Hari Arsitektur Indonesia yang diperingati setiap 18 Maret menjadi momen untuk mengapresiasi karya dan inovasi para arsitek di tanah air. Jawa Timur sendiri memiliki sejumlah arsitek berpengaruh yang telah melahirkan desain ikonik, mulai dari bangunan bersejarah hingga arsitektur modern berkonsep ramah lingkungan. Siapa saja mereka?
Para arsitek tanah air ini telah berperan besar dalam menciptakan wajah kota dan lingkungan sekitar menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Indonesia memiliki banyak arsitek berbakat yang mendukung perkembangan kota, hingga memperkuat identitas budaya melalui bangunan-bangunan yang hadir di berbagai penjuru dalam negeri.
Sejarah Hari Arsitektur Indonesia
Setiap 18 Maret, Indonesia merayakan Hari Arsitektur Indonesia sebagai bentuk apresiasi terhadap keindahan, inovasi, dan keunggulan dalam dunia arsitektur. Peringatan ini juga menjadi momen refleksi untuk menghargai warisan arsitektur nusantara yang kaya dan beragam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tanggal ini dipilih untuk menghormati kelahiran Profesor Soedarsono, sosok yang dijuluki sebagai 'Bapak Arsitektur Indonesia'. Ia berperan besar dalam perkembangan arsitektur nasional dengan menggabungkan unsur budaya lokal ke dalam desain modern.
Hari Arsitektur Indonesia pertama kali diinisiasi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) pada 2000. Sejak itu, peringatan ini menjadi agenda tahunan yang melibatkan arsitek, mahasiswa, serta masyarakat umum dalam merayakan pencapaian arsitektur sekaligus menyoroti perannya dalam menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan.
Tokoh Arsitek Asal Jawa Timur
Jawa Timur, sebuah provinsi yang telah melahirkan sejumlah arsitek berbakat dan legendaris yang memberikan kontribusi signifikan dalam perkembangan arsitektur di Indonesia. Berikut sederet tokoh arsitek asal Jawa Timur.
1. Han Hoo Tjwan (Han Awal)
Han Hoo Tjwan merupakan salah satu tokoh arsitek legendaris Indonesia. Sosok yang juga akrab dengan sebutan Han Awal ini, lahir pada 16 September 1930 di Malang. Dengan pengalaman lebih dari satu dekade, Han Awal menjadi tokoh penting yang memegang peranan vital dalam perkembangan arsitektur di tanah air.
Han Awal menempuh pendidikan di Technische Hoogeschool Delft dan Technische Universitat Berlin, universitas terkemuka di Jerman. Salah satu proyeknya yang paling populer adalah pemugaran Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia. Proyek ini berhasil mendapatkan penghargaan International Award of Excellence UNESCO Asia Pacific Heritage.
Selain itu, Han Awal juga terlibat dalam pemugaran berbagai bangunan tua di Indonesia, seperti Gereja Katedral, Gedung Bank Indonesia Jakarta, dan Gereja Immanuel. Pada tahun 1964 hingga 1972, Han Awal turut berperan dalam pembangunan Gedung Conference of New Emerging Forces (Conefo), yang kini dikenal sebagai Gedung DPR/MPR.
2. Tri Rismaharini
Nama Tri Rismaharini atau yang akrab dengan panggilan Bu Risma ini pastinya sudah tidak asing di telinga detikers, terutama Arek Suroboyo. Selain dikenal sebagai mantan wali kota Surabaya yang telah berkontribusi besar dalam pembangunan Kota Pahlawan.
Risma lahir pada 20 November di Kediri. Ia sempat menempuh pendidikan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dengan mengambil jurusan Arsitektur. Setelah lulus pada tahun 1987, Risma memutuskan untuk melanjutkan gelar master di kampus yang sama, dengan jurusan Manajemen Pembangunan Kota.
Selama menjabat sebagai wali kota Surabaya, Risma berkomitmen mengubah wajah Kota Pahlawan menjadi kota hijau, bersih, dan nyaman untuk warganya. Ia berfokus untuk meningkatkan kualitas infrastruktur, termasuk menggencarkan revitalisasi ruang terbuka publik.
Sejumlah legacy pembangunan Kota Surabaya di masa kepemimpinannya adalah menuntaskan frontage road Jalan Ahmad Yani, membangun Jalan Luar Lingkar Barat (JLLB), Jalan Luar Lingkar Timur (JLLT), Jalan Wiyung, dan berbagai jalan lainnya yang apabila ditotal bisa mencapai 259 km.
Selain itu, Risma juga membangun berbagai ruang terbuka hijau. Hingga 2020, tercatat ada 573 taman kota yang tersebar di berbagai titik Kota Surabaya. Pembangunan ini juga diiringi pengembangan lapangan olahraga yang totalnya mencapai lebih 647 lapangan, termasuk Lapangan Thor, Gelora Pancasila, Tambaksari, hingga Stadion Gelora Bung Tomo.
3. Harjono Sigit
Harjono Sigit merupakan salah satu arsitek Indonesia kelahiran Madiun, pada tanggal 21 September 1939. Pria berusia 85 tahun ini juga dikenal sebagai sosok ayah dari penyanyi legendaris Tanah Air bernama Maia Estianty.
Mengulas laman resmi Arsitektur Indonesia, Harjono Sigit dipercaya untuk memegang proyek besar ketika baru lulus dari jurusan Arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB). Dalam proyek tersebut, Harjono Sigit diminta merancang Gedung Pusat Penelitian dan Auditorium Semen Gresik pada 1964.
Keberaniannya tersebut menjadi awal kariernya menjadi sosok arsitek yang dikenal dengan karakter khas di setiap karyanya. Sepanjang tahun 1960 hingga 1980, Harjono Sigit telah menghasilkan banyak karya di Jawa Timur.
Seperti penerapan struktur pilotis pada kantor Penggilingan Padi PT Mentras Pasuruan (1967), struktur kayu bentang panjang pada Gedung Pertemuan Pemangku Kehutanan Randublatung (1968).
Lalu, struktur cangkang conoid pada atap gerbang masuk Kantor Direksi Perhutani Divisi Regional Jawa Timur (1972), struktur hyperbolic paraboloid pada atap pintu masuk lobby dan tangga dengan bordes melayang pada pasar atum Surabaya (1977-1982), dan masih banyak lagi.
4. Haris Wibisono
Haris Wibisono merupakan seorang arsitek lulusan Institut Teknologi Nasional Malang yang berhasil menorehkan prestasi dengan masuk dalam deretan 100 arsitek potensial di Indonesia, yang tercatat dalam buku 100+ Indonesian Architecture Firms & Emergings, yang ditulis Imelda Akmal Architectural Writer (IAAW).
Diketahui, pria yang juga akrab dengan panggilan "Nino" ini telah menekuni dunia arsitektur sejak tahun 2002. Nino tergabung dalam organisasi Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Malang, dan sempat menjabat sebagai ketua pada tahun 2009.
Dikutip dari laman Arsitektur Institut Teknologi Nasional Malang, Nino pernah tergabung dalam Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) Kota Malang di tahun 2013 hingga 2016, di mana ia turut berkontribusi dalam membantu pemerintah daerah untuk mengatasi pertumbuhan gedung Malang sebagai kota pariwisata, industri, dan pendidikan.
Karya-karya Haris Wibisono dapat ditemukan di sejumlah bangunan ikonik di Kota Malang di antaranya seperti gedung Malang Creative Center (MCC), LVRI Kota Batu, Masjid Al-ghifari Kota Malang, hingga Kantor Pabrik Nivea PT Beiersdorf Singosari.
(hil/irb)