Ketua Ranting PSHT Kecamatan Boyolangu Didik, mengatakan pengalihfungsian tugu tersebut sengaja dilakukan karena mempertimbangkan azas manfaat. Mengingat proses pembangunan tugu tersebut merupakan hasil swadaya anggotanya. Di sisi lain tugu pencak silat itu berada di atas tanah desa.
"Kita ini hidup di negara hukum. Ketika pemerintah menghendaki tugu ini harus dibongkar dan sebagainya harus kita ikuti. Yang pasti tugu ini tidak dibongkar atau dihancurkan tapi dialihfungsikan," kata Didik, Senin (14/8/2023).
Alih fungsi tugu secara simbolis dilakukan dengan menutup logo PSHT di Desa Sobontoro dengan plastik putih. Rencananya logo perguruan silat akan diganti dengan gambar lain, seperti Pancasila maupun ikon desa.
"Diganti gambar lain, mungkin tidak dengan gambar logo PSHT lagi, dialihfungsikan sesuai dengan permintaan masyarakat setempat, karena pembangunan tugu juga dibantu oleh masyarakat," jelasnya.
Didik mengaku keputusan untuk mengalihfungsikan tugu PSHT tersebut menimbulkan pro dan kontra di internal organisasinya. Namun setelah melalui berbagai pertimbangan dan upaya pendekatan akhirnya pihaknya sepakat untuk dialihfungsikan.
"Pro dan kontra pasti ada, karena warga PSHT di Kecamatan Boyolangu ini jumlahnya mencapai seribu orang," jelasnya.
Pihaknya berharap proses alif fungsi tersebut dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat, sehingga hasil swadaya dari anggota PSHT tersebut tidak hilang begitu saja. "Kalau dibongkar kan eman," imbuh Didik.
Ketua Ranting PSHT Kecamatan Boyolangu ini menambahkan di wilayah wilayahnya jumlah tugu PSHT hanya dua titik dan seluruhnya berada di Desa Sobontoro.
(abq/iwd)