Di era digital yang terus berkembang, perempuan kini berdiri di garis depan sebagai penggerak perubahan.
Dalam memperingati Hari Kartini, Pakar IT Surabya, Supangat PhD ITIL COBIT CLA CISA dari Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya menegaskan pentingnya peran perempuan dalam dunia digital. Menurutnya, 'Kartini Digital' adalah simbol perempuan yang tak hanya cerdas, tetapi juga aktif mengubah dunia lewat teknologi.
Pakar IT Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya Supangat PhD ITIL COBIT CLA CISA mengatakan, perkembangan digital membuat besar bagi perempuan untuk tampil sebagai penggerak perubahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inilah Kartini Digital, perempuan yang tak hanya cerdas secara intelektual, tapi juga aktif di ruang digital, hadir di berbagai sektor, dan memperluas pengaruh sosial lewat teknologi," kata Supangat, Senin (21/4/2025).
Kepemimpinan Perempuan adalah Kebutuhan Strategis
Supangat mengatakan, topik kepemimpinan masih sering menyisakan keraguan terhadap kemampuan perempuan untuk memimpin. Padahal, kehadiran posisi itu bukan sekadar soal jumlah, tetapi kebutuhan strategis.
Menurutnya, dunia membutuhkan pemimpin yang inklusif, empatik, dan berpandangan jangka panjang. Karakter tersebut justru banyak ditemukan dalam gaya kepemimpinan perempuan.
"Di berbagai sektor seperti teknologi, politik, dan ekonomi, kontribusi perempuan terus tumbuh. Meski begitu, masih banyak ruang yang perlu dibuka agar mereka bisa benar-benar hadir sebagai penggerak utama perubahan," ujarnya.
"Dalam hal ini, pendidikan memegang peran kunci. Bukan hanya sebagai sarana transfer ilmu, tetapi juga sebagai ruang untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan keberanian perempuan dalam mengambil posisi strategis. Terutama di bidang-bidang yang selama ini dianggap maskulin, seperti STEM (sains, teknologi, rekayasa, dan matematika). Ketika akses pendidikan diberikan secara setara, maka peluang perempuan untuk memimpin inovasi dan mengarahkan masa depan menjadi semakin terbuka lebar," tambahnya.
Inklusi Digital sebagai Jalan Menuju Kesetaraan
Wakil Dekan 1 Fakultas Teknik Untag ini mengatakan, jalan menuju kesetaraan dalam semangat Kartini Digital terbentang luas. Salah satu tantangannya pada literasi digital.
"Ketimpangan akses dan pemahaman teknologi masih menjadi persoalan, terutama di wilayah yang jauh dari pusat perkembangan digital. Koneksi internet yang terbatas dan minimnya keterampilan digital membuat banyak perempuan belum bisa sepenuhnya ikut serta. Padahal, kemampuan digital kini bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan dasar," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Supangat, pendidikan perlu menjadi ruang yang benar-benar memberdayakan. Lalu literasi digital dapat diperkenalkan sejak dini, bukan hanya sebagai keterampilan teknis, tetapi sebagai pola pikir.
"Dengan bekal ini, perempuan mampu mengakses informasi, memecahkan persoalan, dan menjadi bagian dari perubahan. Perempuan yang paham dunia digital akan lebih siap menghadapi tantangan zaman serta menjaga nilai-nilai kemanusiaan di tengah derasnya arus informasi," katanya.
Teknologi Sebagai Alat Pemberdayaan
Baginya, adanya teknologi dapat membuka peluang bagi perempuan untuk memperluas cakrawala hidup. Dengan akses digital, perempuan dapat mengembangkan usaha, menyuarakan hak-hak dasar, serta membangun jaringan sosial yang membantu mengatasi berbagai tantangan.
"Kita bisa melihat bagaimana banyak perempuan memanfaatkan platform digital untuk memimpin gerakan sosial, merancang aplikasi yang menjawab kebutuhan sehari-hari, atau menciptakan ruang belajar daring bagi komunitasnya," ujar Supangat.
Ia menilai, pemberdayaan perempuan tidak hanya akses teknologi. Namun pendekatan, mulai dari dukungan psikologis, pelatihan keterampilan, hingga perlindungan hukum dalam ruang digital.
"Pendidikan yang sensitif terhadap isu gender dan perkembangan teknologi menjadi kunci untuk membentuk masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan setara," ucapnya.
Menjadi Kartini Digital di Abad 21
Supangat menjelaskan, Kartini Digital merupakan simbol perempuan yang tidak hanya berpikir maju, tapi juga bergerak maju. Ia memandang dunia digital sebagai ruang penuh potensi untuk menciptakan perubahan nyata dan hadir dari ruang daring, forum ilmiah, hingga barisan kepemimpinan masyarakat.
Kartini tidak menunggu ruang dibuka, melainkan menciptakan sendiri peluang bagi dirinya dan orang lain.
"Sebagai laki-laki yang tumbuh dalam dunia pendidikan dan teknologi, saya meyakini bahwa perjuangan menuju kesetaraan gender bukan hanya urusan perempuan. Ini adalah tanggung jawab bersama. Masa depan yang adil dan setara di era digital hanya bisa terwujud jika setiap orang, tanpa kecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar, tumbuh, dan memimpin," bebernya.
"Hari Kartini bukan sekadar mengenang sejarah. Ini adalah panggilan untuk terus bergerak ke depan. Agar setiap perempuan, di mana pun berada, punya hak dan ruang untuk menjadi penggerak inovasi, pemimpin masa depan, dan pencipta perubahan. Dunia digital tak akan benar-benar maju tanpa perempuan, mereka adalah pemimpin, pencipta, sekaligus penentu arah masa depan," pungkasnya.
(esw/hil)