Tata Cara Mengambil Batu Jumrah, Ini Kriteria dan Panduan Praktisnya

Tata Cara Mengambil Batu Jumrah, Ini Kriteria dan Panduan Praktisnya

Mira Rachmalia - detikJatim
Kamis, 05 Jun 2025 14:25 WIB
Situasi Muzdalifah sebelum mabit.
Situasi di Muzdalifah sebelum mabit 2025. Foto: Haris Fadil/detikcom
Surabaya -

Jemaah haji 2025 akan memasuki puncak ibadah pada 9 Zulhijah 1446 Hijriah atau 5 Juni 2025. Salah satu ritual penting adalah melontar jumrah, yang memerlukan persiapan khusus, terutama dalam pengambilan batu jumrah.

Pengambilan batu jumrah harus mengikuti tata cara dan kriteria tertentu agar sah menurut syariat. Batu bisa diambil dari Muzdalifah atau wilayah Masya'ir lain seperti Mina dan Arafah, dengan ukuran dan jumlah yang dianjurkan. Simak panduan praktis lengkapnya di bawah ini untuk memastikan ibadah Anda berjalan lancar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Serangkaian tahapan ibadah yang sarat makna akan dijalani para jemaah, sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Rangkaian dimulai dengan wukuf di Arafah, di mana jemaah dianjurkan memperbanyak doa dan zikir sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT. Usai wukuf, jemaah akan bermalam atau mabit di Muzdalifah.

Selain menjadi tempat beristirahat, Muzdalifah juga menjadi lokasi disunahkannya pengambilan batu kerikil yang akan digunakan untuk melontar jumrah di Mina. Lantas, bagaimana tata cara mengambil batu jumrah sesuai tuntunan syariat?

ADVERTISEMENT

Kriteria Batu untuk Melontar Jumrah

Melontar jumrah merupakan salah satu rukun ibadah haji yang dilaksanakan di Mina. Dalam pelaksanaannya, jemaah tidak boleh menggunakan batu secara sembarangan. Ada kriteria tertentu yang telah disepakati para ulama mengenai batu yang sah digunakan untuk melontar jumrah, baik dari segi ukuran, jumlah, hingga tempat pengambilannya.

Dirangkum dari berbagai sumber, kriteria batu jumrah bertujuan menjaga kesesuaian ibadah dengan tuntunan syariat. Memahami hal ini penting agar pelaksanaan ibadah haji berjalan dengan benar dan sah. Berikut kriteria batu jumrah menurut kesepakatan para ulama.

1. Harus Berupa Batu

Mayoritas ulama dari mazhab Syafi'iyah, Malikiyah, dan Hanabilah sepakat melontar jumrah hanya sah menggunakan batu. Bentuk dan jenisnya tidak dibatasi, selama masih tergolong sebagai batu. Menurut Abu Hanifah, boleh melempar dengan segala jenis benda yang berasal dari bumi, seperti kapur, arsenik, atau tanah liat, meski bukan batu.

2. Ukuran Batu

Dalam pelaksanaan ibadah melontar jumrah, tidak hanya jumlah batu yang diperhatikan, tetapi juga ukuran batu yang digunakan. Penggunaan batu dengan ukuran yang tepat menjadi bagian dari sunah Nabi Muhammad SAW, sekaligus mencerminkan ketertiban dan kepatuhan dalam menjalankan ibadah.

Disunahkan bagi jemaah haji untuk menggunakan batu berukuran kecil, seukuran biji kacang polong. Ukuran ini dianggap cukup untuk memenuhi syarat sahnya lemparan tanpa membahayakan jemaah lain di sekitar lokasi jumrah. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai ukuran batu yang dianjurkan dalam ibadah melontar jumrah.

  • Panjang dan lebarnya kurang dari ujung jari
  • Tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar
  • Suci atau tidak terkena najis
  • Jika melempar dengan batu yang lebih kecil atau lebih besar, tetap sah, namun hukumnya makruh.

3. Syarat Batu yang Makruh Digunakan

Dalam pelaksanaan ibadah melontar jumrah, selain mengikuti ketentuan ukuran dan jumlah, jemaah juga perlu memperhatikan jenis batu yang digunakan. Meski sebagian batu tetap dianggap sah secara hukum, ada beberapa jenis yang makruh atau sebaiknya dihindari karena tidak sesuai dengan anjuran syariat.

