Umur, rezeki dan jodoh adalah takdir yang sudah ditentukan Sang Pencipta. Seperti yang dialami napi Lapas Blitar yang meninggal dunia menjelang kebebasannya. Ia meninggal akibat kebiasaannya mencongkel sisa makanan dengan lidi.
Napi Lapas Blitar berinisial AN ini diganjar vonis 1,6 tahun penjara karena menjadi pengedar obat keras berbahaya (okerbaya). Pria berusia 26 tahun ini telah menjalani masa penahanan dengan baik dan dalam kondisi sehat.
Warga Kecamatan Doko Kabupaten Blitar sudah mengurus proses pembebasan bersyarat agar bisa keluar lapas akhir tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, takdir berkata lain. Hanya gara-gara sakit gigi, ajal menjemput AN di saat-saat terakhir kebebasannya. Kebiasaannya mencongkel sisa makanan di sela gigi dengan lidi, mengakibatkan AN mengalami gusi bengkak hingga demam.
"Takdir berkata lain. Di saat yang bersangkutan sudah mengurus proses pembebasan bersyarat agar bebas akhir tahun ini, ajal menjemputnya karena sakit gigi," jelas Kasi Binadik dan Giatja Lapas Kelas IIB Blitar, Widha Indra dikonfirmasi detikJatim, Kamis (14/9/2023).
Widha secara tegas membantah jika pihaknya terlambat melakukan penanganan kesehatan kepada AN. Karena, ketika melaporkan jika kondisinya demam dan dadanya terasa kaku, AN langsung dirujuk ke RSUD Mardi Waluyo Kota Blitar. Peristiwa itu terjadi pada Rabu (6/9) sekitar pukul 17.00 WIB.
"Rabu sekitar jam 3 sore itu dia lapor kalau badannya demam dan sulit bernafas. Kami periksa di klinik lapas, namun kondisinya mengharuskan kami rujuk ke RSUD Mardi Waluyo sekitar pukul 5 sore. Sesampainya di UGD, tim medis langsung melakukan pemeriksaan dan hasilnya diagnosa AN ini mengalami abses submandibula," jelasnya.
Abses submandibula merupakan kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan segera oleh dokter. Selain berisiko menyebabkan sepsis, abses submandibula juga bisa menyumbat saluran pernapasan sehingga membuat penderitanya kesulitan atau bahkan tidak bisa bernapas.
Abses kulit ini adalah benjolan berisi nanah tepat di bawah permukaan kulit yang dapat disertai rasa sakit dan kemerahan pada kulit. Kondisi ini biasanya terjadi akibat infeksi bakteri.
Dari pengakuan AN, dia merasakan sakit gigi sejak sepekan lalu. Namun, kebiasaannya mencongkel sisa makanan dengan lidi tak mampu dihentikan. Hingga gusi di sela gigi itu bengkak dan bernanah.
Namun, AN tidak melaporkan ke petugas lapas hingga demam muncul dan mengalami kesulitan bernafas.
Tim medis kemudian memutuskan melakukan tindakan operasi agar infeksi tidak menyebar ke bagian tubuh yang lain. Semua tindakan medis yang dilakukan terhadap AN, lanjut Widha, atas persetujuan pihak keluarga dan perangkat desa sebagai saksinya.
Usai operasi, kondisi AN mulai stabil dan bisa dipindahkan ke ruang perawatan. Namun Sabtu (9/9), AN mengalami gagal nafas hingga harus dilarikan ke ruang ICU kembali. Empat hari mendapat penanganan intensif di ICU tidak membuat kondisi kesehatan AN membaik.
"Kondisinya terus memburuk hingga akhirnya pada Rabu (13/9/23) yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia oleh tim dokter RSUD Mardi Waluyo," kata Widha.
Jenazah AN diserahkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan. Pihak Lapas Blitar menanggung semua biaya perawatan dan tindakan operasi AN. Widha sendiri sangat menyesalkan adanya informasi yang beredar di medsos soal lambatnya penanganan kesehatan AN.
"Kami terlambatnya di mana, lapor jam 3 dan jam 5 sore sudah kami rujuk ke rumah sakit. Kami rujuk ke rumah sakit tidak dalam kondisi pingsan," bebernya.
"Dari kasus ini, kami imbau agar para napi dan tahanan segera mendatangi klinik di dalam lapas jika kesehatannya bermasalah. Klinik disini buka 24 jam dan segera lapor ke petugas lapas kalau sakit," pungkas Widha.
(hil/dte)