Pakar Unair Beri Tips Kesehatan untuk Petugas KPPS

Pakar Unair Beri Tips Kesehatan untuk Petugas KPPS

Esti Widiyana - detikJatim
Selasa, 13 Feb 2024 18:30 WIB
Petugas KPPS yang meninggal dunia saat bekerja mendapat biaya santunan.
Ilustrasi (Foto: Dok. Tangkapan Layar Buku Panduan KPPS)
Surabaya - Saat pemungutan suara Pemilu 2024 berlangsung, besok, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) akan bertugas seharian. Kesehatan menjadi faktor penting dalam menunjang tugas mereka.

Sebagaimana telah terjadi pada pemilu 2019, ada 894 anggota KPPS meninggal akibat berbagai faktor. Karena itu para petugas KPPS perlu menjaga stamina dan kesehatan jelang pencoblosan.

Pakar kesehatan sekaligus dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) Dr dr Andrianto Sp JP SubSp IKKv(K) FIHA FAPSC FESC menyoroti masalah kesehatan KPPS.

Berdasarkan analisis KPU disebutkan bahwa penyebab utama meninggalnya anggota KPPS pada Pemilu sebelum karena penyakit bawaan dan beratnya beban kerja.

Meski kini anggota KPPS telah menunjukkan surat keterangan sehat saat mendaftar, hal itu tak menjamin apa ya telah terjadi pada 2019 tidak terulang kembali.

Menurutnya, surat sehat tidak banyak menjamin bahwa kondisi fisik para petugas itu sehat, mengingat kebanyakan penyakit bawaan, terutama kardiovaskular, bersifat asymptomatic.

"Penyakit-penyakit kardiovaskular sendiri banyak asymptomatic atau tanpa gejala, itulah yang harus menjadi kewaspadaan," kata dr Andrianto kepada detikJatim, Selasa (13/2/2024).

Menurutnya, seseorang bisa melakukan pekerjaan ekstra harus diimbangi dengan kesiapan fisik dan mental. Kesiapan itu dimulai dari sebelum hingga akhir tugas anggota KPPS.

Dr Andrianto mengingatkan angoota KPPS jangan sampai kelelahan sebelum hari pelaksanaan, meski disadari persiapannya pun tidak ringan. Oleh karena itu, perlu manajemen waktu istirahat yang baik, tahu kapan waktu kerja dan kapan waktunya istirahat.

Hal yang sama juga berlaku pada saat pelaksanaan pemilu. Meskipun istirahat dan beban saat penyelenggaraannya tidak seimbang, KPPS bisa menyiasati waktu sedemikian rupa untuk memulihkan tenaga walau sebentar.

"Pertama, harus juga mengatur beban agar tidak berlebihan. Pengaturan jam istirahat harus sedemikian rupa sehingga tubuh ada fase untuk recovery," ujarnya.

Kedua, kecukupan gizi juga menjadi penunjang. Ia tidak menyarankan doping, istilah yang masyarakat kenal dengan mengonsumsi obat-obatan tertentu untuk memperkuat tubuh selama bertugas.

"Tidak perlu doping. Justru kalau sistem doping, tubuh tidak dalam keadaan fit, dan teraktivasi berlebihan, nantinya juga akan kontraproduktif," jelasnya.

Terakhir adalah kenali diri sendiri bila tubuh akan mengirim sinyal jika sedang tidak fit. Jika sinyal itu mengganggu seperti kecapaian, ngos-ngosan, dan berdebar, maka patut waspada dan segera kunjungi fasilitas kesehatan.

"Semakin singkat kita memanfaatkan waktu, maka jantung kita tidak akan dalam keadaan yang lebih buruk," ujarnya.

Ketika terlalu lelah hingga anggota KPPS pingsan, dr Andrianto mengimbau untuk memeriksa terlebih dahulu nafas dan denyut nadinya. Ketika keduanya terdeteksi, pasien hanya perlu berbaring dengan posisi kaki lebih tinggi dari kepala selama 10-15 menit.

Kondisi seperti ini harus istirahat dan berlanjut pada pemeriksaan lebih detail di fasilitas kesehatan.

Akan berbeda kasusnya ketika pasien berhenti bernafas dan nadi tidak terdeteksi, terlebih akibat henti jantung. Angka harapan hidup dari henti jantung sangat rendah, maka dari itu upaya penanganan harus segera dilakukan.

"Upaya penyelamatan henti jantung bisa dilakukan dalam 20 menit, 1 dari 5 bisa selamat. Kalau berhubungan dengan kegawatan jantung, pembuluh darah, dan saraf, sangat berhubungan dengan kecepatan dan ketepatan penanganan," pungkasnya.


(dpe/fat)


Hide Ads