Kata Kompolnas Soal Masih Tingginya Kriminalitas di Surabaya Jelang Pilkada

Kata Kompolnas Soal Masih Tingginya Kriminalitas di Surabaya Jelang Pilkada

Praditya Fauzi Rahman - detikJatim
Senin, 11 Nov 2024 22:30 WIB
Ilustrasi Begal
Ilustrasi (Foto: Edi Wahyono)
Surabaya -

Jelang Pilwali dan Pilkada Jatim 2024, sejumlah aksi kriminalitas masih terjadi di Surabaya. Mulai dari kerusuhan antar-perguruan silat, jambret, begal, hingga pencurian motor.

Sejumlah perkara dapat diungkap oleh kepolisian di Kota Pahlawan. Namun, sebagian lagi masih jadi pekerjaan rumah polisi.

Komisioner Kompolnas Dr Yusuf Warsyim mengatakan kepolisian sangat sudah mengerti langkah-langkap apa saja yang dilakukan terhadap masalah kriminalitas. Pertama preemtif, kedua preventif, dan ketiga penindakan melalui penegakan hukum.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Langkah Preemtif dan preventif menuntut penting untuk dikedepankan. Preemtif dapat dilakukan dengan sosialisasi, pembinaan, dan edukasi terhadap masyarakat. Untuk preventif dapat dilakukan dengan menjalin kerja sama kepada semua pihak, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparat pemerintah serta stakeholder lainnya," kata Yusuf saat dikonfirmasi detikJatim, Senin (11/11/2024).

Patroli dalam rangka preventif kriminalitas, Yusuf menegaskan harus terus ditingkatkan. Namun, apabila telah terjadi peristiwa kejahatan, maka tentu penindakan melalui penegakan hukum juga dituntut tegas nan tetap terukur.

ADVERTISEMENT

"Selain tegas dan terukur, penegakan hukum dilakukan secara humanis dan memenuhi rasa keadilan. Jangan saja hanya pada soal memberikan kepastian hukum, tetapi rasa keadilan dapat dipenuhi," imbuhnya.

Terkait Operasi Mantap Praja dan Pengamanan Pilkada Serentak 2024, Yusuf menilai Jatim merupakan salah 1 wilayah yang prioritas pemantauan Kompolnas. Begitu pula kota Surabaya dan sekitarnya.

"Karena berdasarkan data dan informasi yang ada, ada 8 kabupaten dan kota yang rawan keamanan dalam Pilkada 2024," jelasnya.

Maka dari itu, Yusuf memastikan pihaknya tak akan tinggal diam. Ia menyatakan dalam waktu dekat akan berkunjung ke Jatim untuk menyaksikan langsung bagaimana kondisi keamanan di Jatim, terutama kota pahlawan.

"Dalam waktu dekat Kompolnas akan melakukan turun pemantauan kesana. Surabaya (penanganan kriminalitas) sudah maksimal atau belum, sementara ini yang akan dilakukan pemantauan langsung waktu dekat ini, akan terlihat pasti saat pemantauan langsung," ujarnya.

Terhadap kejahatan premanisme, Yusuf menyarankan kepolisian jangan ragu-ragu. Begitu juga kejahatan begal, penegakkan hukum dituntut tegas secara profesional.

"Yang dimaksud tegas, terukur, dan humanis itu tidak represif. Terukur terkandung di dalamnya asas nesesitas dan proporsionalitas selain legalitas," ungkapnya.

Hal senada disampaikan mantan komisioner Kompolnas Poengky Indarti. Menurutnya, masalah kriminalitas di kota besar memang kerap terjadi. Sehingga, polisi harus segera dan maksimal mengatasi gangguan kamtibmas yang disebabkan oleh para penjahat jalanan.

Oleh karena itu, pemerhati Kepolisian RI itu meminta agar polisi memperbanyak patroli. Khususnya di tempat-tempat rawan kejahatan.

"Pemerintah daerah dan masyarakat juga perlu memasang CCTV yang dapat dikoneksikan dengan kantor kepolisian setempat. Peran serta masyarakat mendukung kepolisian dengan melakukan pengamanan lingkungan. Baik secara mandiri dengan pemasangan CCTV, lampu-lampu penerangan di wilayahnya, maupun membentuk kelompok jaga lingkungan semacam siskamling, akan sangat membantu menjaga harkamtibmas," tuturnya.

Lantas, Poengky mencontohkan beberapa negara maju dengan kota metropolitannya yang banyak menggunakan CCTV untuk keamanan masyarakat. Lalu, didukung dengan kehadiran patroli polisi.

"Dengan diperkuat CCTV, lampu-lampu penerangan, dan penjagaan swadaya masyarakat, saya yakin akan mampu menekan angka kriminalitas di jalanan," kata wanita yang baru saja purna tugas dari Kompolnas itu.

Ia tak menampik bila Surabaya bersandingan dengan sejumlah kota besar seperti Jakarta dan Medan dalam hal kriminalitas. Bahkan, ia khawatir hal tersebut akan memunculkan konflik sosial.

"Karena kota-kota besar misalnya seperti Jakarta, Surabaya, Medan memang mempunyai masalah kamtibmas sejak dulu dan pemilu maupun pilkada yang digelar di kota-kota tersebut lancar dan aman saja, meski banyak kejahatan jalanan. Bisa jadi masalah jika karena masyarakat geram dengan maraknya kejahatan jalanan, terus mereka main hakim sendiri, berpotensi memunculkan konflik sosial," tutupnya.




(abq/iwd)


Hide Ads