Wakil Gubernur Jawa timur Emil Elestianto Dardak mengungkapkan pentingnya keberseiringan pembangunan antara kota dan desa. Hal ini disampaikan saat jadi panelis di High Level Interactive Strategic Dialogue dalam UN Habitat Assembly di Nairobi, Kenya sebagai perwakilan dari pemerintah daerah dari Indonesia.
Emil berpandangan pergeseran konsep kota dari monosentris ke polisentris akan menunjang pemerataan capaian pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDG). Salah satunya melalui adanya infrastruktur yang layak.
Emil menyebutkan, hal ini erat kaitannya dengan penerapan New Urban Agenda (NUA) yang dideklarasikan pada 2016 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemampuan kota kecil tidak seperti kota besar, tidak seperti Kuala Lumpur, Jakarta, atau Surabaya. Infrastuktur mendasar masih diperlukan agar lapangan pekerjaan di luar sektor pertanian dapat dibuka dan mengatasi batasan-batasan ini. Hal ini sesuai dengan tujuan NUA yang juga menyebutkan tentang pertanian," kata Emil dalam keterangannya, Rabu (14/6/2023).
Emil menyampaikan di Jatim menjadi wilayah terpadat kedua yang dihuni hampir 40 juta jiwa. Ibu kotanya, Kota Surabaya, adalah salah satu wilayah metropolitan terbesar di Asia Tenggara. Mengingat banyak kabupaten lainnya tersebar di sekitar Kota Surabaya, maka penting adanya untuk membangun daerah berkembang lainnya sesuai dengan New Urban Agenda. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan investasi yang merata bagi kabupaten-kabupaten di Jatim.
"Sebagai pemerintah provinsi yang menaungi wilayah metropolitan seperti Surabaya dan 8 kota lainnya, maka penting bagi kami untuk memastikan agar semua pembangunan berjalan bersamaan," paparnya
Mantan Bupati Trenggalek ini pun melanjutkan, bahwa SDG tak bisa lepas dari pembahasan seputar lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat daerah. Emil lalu menegaskan adanya peluang untuk membuka lapangan kerja baru guna menghidupkan daerah kota-pedesaan.
Hal ini dikarenakan hampir 1/3 masyarakat Jawa Timur bekerja di bidang pertanian. Meski demikian, sumbangsih pertanian pada perekonomian hanya 10%.
Karenanya, pekerjaan di luar bidang pertanian sangatlah diperlukan. Dari sini muncul gagasan serta upaya untuk memfungsikan kota kecil dan menengah guna membuka lapangan kerja lebih banyak. Perihal lapangan kerja di kota pedesaan ini juga berkaitan dengan infrastruktur.
Emil berpendapat, bahwa ketika pembangunan terjadi merata, maka tidak akan ada wilayah yang teringgal. Baik itu daerah, atau bahkan pusat kota seperti beberapa fenomena yang tampak.
Tak hanya di kabupaten, lapangan kerja di perkotaan juga menjadi salah satu isu yang harus dijawab. Sebab. Hunian sekarang makin bergeser ke daerah pinggiran kota.
Sebagai hasilnya, kantor-kantor mulai kehilangan pegawai dan pusat-pusat menjadi sepi. Emil melanjutkan, karena untuk mencapai pusat kota, generasi muda dan masyarakat berpenghasilan rendah perlu tenaga serta biaya ekstra.
"Biaya untuk menuju pusat kota menjadi makin mahal, dan menyita banyak waktu serta produktivitas. Maka dari itu, harus ada gebrakan yang dilakukan. Salah satu yang disebutkan dalam New Urban Agenda adalah Transit Oriented Development," katanya.
"Memang ada baiknya ketika daerah di sekitar kota jadi produktif dan ramai, tapi bukan berarti kota malah jadi ditinggalkan. SDG itu memberikan imbas pembangunan yang merata, apalagi soal permukiman dan aksesibilitas," imbuhnya.
Terkait hal ini, ia berharap agar gagasan seputar Transit Oriented Development (TOD) dan kota-kota polisentris dalam New Urban Agenda ini dapat diterapkan oleh pemerintah daerah.
Terutama dengan dukungan para pakar di bidang keahlian tersebut untuk menyusun strategi baru guna mengatasi tantangan ini.
"Kita tidak bisa berharap pemerintah daerah untuk menyusun strategi dalam menghadapi disrupsi masif ini sendirian," tuturnya.
Ketua EAROPH itu optimis bahwa dengan jalinan hubungan multilateral yang baik, maka pembangunan berkelanjutan yang merata bagi perkotaan dan daerah akan dapat tercapai.
Tak lupa, Emil pun mengutarakan agar hubungan multilateral dapat menetapkan tolok ukur keberhasilan pembangunan agar daerah memiliki referensi luas untuk SDG.
Karenanya penting bagi multilateralisme untuk menentukan tolak ukur, agar kami politisi daerah dapat memiliki referensi lebih luas dan tidak semata disetir oleh kebijakan jangka pendek," ujar Emil.
"karena sekarang ini keberhasilan pemerintah daerah seringkali hanya diukur berdasarkan seberapa baik mereka tampak di media sosial, pada yang mudah dicapai ketimbang perjalanan panjang mencapai SDG. Pada intinya, saya berharap kita semua dapat saling mendukung peran pemerintah daerah," pungkasnya.
Simak Video "Video: Khofifah Melepas 4 ribu Pemudik dari Kantor Dishub Jatim"
[Gambas:Video 20detik]
(faa/fat)