Hitam Putih Samanhudi, Dari Robinhood hingga 2 Kali Mendekam di Bui

Tim detikJatim - detikJatim
Minggu, 29 Jan 2023 18:51 WIB
Eks Wali Kota Blitar Samanhudi saat digelandang di Mapolda Jatim. (Foto: Deny Prastyo Utomo/detikJatim)
Blitar -

Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah Kota Blitar, Samanhudi Anwar tak ubahnya sosok Robinhood. Dia yang memperjuangkan pendidikan gratis hingga subsidi bagi kaum duafa. Kini, Sang Robinhood itu mendekam di dalam bui untuk kedua kalinya.

Samanhudi Anwar lahir di Kota Blitar, 8 Oktober 1957. Darah Madura yang mengalir dari ayahnya yang asli Blega, Bangkalan membuatnya menjadi sosok yang keras dan ditakuti. Tak heran, sejak kecil Samanhudi telah bergumul dengan kehidupan gelap di Bumi Bung Karno ini.

Pergaulannya tak mengenal sekat, membuatnya banyak punya teman dekat. Samanhudi juga dikenal orang yang haus akan ilmu. Kegemarannya membaca, membuatnya mengenal dunia politik. Lantaran Kota Blitar merupakan salah satu basis massa PDI, maka Samanhudi pun mendapat banyak ilmu dari para sesepuh partai yang menjadi oposisi pada masa Orba itu.

Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 mengantarkan Samanhudi yang memilih ProMeg berangkat ke Jakarta. Dia disebut-sebut sebagai koordinator massa ProMeg Jatim yang meluruk ibukota dengan 8 bus. Angin politik berpihak ke Megawati waktu itu.

Dan jasa Samanhudi tak bisa dipandang setelah mata. Dia kemudian masuk dunia politik praktis sebagai anggota DPRD Kota Blitar dari fraksi PDIP. Gaya berpolitik Samanhudi yang blak-blakan namun menyuarakan kepentingan rakyat kecil membuat karier politiknya terang benderang. Hingga akhirnya menduduki jabatan sebagai Ketua DPC PDIP Kota Blitar sekaligus Ketua DPRD Kota Blitar (1999-2004).

Karier politik Samanhudi makin moncer ketika memenangkan kontestasi Pilwali Kota Blitar pada 2010 yang diusung PDIP. Berpasangan dengan Purnawan dari PKB, mereka menggelontorkan Program APBD Pro Rakyat. Program ini menjadi angin segar bagi warga kota karena meng-cover biaya pendidikan sejak Paud hingga SMA dan adanya subsidi sembako bagi janda dan lansia. Program pendidikan gratis ini disebut sebagai yang pertama di antara pemda-pemda yang ada di Jatim.

"Istilahnya anak sekolah itu hanya modal niat saja, karena mulai SPP, seragam, sepatu, tas, buku, sepeda sampai notebook semua gratis. Bahkan ada yang saku Rp 5.000 tiap hari," ungkap Bambang, warga Sananwetan kepada detikJatim, Minggu (29/1/2023).

Bahkan Samanhudi pernah melayangkan gugatan kepada Pemprov Jatim karena mengambil alih pengelolaan SMA. Secara resmi dia melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU No 23 tahun 2014 tentang Pengambilalihan Pengelolaan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ke Pemerintah Provinsi.

Sesuai ketentuan itu bahwa pengelolaan SMA dan SMK yang sebelumnya di Pemerintah Kabupaten/Kota beralih ke Pemerintah Provinsi. Peraturan itu berlaku mulai tahun 2016.

Alasan mendasar penolakan aturan tersebut, menurut Samanhudi, selain menghilangkan fasilitas pendidikan gratis, pengambilalihan kewenangan dituding sebagai pengebirian otonomi daerah.

"Saya yakin kalau SMA dikelola pemerintah provinsi, tidak akan dapat memberikan pendidikan gratis bagi warga saya," tegas Samanhudi dalam sebuah wawancara 7 Maret 2016.

Samanhudi merasa berdosa jika anak-anak Kota Blitar tak bisa sekolah. Baca halaman selanjutnya.



Simak Video "Video Kisah Dion Widjaja: Dari Karier di Australia ke Raja Bakso Rusuk"

(fat/dte)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork