Pakar kesehatan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Dede Nasrullah mengusulkan agar isu stunting dapat perhatian serius di Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2024. Dia mengungkap beberapa alasan kenapa stunting perlu untuk disorot para calon pemimpin Kota Pahlawan 5 tahun ke depan.
Menurut Dede, isu kesehatan menuju Indonesia Emas 2045 menjadi penting dibahas dalam pilkada serentak tahun ini, termasuk di Surabaya. Mulai dari stunting hingga kesehatan ibu dan anak.
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya ini mengatakan, isu kesehatan menuju Indonesia Emas 2045 menjadi penting dibahas dalam pilkada tahun ini. Salah satunya adalah isu stunting dan kesehatan ibu dan anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Permasalahan stunting masih menjadi masalah gizi utama bagi bayi dan anak di bawah usia dua tahun di Indonesia," kata Dede, Senin (3/6/2024).
Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya ini menjelaskan, berdasarkan data Asian Development Bank tahun 2022, persentase Prevalence of Stunting Among Children Under 5 Years of Age di Indonesia sebesar 31,8 persen. Jumlah tersebut menyebabkan Indonesia berada pada urutan ke-10 di wilayah Asia Tenggara.
Berdasarkan data SSGI tahun 2023 angka stunting mengalami penurunan sebesar 21,6% dari tahun 2022 yakni sebanyak 24,4%. Akan tetapi, penurunan ini masih belum sesuai dengan target yang akan di capai oleh pemerintah di bawah 20%. Bahkan, target yang akan dicapai adalah sebesar 14% di tahun 2024.
Selain itu, data Bank Dunia menyebut angkatan kerja yang pada masa bayinya mengalami stunting mencapai 54%. Artinya, sebanyak 54% angkatan kerja saat ini adalah penyintas stunting.
"Masalah stunting bukan semata persoalan tinggi badan, namun yang lebih buruk adalah dampaknya terhadap kualitas hidup individu akibat munculnya penyakit kronis, ketertinggalan dalam kecerdasan, dan kalah dalam persaingan," jelasnya.
Menurutnya, dalam menangani kasus stunting harus mengetahui terlebih dahulu akar permasalahannya. Meski seharusnya ditangani semenjak calon pengantin dan ibu hamil, sehingga anak yang berada di dalam kandungan mendapatkan nutrisi semenjak 1000 HPK (Hari Pertama Kehamilan).
"Agar pencapaian penurunan stunting dapat menjadi lebih baik, maka orientasi program tidak lagi murni eradikasi berbasis treatment tetapi fokus pada pencegahan," ujarnya.
Ia menjelasakan, pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pada 1000 HPK fokus pada ibu hamil dan calon pengantin, baik secara pengetahuannya maupun gizi yang akan dikonsumsi selama proses kehamilan. Salah satu penyebab rendahnya penurunan stunting ialah belum ditemukannya model implementasi yang efektif untuk program yang telah ditetapkan.
"Saya melihat ada masalah dalam melakukan intervensi di lapangan, sehingga program pencegahan stunting tidak berjalan dengan optimal," jelasnya.
"Melihat masih tingginya angka stunting di Indonesia sampai saat ini, maka saya berharap isu kesehatan ibu dan anak terutama stunting ini dapat diangkat dalam pilkada serentak yang nanti akan berlangsung di 37 provinsi, kemudian 508 kabupaten/kota. Penting bagi calon pemimpin nanti untuk merumuskan tatalaksana penanganan stunting yang tepat sehingga terjadi keseimbangan asupan energi dan zat gizi," pungkasnya.
(hil/dte)