Pengamat Politik UB Sebut PDIP dan PKS Bakal Jadi Duet Oposisi Solid

Pengamat Politik UB Sebut PDIP dan PKS Bakal Jadi Duet Oposisi Solid

Aujana Mahalia - detikJatim
Selasa, 27 Feb 2024 21:45 WIB
Pengamat Politik UB menilai PDIP dan PKS bakal jadi duet oposisi yang solid di parlemen.
Pengamat Politik UB menilai PDIP dan PKS bakal jadi duet oposisi yang solid di parlemen. (Foto: Aujana Mahalia/detikJatim)
Kota Malang -

Pengamat Politik Universitas Brawijaya Wawan Sobari menilai ada kemungkinan PDI Perjuangan bakal berduet dengan Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) sebagai partai oposisi usai Pemilu 2024. Dia menilai kedua partai itu bakal menjadi duet partai oposisi yang solid.

Wawan mengungkapkan itu dalam Bincang Santai (BONSAI) Bersama Pakar tentang 'Proyeksi Politik Pasca Pemilu', Selasa (27/2/2024), di Lantai 6 Gedung Rektorat Universitas Brawijaya (UB).

Menurut Wawan, meskipun ada sejumlah perbedaan ideologi yang cukup signifikan antara kedua partai namun PDIP dan PKS bisa membentuk kekuatan oposisi yang solid di parlemen. Mereka bisa berjuang melalui narasi yang sama, misalnya soal hak angket.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menurut saya kalau dari sisi raihan suara memang keduanya ini rendah, tapi bagi saya yang penting menyuarakan keinginan publik tidak harus dalam konteks parlemen, oposisi digital juga penting," ujarnya usai menjadi pembicara, Selasa (27/2/2024).

"Dalam artian, ini harus terus disuarakan untuk memenangkan narasi bahwa pemerintah itu tetap butuh kontrol sehingga tidak menjadi tirani mayoritas tadi," sambungnya.

ADVERTISEMENT

Dia juga menyampaikan pendapat seandainya PKB dan NasDem turut serta dalam partai koalisi, tidak memilih menjadi oposisi bersama PDIP dan PKS, menurutnya keduanya akan kalah.

"Seandainya PKB dan Nasdem nantinya bergabung dengan koalisi ya jelas kalah, tetapi PDIP dan PKS bisa berjuang lewat narasi narasi hak angket. Kalau itu dirasionalkan masalah efektivitas ada hasilnya atau nggak yang penting itu menunjukkan sebenarnya Pemilu itu sedang tidak baik-baik saja," katanya.

Ia menyampaikan ada 5 faktor dalam menentukan oposisi pasca Pemilu 2024. Mulai dari pengaturan kelembagaan oposisi, partai, atau pemimpin partai, polarisasi ideologi, tingkat fragmentasi legislatif (partai), dan preferensi median badan legislatif.

Berdasarkan faktor itu Wawan menilai PDIP dan PKS akan tetap menjadi barisan oposisi dan sebaliknya ada kemungkinan PKB dan Nasdem akan memiliki arah bergabung dengan partai yang saat ini memenangkan kontestasi Pemilu 2024.

"Kalau secara analisis dari lembaga survey jelas oposisi nantinya ada 25% berbanding dengan persentase koalisi sebanyak 75%," ujar Wawan.

Selain itu, Dosen Ilmu Politik FISIP UB itu juga menambahkan bahwa situasi kondisi pasca Pemilu 2024 saat ini tidak berjalan senyap, sebaliknya situasi itu berjalan secara terbuka.

"Jika ada kecurangan nanti MK yang akan memutuskan. Hal ini sebagai bentuk demo sebagai bentuk democracy rule of law. Kita harus menghormati jika memang ada sengketa pemilu. Berpengaruh ke dunia politik ke depan konteks oposisi atau koalisi yang terbangun seperti apa atau pemerintahan yang check and balance antara pemerintahan menang dan kubu oposisi," terangnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara UB Prof M Ali Safaat mengatakan potensi kerja sama antara PDIP dan PKS sebagai oposisi pasca-Pemilu 2024 tidak hanya memberikan gambaran baru dalam politik Indonesia, tetapi juga menjadi pembahasan menarik dalam menjaga dinamika demokrasi.

"Menurut saya penting untuk menguji konsistensi mana Parpol yang dapat berkonsolidasi untuk menjadi oposisi. Ini menjadi pembahasan yang menarik, karena kalau tanpa oposisi bisa kita lihat di awal Pemilu semua keinginan Presiden bisa dipenuhi oleh DPR. Dari situ bisa kita lihat memang butuh penyeimbang ya dari oposisi ini, siapa pun yang jadi pemimpinnya dibutuhkan oposisi yang kuat," kata Ali.




(dpe/iwd)


Hide Ads