Warga muslim di Desa Suger Kidul, Kecamatan Jelbuk, Jember, melakukan Salat Idul Fitri hari ini. Sehari lebih awal dari yang ditetapkan pemerintah. Mereka juga melakukan puasa Ramadan lebih awal. Kebiasaan ini sudah berjalan bertahun-tahun.
Dasar yang digunakan untuk menentukan awal puasa Ramadan dan lebaran ini adalah dari kitab Nuzhatu Al Majaalis Wa Muntakhobu Al Nafaais, yang sudah turun temurun dipegang oleh Kiai dan pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) di desa setempat.
Salah satu pengurus Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Irwanto menyampaikan, ada dua masjid di desanya yang melakukan Salat Id hari ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Biasanya yang melaksanakan lebih awal itu masjid ponpes sini sama ponpes Mahfilud Duror," katanya, Minggu (30/3/2025).
Irwanto menambahkan, setiap tahunnya, penduduk muslim di Desa Suger Kidul memang melakukan Salat Id hari raya lebih awal daripada pemerintah. Mereka juga melaksanakan ibadah puasa lebih awal.
"Setiap tahun hari rayanya memang lebih awak daripada pemerintah. Puasanya lebih awal juga," ujarnya.
Irwanto menjelaskan, yang melaksanakan Salat Id di masjid Ponpes Salafiyah Syafi'iyah dan Mahfilud Duror bukan hanya orang Jember. Melainkan juga ada yang dari luar Jember, yakni Bondowoso.
"Biasanya yang mengikuti itu dari warga Jember sendiri. Selain itu banyak juga dari Bondowoso," paparnya.
Sementara itu, pengasuh Ponpes Mahfilud Duror, KH Ali secara terpisah menyampaikan, di dalam kitab karya syekh Abdurrahman Al Shufury Al Syafi'i, ada uraian mengenai tata cara penentuan awal Ramadan. Yakni dengan metode menghitung lima hari, dari hari pertama bulan Ramadhan tahun lalu.
"Bahwa prinsipnya lima hari dari awal Ramadan tahun sebelumnya, menjadi awal bulan Ramadan tahun berikutnya," ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Lora Ali ini menambahkan, dari hasil penghitungan, tidak serta merta harus diikuti oleh masyarakat. Lora Ali cukup memberi tahu warga sekitar pondok, santri, dan alumni santri bahwa ponpes Mahfilud Duror waktu itu menetapkan awal bulan Ramadan tahun ini yakni pada Jum'at (28/03) dan Salat Id pada Minggu (30/03).
"Tidak ada paksaan untuk mengikuti hasil ijtihad kami. Masyarakat bebas memilih, apa ikut pemerintah, atau ikut metode kami," jelasnya.
Lora Ali menambahkan, pihaknya telah menerapkan metode tersebut selama bertahun-tahun. Sampai saat ini, tidak ada kendala ataupun masalah yang terjadi. Baginya, perbedaan pendapat ulama dalam persoalan awal Ramadan dan kapan Salat Id membawa rahmat.
"Metode ini sudah bertahun-tahun diterapkan dan diamalkan dan tidak ada kendala dan masalah. Justru perbedaan pendapat ulama dalam persoalan seperti ini membawa rahmat," tandasnya.
(Yakub Mulyono/hil)