Menteri BUMN Erick Tohir terkejut ketika Surabaya tidak masuk smart city di Indonesia. Bahkan Surabaya kalah oleh Jakarta, Medan, dan Makassar.
Pengamat Tata Kota dan Transportasi dari ITS Putu Rudy Setiawan justru bertanya-tanya tentang konsep smart city yang selama ini digaungkan Surabaya. Menurutnya, wajar Surabaya tidak masuk smart city karena memang secara umum semua pelayanannya berbasis manual.
"Memang faktanya saya kira masuk akal, kecuali perizinan iya, sudah standar norma smart sistem atau smart city. Tetapi yang lain kok tidak ada," kata Putu saat dihubungi detikJatim, Senin (28/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putu mencontohkan penanganan banjir dan genangan yang memang sudah di-setting di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Bahwa target terkait banjir, lama, tinggi dan luas genangan sudah di-setting. Di mana implementasinya dilakukan dengan instrumen smart system atau smart city.
Namun yang ia lihat tidak seperti itu. Misalnya rumah-rumah pompa yang diklaim memakai sistem otomatis.
"Kenyataannya kan tidak, pompa-pompa itu dioperasikan secara manual oleh petugas. Di rumah pompa itu ada petugas yang menyalakan dan menyalakan itu bukan smart city, itu kan manual biasa," ujarnya.
Putu lantas mengingat pernyataan mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Yakni saat banjir tak kunjung surut karena pompa tidak bekerja. Ternyata setelah diselidiki, pompa itu tidak bekerja karena listriknya memang padam. PLN sengaja mematikan listrik karena banjir yang tinggi sudah mengancam nyawa orang yang bisa saja kesetrum.
"Ini kan manual sekali. Saya kira tidak sesuai dengan slogan yang digelontorkan oleh pemkot terkait dengan smart system atau smart city," tegasnya.
Putu juga mengkritisi mesin tiket parkir yang tak optimal. Pasalnya di dekat mesin parkir masih ada jukir yang tetap menagih uang parkir ke pengendara.
"Semestinya alat itu smart system nggak perlu lagi manusia. Di Surabaya kalau ada publikasi, slogan atau semboyan pejabat mengatakan Surabaya sudah menganut smart system, menurut saya itu hanya slogan saja, cita-cita atau sekadar rencana, ide-ide yang tidak pernah diimplementasikan secara penuh," jelasnya.
Untuk menjadi smart city, menurut Putu, Surabaya perlu meratakan akses informasi terhadap internet gratis.
"Ketika gratis, kegiatan pembangunan semuanya sudah berbasis internet, perizinan, partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui rakor bank, menggali pendapat masyarakat mulai tingkat kelurahan, RT dan RW. Rakor bank mulai dari kelurahan, naik kecamatan, kota tidak dilakukan secara fisik, tapi dilakukan secara virtual. Melalui digital," urainya.
Intinya, kata Putu, tidak cukup pemerintah memberi izin kepada vendor untuk memperluas layanan internet. Harusnya pemerintah memperhatikan kemudahan masyarakat memperoleh fasilitas internet gratis untuk mengurus adminduk.
"Kunci utama adalah masyarakat sebagai konsumen harusnya diberikan akses lebih dulu yang mudah dan murah, baru budaya menggunakan sistem informasi berbasis digital," tukasnya.
(dte/iwd)