Di tengah kemajuan teknologi yang semakin pesat, seringkali minat terhadap literasi dan kebudayaan semakin terlupakan. Namun, di tengah dominasi era digital ini, ada sebuah komunitas di Kota Malang yang berdiri teguh untuk memperjuangkan pentingnya literasi di tengah hiruk pikuk kota.
Komunitas ini bernama Gubuk Tulis. Berdiri sejak 4 Februari 2016, komunitas ini dikenal sebagai penggiat literasi dan mengambil peran aktif dalam mengajak masyarakat terutama mahasiswa di Kota Malang untuk lebih melek literasi.
Nama 'Gubuk Tulis' memiliki arti yang sangat bermakna. Dengan mengambil inspirasi dari konsep gubuk sebagai tempat sederhana yang memberikan kesan hangat dan akrab, komunitas ini bertujuan untuk meningkatkan minat dalam membaca, menulis, serta memperkuat budaya diskusi di kalangan masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nama gubuk berarti kesederhanaan karena kami berpindah-pindah tempat dari warung kopi dan ruang publik lainnya," ujar Muhyajit Fauzi, salah satu anggota komunitas Gubuk Tulis kepada detikJatim, Rabu (20/3/2024).
"Kami merasa Kota Malang ini menjadi kota pendidikan yang banyak didatangi para pelajar tetapi ruang publik seperti taman dan warung kopi masih kering akan budaya literasi, maka sebab itu kami inisiatif untuk membuat gerakan literasi berpindah dari warung kopi ke warung kopi lainnya kita adakan forum diskusi," imbuhnya.
Komunitas ini memiliki fokus utama pada masyarakat kota Malang terutama mahasiswa. Selain itu, mereka memiliki visi untuk meningkatkan melek literasi serta mengembangkan minat dalam sastra, seni, dan budaya.
![]() |
Hingga saat ini, Gubuk Tulis telah berhasil menarik 30 anggota aktif yang turut berpartisipasi dalam berbagai kegiatan literasi. Setiap Rabu, mereka mengadakan "Jagongan Buku" yaitu sebuah forum diskusi yang melibatkan tokoh-tokoh dan membahas karya-karya inspiratif. Tak hanya itu, mereka juga secara rutin melapak buku di taman-taman yang tersebar di Kota Malang.
Tak hanya terbatas pada kegiatan mingguan, Gubuk Tulis juga mengadakan acara tahunan yang dikenal dengan nama Sekolah Literasi. Acara ini biasanya diadakan sekali atau dua kali setahun dengan menawarkan pelatihan menulis serta pembuatan konten kepada masyarakat luas.
"Kami secara rutin mengadakan kegiatan mingguan dan tahunan, waktu COVID kita juga rutin adakan secara online, jadi kami tidak pernah berhenti untuk menyebarluaskan kampanye soal literasi ini," terangnya.
Komunitas Gubuk Tulis juga terbuka bagi siapa saja, tanpa memandang usia. Mereka juga telah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Universitas Brawijaya (UB), perpustakaan jalanan Malang, serta berbagai komunitas dan instansi lainnya.
"Kami tidak membatasi siapapun yang mau masuk karena sifatnya kita fleksibel, beberapa kampus juga berkolaborasi dengan kami, peminatnya juga lumayan," kata Muhyajit.
Terakhir, dengan peran aktif dan dedikasi tinggi, komunitas ini berharap tak hanya bisa mengajak masyarakat untuk membaca dan menulis, tetapi juga untuk lebih memahami nilai-nilai kebudayaan lokal serta mengapresiasi karya-karya sastra dari berbagai belahan dunia.
Melalui upaya-upaya mereka, harapannya Komunitas Gubuk Tulis dapat menjadi pionir dalam membentuk masyarakat yang kritis dan kreatif di tengah arus informasi yang semakin kompleks di era digital ini.
"Kota Malang menjadi salah satu barometer pendidikan di Jawa Timur jadi kami berharap nuansa literasi dan diskusi di ruang publik dapat terisi dan diramaikan kembali bahkan kami juga berharap organisasi kampus bisa berkolaborasi dengan kami sehingga akan menarik minat mahasiswa untuk lebih melek dengan literasi," tutupnya.
Jika komunitas di Jatim memiliki agenda kegiatan yang menarik bisa berbagi info dengan detikjatim melalui alamat email: redaksi@detikjatim.com.
(hil/dte)