Puasa sunah Ayyamul Bidh dilakukan tiap tanggal 13, 14 dan 15 bulan Kamariah. Lantas, kapan puasa Ayyamul Bidh Juni 2024? Simak informasi soal jadwal, niat, tata cara, hingga keutamaan puasa Ayyamul Bidh berikut ini.
Hukum puasa Ayyamul Bidh adalah sunah muakkad. Rasulullah SAW pun menganjurkan untuk menunaikan puasa tersebut, sebagaimana hadis berikut ini.
وَعَنْ قَتَادَةَ بْنِ مِلْحَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا بِصِيَامِ أَيَّامِ الْبِيْضِ: ثَلاثَ عَشْرَةَ ، وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ، وَخَمْسَ عَشْرَةَ. (رواه أَبُو داود)
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, "Diriwayatkan dari Qatadah bin Milhan ra, ia berkata: 'Rasulullah saw telah memerintahkan untuk berpuasa pada hari-hari yang malamnya cerah, yaitu tanggal 13, 14, dan 15'." (HR Abu Dawud). (An-Nawawi, Riyâdhus Shâlihîn, juz II, h. 81).
Jadwal Puasa Ayyumul Bidh Juni 2024
Puasa Ayyamul Bidh ditunaikan selama tiga hari pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan Kamariah. Ayyamul Bidh Juni ini bertepatan dengan Zulhijah. Sementara tanggal 13 Zulhijah termasuk hari tasyrik.
Rasulullah SAW melarang umat Muslim berpuasa pada hari tasyrik. Pada bulan ini, hari tasyrik jatuh pada 11, 12, dan 13 Zulhijah. Dengan demikian, puasa Ayyamul Bidh Juni 2024 ditunaikan terhitung mulai 14 Zulhijjah.
Berdasarkan keputusan hasil sidang isbat mengenai awal Zulhijah 1445 H/2024 M, berikut ini jadwal puasa Ayyamul Bidh Juni 2024:
14 Zulhijah 1445 H: Jumat, 21 Juni 2024
15 Zulhijah 1445 H: Sabtu, 22 Juni 2024
16 Zulhijah 1445 H: Minggu, 23 Juni 2024
Niat dan Tata Cara Puasa Ayyumul Bidh
Puasa Ayyamul Bidh dilakukan seperti puasa sunah biasanya. Ibadah ini lebih afdol jika dilaksanakan tiga hari berturut-turut. Berikut ini tata cara puasa Ayyamul Bidh.
1. Membaca niat puasa Ayyamul Bidh. Niat ini bisa dilakukan sejak malam hari hingga siangnya sebelum matahari tergelincir ke barat
Adapun bunyi niat puasa Ayyamul Bidh sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ اَيَّامَ اْلبِيْضِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
Latin: Nawaitu sauma ayyami bidh sunnatan lillahi ta'ala.
Artinya: "Saya niat puasa hari-hari putih, sunah karena Allah ta'ala."
2. Sahur. Pelaksanaannya lebih utama saat menjelang masuk waktu subuh sebelum imsak
3. Berpuasa dengan menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya. Rasulullah SAW bersabda
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعِ وَالْعَطَشِ (رواه النسائي وابن ماجه من حديث أبي هريرة)
Artinya, "Banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan kehausan" (HR an-Nasa'i dan Ibnu Majah dari riwayat hadits Abu Hurairah ra). (Abul Fadl al-'Iraqi, al-Mughni 'an Hamil Asfâr, [Riyad: Maktabah Thabariyyah, 1414 H/1995 M], juz I, h. 186).
4. Segera berbuka puasa ketika waktu magrib tiba
Keutamaan Puasa Ayyumul Bidh
Ibadah puasa Ayyamul Bidh memiliki keutamaan yang besar. Muslim berpuasa Ayyamul Bidh sama dengan mendapatkan kesunahan berpuasa 3 hari setiap bulan. Puasa sebanyak 3 hari setiap bulan itu seperti puasa sepanjang tahun.
Keterangan tersebut berdasarkan riwayat dari Abu Dzar ra sebagaimana berikut:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلَاثَة أَيَّام، فَذَلِكَ صِيَامُ الدَّهْرِ، فَأَنْزَلَ اللهُ تَصْدِيقَ ذَلِكَ فِي كِتَابهِ الْكَرِيم: مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَة فَلهُ عشر أَمْثَالهَا [الأنعام: 160]. اَلْيَوْمُ بِعشْرَةِ أَيَّامٍ (رَوَاهُ ابْن ماجة وَالتِّرْمِذِيّ. وَقَالَ: حسن .وَصَححهُ ابْن حبَان من حَدِيث أبي هُرَيْرَة رَضِيَ اللهُ عَنْه)
Artinya, "Diriwayatkan dari Abu Dzar ra, sungguh Nabi saw bersabda: 'Siapa saja yang berpuasa tiga hari dari setiap bulan, maka puasa tersebut seperti puasa sepanjang tahun. Kemudian Allah menurunkan ayat dalam kitabnya yang mulai karena membenarkan hal tersebut: 'Siapa saja yang datang dengan kebaikan maka baginya pahala 10 kali lipatnya' [QS al-An'am: 160]. Satu hari sama dengan 10 hari'." (HR Ibnu Majah dan at-Tirmidzi. Ia berkata: "Hadits ini hasan." Ibnu Majah juga menilanya sebagai hadits shahih dari jalur riwayat Abu Hurairah ra). (Abu Bakar Ibnus Sayyid Muhammad Syatha ad-Dimyathi, I'ânatut Thâlibîn, [Beirut, Dârul Fikr], juz II, halaman 269; dan Ibnul Mulaqqin, Tuhfatul Muhtâj ilâ Adillatil Manhâj, [Makkah, Dâru Harrâ': 1406 H], juz II, h. 109-110).
Artikel ini ditulis oleh Najza Namira Putri, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom
(irb/fat)