Warga Desa Pohsangit Lor, Wonomerto, Probolinggo mempunyai cara unik menyambut musim kemarau. Musim kemarau disambut dengan menggelar balap marmut.
Puluhan anak-anak, remaja, hingga orang dewasa antusias mengikuti lomba balap marmut. Selain menyambut datangnya kemarau, permainan rakyat itu juga bertujuan agar anak-anak tak kecanduan gadget.
Segala persiapan dilakukan peserta untuk mengikuti lomba tersebut. Mulai dari membawa ramuan herbal hingga latihan rutin agar marmutnya bisa menang. Kemudian saat dibawa untuk dilombakan, marmut ditempatkan di sangkarnya yang unik, mulai minimalis hingga bentuk ukiran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sama seperti lomba balap pada umumnya, setiap peserta terlebih dulu melakukan pemanasan dengan berjalan di dalam lintasan, pemanasan ini sekaligus agar marmut mengenali lintasan.
![]() |
Usai melakukan pemanasan, peserta mendaftarkan marmut-marmutnya yang ikut balapan. Nama-nama marmut yang ikut lomba juga unik, di antaranya bernama Pancong Temor, Sang Kelap hingga Alap-alap.
Sekali start dua marmut dilepas, untuk menaklukkan lintasan kotak sepanjang 40 meter dengan lebar 1,5 meter. Siapa yang lebih dulu tiba digaris finish, maka dialah pemenangnya. Tapi tidak jarang ada marmut yang berbelok arah.
Panitia lomba balap marmut Samsul Arifin mengatakan sejatinya, lomba balap marmut diselenggarakan oleh warga yang hobi balap marmut. Namun kemudian hobi itu menjadi tradisi lokal.
Hingga akhirnya dilombakan rutin saat musim kemarau tiba dengan tujuan selain untuk bersenang-senang, juga untuk meminimalisir bahaya gadget pada anak-anak.
![]() |
"Animo warga sangat tinggi dengan adu balap marmut, buktinya para peserta tidak hanya berasal dari daerah lokal Probolinggo saja, ada juga yang dari Lumajang dan Jember. Jika menang, biasanya marmut ditawar mahal, bisa harga Rp 3 juta," terang Samsul kepada detikJatim, Senin (15/5/2023).
Peserta Asal Lumajang Saiful Anam mengatakan dirinya membawa belasan marmut andalannya. Marmut yang ia bawa sering kali menjuarai perlombaan balap marmut, hingga ditawar dengan harga yang cukup fantastis.
"Kami berharap, hobi pemilik marmut ini menjadi tradisi yang diwadahi, dengan membentuk komunitas resmi dari pemerintah setempat yang nantinya bisa menaungi, khususnya ketika warga punya agenda tahunan," ucapnya.
(abq/iwd)