Debat calon presiden (capres) yang digelar Minggu (7/1) malam berlangsung panas. Tiga capres saling adu gagasan. Debat ini mengusung tema pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik dan politik luar negeri.
Salah satu dosen Hubungan Internasional (HI) FISIP Universitas Brawijaya (UB) Adhi Cahya memberi catatan soal performa tiga capres yang bertarung. Adhi menilai, Ganjar Pranowo menjadi yang paling unggul.
Adhi mengaku cukup heran melihat performa Ganjar Pranowo yang bisa menguasai panggung lebih baik dibandingkan capres lain. Mengingat, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan, awalnya dinilai memiliki keunggulan pada tema debat kali ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang tidak terduga ini tadi peformanya paslon nomor 03 (Ganjar Pranowo). Saya tidak tahu kenapa yang menguasai panggung dan isu itu nomor 03," ujarnya saat ditemui detikJatim, Senin (8/1/2024).
Berdasarkan pengamatannya, selama debat berlangsung, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan lebih terbawa emosi. Sehingga, pemaparan yang disampaikan kedua capres ini dianggap kurang substansial.
"Pengamatan dan observasi saya itu, capres nomor 01 dan nomor 02 ini terlalu emosional. Jadi terjebak isu-isu lama dan mereka bergesekan, dan membuat itu yang lebih menonjol dibandingkan membahas substansi," terangnya.
Menurutnya, Prabowo Subianto yang aktif sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) RI seharusnya memiliki keunggulan dalam tema debat kali ini. Prabowo seharusnya bisa menyampaikan banyak terobosan maupun kebijakan yang perlu diambil dalam masa kepemimpinan ke depan.
"Tapi tidak menyangka malah nomor 03 yang lebih banyak data, pembahasannya substansial dan pembahasannya lebih bagus dibandingkan capres nomor urut 01 dan 02," ungkapnya.
Lebih lanjut, dalam pemaparan debat kali ini, Adhi cukup tertarik soal pembahasan alutsista bekas. Menurutnya, selama debat, ketiga capres tidak merinci ketika menyinggung soal peningkatan anggaran.
"Isunya yang belum dibahas secara jujur oleh 3 capres adalah limit atau keterbatasan pada anggaran pertahanan kita. Di sisi lain, habis untuk gaji dan pengeluaran prajurit, sehingga alokasi dana untuk pembelian alutsista kebetulan sangat kecil ketimbang anggaran pendapatan kita," kata dia.
"Sehingga ini menunjukkan, isu yang harus dibahas adalah bagaimana kita meningkatkan efisiensi anggaran kita supaya tidak terlalu besar konsumsinya di belanja perajurit, tetapi bagaimana kita harus melakukan modernisasi atau pembaruan alutsista. Karena kalau dilihat sangat timpang sekali," sambungnya.
(hil/dte)