Menurut ulama Syafi'iyah, terdapat beberapa jenis batu yang makruh digunakan untuk melempar jumrah, meskipun tidak membatalkan ibadah. Pemilihan batu yang tepat mencerminkan kehati-hatian dalam beribadah dan mengikuti sunah Nabi SAW. Berikut penjelasan mengenai jenis-jenis batu yang makruh digunakan saat melontar jumrah.

  • Batu yang terkena najis
  • Batu yang diambil dari dalam masjid (terutama jika menjadi bagian dari struktur masjid)
  • Batu yang sudah pernah digunakan untuk melontar jumrah sebelumnya
  • Batu yang diambil dari tanah halal (tanah yang dimiliki secara pribadi)

4. Benda yang Tidak Sah untuk Melontar Jumrah

Melontar jumrah memiliki aturan khusus, termasuk dalam hal benda yang digunakan untuk melempar. Tidak semua benda sah digunakan dalam prosesi ini. Menggunakan benda yang tidak sesuai ketentuan dapat membuat lemparan tidak sah dan berdampak pada keabsahan ibadah haji itu sendiri.

Beberapa benda secara tegas tidak diperbolehkan untuk lontar jumrah, meskipun secara fisik bisa dilempar. Hal ini sudah dijelaskan para ulama demi menjaga kesucian dan makna dari ibadah tersebut. Berikut benda-benda yang tidak sah digunakan untuk melontar jumrah.

  • Batu bata
  • Tanah liat
  • Plester
  • Logam (emas, perak, tembaga, timah)
  • Mutiara dan garam
  • Semua ini tidak termasuk kategori "batu" menurut syariat.

Haruskah Batu untuk Jumrah Diambil dari Muzdalifah?

Pertanyaan umum yang sering muncul adalah apakah batu jumrah harus diambil dari Muzdalifah? Menurut Dr Abdul Mu'ti, Naib Amirul Hajj dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, ada dua pendapat terkait hal ini, yaitu sebaga berikut.

  • Pendapat pertama menyatakan batu harus diambil dari Muzdalifah, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW.
  • Pendapat kedua memperbolehkan batu diambil dari wilayah Masya'ir, yaitu kawasan yang meliputi Arafah, Muzdalifah, Mina, serta wilayah tanah haram di sekitar Makkah.

Namun, dalam praktiknya, mengambil batu di Muzdalifah sering kali tidak mudah. Kendala utama berasal dari padatnya pergerakan jutaan jemaah yang bergerak serentak dari Arafah menuju Mina, ditambah dengan keterbatasan waktu.

Karena itu, batu jumrah boleh disiapkan dari wilayah Mina atau Arafah, selama masih berada di dalam kawasan Masya'ir. Yang dilarang secara syariat adalah membawa batu dari luar tanah haram, termasuk dari negara asal seperti tanah air.

Panduan Praktis Mengambil Batu Jumrah

Meski terdengar sederhana, proses ini memiliki aturan dan tata cara yang perlu diperhatikan agar sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Agar jemaah dapat menjalankan ibadah dengan lancar dan sah, penting memahami panduan praktis dalam mengambil batu jumrah, mulai dari waktu, tempat, hingga jumlah dan ukuran batu yang dianjurkan. Berikut ini panduan lengkap yang bisa dijadikan acuan jemaah haji.

  • Jumlah batu: 49 (Nafar Awal) atau 70 (Nafar Tsani)
  • Ukuran: Seukuran kacang polong, tidak terlalu kecil atau besar
  • Jenis: Harus batu, suci, belum digunakan, tidak dari masjid atau tanah milik pribadi
  • Lokasi pengambilan: Idealnya dari Muzdalifah, namun boleh dari wilayah Masya'ir (Arafah, Mina, Makkah)

Melontar jumrah bukan hanya ritual simbolik, tapi juga bagian dari perjalanan spiritual seorang muslim dalam melawan hawa nafsu dan godaan setan. Maka, memahami tata cara dan ketentuan mengambil batu untuk jumrah sangat penting demi kesempurnaan ibadah haji.




(ihc/irb)


Hide Ads