Sepekan terakhir mata publik dibuat terbelalak dengan aksi sadis Slamet Tohari alias Mbah Slamet, dukun pengganda uang asal Banjarnegara, Jawa Tengah. Mbah Slamet membunuh 12 orang secara berantai dan menguburkannya di lahan perbukitan miliknya.
Kasus penipuan dukun pengganda uang berujung pada pembunuhan ini bukan yang pertama terjadi di Indonesia. Salah satu perkara dukun pengganda uang yang pernah menggegerkan publik adalah Taat Pribadi alias Dimas Kanjeng. Dimas Kanjeng ditangkap pada 22 September 2016.
Berdasarkan arsip detikcom, kedok Dimas Kanjeng terbongkar setelah dia menyuruh orang untuk menghabisi dua pengikutnya, Ismail Hidayah dan Abdul Gani. Alasannya karena Ismail dinilai telah merugikan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi yaitu membongkar aib padepokan.
Pada 2 Februari 2015, Ismail akhirnya dihabisi di Jalan Raya Paiton, Probolinggo. Setelah itu, jenazah Ismail dimakamkan di Desa Tegalsono, Probolinggo, di sebuah lubang makam yang sudah disiapkan sebelumnya.
Ternyata, pada 5 Februari 2015, warga ternyata menemukan mayat Ismail. Perlahan, kasus pembunuhan itu terungkap. Komplotan pembunuhan suruhan Dimas Kanjeng ini membuat geger dan membuka kedok Padepokan Dimas Kanjeng.
Selain Ismail, Dimas Kanjeng juga membunuh Abdul Gani. Dia adalah Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng. Mayat Abdul Gani ditemukan pada 14 April 2016 di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah. Sehari sebelumnya, dia dibunuh di Probolinggo.
Melansir Antara, 29 September 2016, butuh waktu sekitar 5 bulan bagi polisi untuk mengungkap. Para pelaku mengaku membuang jasad Abdul Gani ke Wonogiri karena korban Ismal Hidayat yang dibunuh dan dikubur di Probolinggo ketahuan. Abdul Gani dihabisi karena mencoreng nama baik padepokan Dimas Kanjeng.
"Korban serng menjelek-jelekan pemimpin Dimas Kanjeng di luar padepokan dengan menyebutkan yang Taat Pribadi itu banyak, tapi tidak diberikan kepada orang yang meminjamkan uang itu untuk digandakannya. Kalau uangnya ada, kenapa tidak diberikan saja? Begitu kata korban kepada orang lain," jelas Kasubdit Jatanras Diteskrimum Polda Jatim saat itu, AKBP Taufik Herdiansyah.
Sembilan orang pelaku pembunuhan itu diperitah Dimas Kanjeng. Mereka adalah anggota Tim Pelindung yang menjadi orang-orang kepercyaan Dimas Kanjeng. Mereka mendapat bayaran Rp 320 juta. Masing-masing pelaku menerima Rp 30-40 juta.
Penangkapan Dimas Kanjeng tercatat terjadi pada era Kapolda Jatim Irjen Anton Setiadji. Dalam pengakuannya, Anton mengakui memang kesulitan untuk menangkap Dimas Kanjeng. Sebab, risiko bentrok dengan pengikutnya dan timbul korban sangat mungkin terjadi.
Untuk menangkap Dimas Kanjeng, Anton menyebut sampai melancarkan operasi senyap. Operasi ini bahkan telah disusun detail selama dua bulan sebelum eksekusi. Tujuannya, menghindari jatuhnya korban dari kedua belah pihak.
"Kami hindari adanya korban, prosedur kami lakukan dan tentunya harus hati-hati," kata Kapolda Jatim Irjen Anton Setiadji saat itu.
Operasi senyap ini dilaksanakan pada 22 September 2016,Kamis dini hari di padepokannya yang berada di RT 22 RW 08, Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo.
Namanya senyap, maka operasi dilakukan secara diam-diam agar tak bocor. Sebanyak 1.200 personel polisi, termasuk satuan Brimob dikerahkan ke Probolinggo.
Sebelum diberangkatkan, pasukan ini sempat apel di Mapolda Jatim, Jalan Ahamd Yani Surabaya, pada pukul 21.00 WIB, Rabu, 21 September 2016. Sejumlah wartawan yang biasa meliput di Polda sebenarnya tahu ada apel tersebut. Namun, banyak yang tak menyangka bahwa apel itu dipersiapkan untuk 'menjemput' Dimas Kanjeng.
Baca halaman selanjutnya.
Simak Video "Sidang Perdana, Mbah Slamet Serial Killer Terancam Hukuman Mati"
(dpe/dte)