 2025 23:30 WIB
Karyawan Amul Message wadul DPRD Kota Malang
Karyawan Amul Message saat wadul ke DPRD Kota Malang (Foto: Istimewa)
Malang -

Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Malang mengancam akan menutup tempat usaha pijat syariah berinisial AMS yang terbukti menahan ijazah karyawan. Sikap tegas ini juga didasari oleh berbagai temuan masalah terhadap panti pijat tersebut.

Kepala Dinas Tenaga Kerja, Penanaman Modal, dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Arif Tri Sastyawan menyampaikan, pihaknya telah memanggil pemilik AMS dua minggu lalu.

Namun, pemilik AMS tidak dapat menunjukkan bukti-bukti perizinan yang lengkap, mulai dari izin usaha, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), hingga izin praktik terapis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dari pihak AMS, pemiliknya sudah kita panggil. Dua minggu kemarin sudah kita panggil. Tapi memang pada saat itu belum membawa bukti-bukti kepemilikan izinnya," kata Arif kepada wartawan, Senin (30/6/2025).

Selain itu, Arif menilai tempat usaha tersebut minim kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja asal warga Kota Malang.

ADVERTISEMENT

Pihaknya juga telah melayangkan peringatan terakhir kepada manajemen AMS yang hingga kini masih menahan ijazah dan surat-surat penting milik sekitar 60 pekerjanya.

"Saya sampaikan, ini saya kasih peringatan terakhir. Kalau memang tidak ada tindak lanjut, iya terpaksa (ditutup)," tegasnya.

Menurut Arif, opsi penutupan sangat mungkin diambil karena AMS dinilai tidak memberikan dampak signifikan bagi pengurangan angka pengangguran di Kota Malang.

Karena berdasarkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas pekerja berasal dari luar kota.

Dari sekitar 60 sampai 80 pekerja, kata Arif, hanya sekitar enam orang yang KTP Kota Malang. Yang lainnya berasal dari Kabupaten Malang, Pasuruan, Batu.

"Artinya penyerapan tingkat pengangguran terbuka Kota Malang pun tidak signifikan," jelasnya.

Arif mengungkapkan, kecurigaan adanya pelanggaran semakin kuat setelah DPMPTSP menelusuri kelengkapan data perizinan.

Diketahui adanya potensi ketidaksesuaian antara lokasi yang terdaftar dalam sistem Online Single Submission (OSS) dengan lokasi praktik usaha saat ini.

"Karena saya mendapat informasi lokasi awalnya izin yang keluar pertama di OSS itu bukan di situ. Ini masih kita telusuri. Kalau tidak betul, ya harus segera diperbarui. Jika tidak, kita ambil langkah lebih lanjut," ujarnya.

Pihaknya akan berupaya untuk segera turun ke lapangan melakukan pengecekan menyeluruh dan berkoordinasi dengan semua pihak terkait, termasuk serikat pekerja, untuk mengambil langkah penyelesaian atas kasus ini.

Untuk memastikan semua aspek terpenuhi, DPMPTSP akan berkoordinasi dengan berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU), hingga Satpol PP.

Arif juga menyoroti kurangnya koordinasi dari pihak pengawas ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur. Ia mengaku tidak diberi tahu mengenai proses pengembalian sebagian ijazah yang dilakukan di Singosari, Kabupaten Malang dan dihadiri oleh pengawas dari provinsi.

"Kalau pengawasan itu memang tupoksi (tugas pokok dan fungsi) di provinsi. Tetapi walaupun tupoksi di provinsi, ya kita harusnya dikasih tahu," katanya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa tindakan menahan ijazah dengan alasan apapun, termasuk ikatan kontrak atau pelanggaran disipliner, adalah perbuatan yang dilarang dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

"Apapun alasannya, dengan menahan ijazah itu tidak diperbolehkan. Sudah ada surat larangan dari Pak Menteri (Ketenagakerjaan)," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, puluhan karyawan AMS mengeluh kepada DPRD Kota Malang bahwa ijazah mereka ditahan oleh manajemen. Mereka meminta DPRD dan Pemkot Malang untuk membantu, agar ijazah mereka dapat kembali.




(auh/abq)


Hide Ads