Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah Kota Blitar, Samanhudi Anwar tak ubahnya sosok Robinhood. Dia yang memperjuangkan pendidikan gratis hingga subsidi bagi kaum duafa. Kini, Sang Robinhood itu mendekam di dalam bui untuk kedua kalinya.
Samanhudi Anwar lahir di Kota Blitar, 8 Oktober 1957. Darah Madura yang mengalir dari ayahnya yang asli Blega, Bangkalan membuatnya menjadi sosok yang keras dan ditakuti. Tak heran, sejak kecil Samanhudi telah bergumul dengan kehidupan gelap di Bumi Bung Karno ini.
Pergaulannya tak mengenal sekat, membuatnya banyak punya teman dekat. Samanhudi juga dikenal orang yang haus akan ilmu. Kegemarannya membaca, membuatnya mengenal dunia politik. Lantaran Kota Blitar merupakan salah satu basis massa PDI, maka Samanhudi pun mendapat banyak ilmu dari para sesepuh partai yang menjadi oposisi pada masa Orba itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 mengantarkan Samanhudi yang memilih ProMeg berangkat ke Jakarta. Dia disebut-sebut sebagai koordinator massa ProMeg Jatim yang meluruk ibukota dengan 8 bus. Angin politik berpihak ke Megawati waktu itu.
Dan jasa Samanhudi tak bisa dipandang setelah mata. Dia kemudian masuk dunia politik praktis sebagai anggota DPRD Kota Blitar dari fraksi PDIP. Gaya berpolitik Samanhudi yang blak-blakan namun menyuarakan kepentingan rakyat kecil membuat karier politiknya terang benderang. Hingga akhirnya menduduki jabatan sebagai Ketua DPC PDIP Kota Blitar sekaligus Ketua DPRD Kota Blitar (1999-2004).
Karier politik Samanhudi makin moncer ketika memenangkan kontestasi Pilwali Kota Blitar pada 2010 yang diusung PDIP. Berpasangan dengan Purnawan dari PKB, mereka menggelontorkan Program APBD Pro Rakyat. Program ini menjadi angin segar bagi warga kota karena meng-cover biaya pendidikan sejak Paud hingga SMA dan adanya subsidi sembako bagi janda dan lansia. Program pendidikan gratis ini disebut sebagai yang pertama di antara pemda-pemda yang ada di Jatim.
"Istilahnya anak sekolah itu hanya modal niat saja, karena mulai SPP, seragam, sepatu, tas, buku, sepeda sampai notebook semua gratis. Bahkan ada yang saku Rp 5.000 tiap hari," ungkap Bambang, warga Sananwetan kepada detikJatim, Minggu (29/1/2023).
Bahkan Samanhudi pernah melayangkan gugatan kepada Pemprov Jatim karena mengambil alih pengelolaan SMA. Secara resmi dia melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU No 23 tahun 2014 tentang Pengambilalihan Pengelolaan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ke Pemerintah Provinsi.
Sesuai ketentuan itu bahwa pengelolaan SMA dan SMK yang sebelumnya di Pemerintah Kabupaten/Kota beralih ke Pemerintah Provinsi. Peraturan itu berlaku mulai tahun 2016.
Alasan mendasar penolakan aturan tersebut, menurut Samanhudi, selain menghilangkan fasilitas pendidikan gratis, pengambilalihan kewenangan dituding sebagai pengebirian otonomi daerah.
"Saya yakin kalau SMA dikelola pemerintah provinsi, tidak akan dapat memberikan pendidikan gratis bagi warga saya," tegas Samanhudi dalam sebuah wawancara 7 Maret 2016.
Samanhudi merasa berdosa jika anak-anak Kota Blitar tak bisa sekolah. Baca halaman selanjutnya.
Balas Dendam Samanhudi dan Janji APBD Pro Rakyat Jilid 3
Pemkot Blitar selama kepemimpinannya, tambah Samanhudi, sudah mampu memberikan fasilitas sepatu, seragam, buku, alat tulis, hingga jemputan bus sekolah yang semuanya gratis. Selain itu siswa juga memperoleh tas, tablet, pembebasan SPP hingga uang gedung.
UU itu dinilainya sangat bertentangan dengan kebijakan yang merupakan bentuk dari APBD Pro Rakyat jilid pertama yang berlanjut pada jilid kedua atau periode 2016-2021.
"Berdosa saya kalau anak Kota Blitar bodoh karena ndak mampu sekolah. Tahun ini saja, Pemkot Blitar telah mengalokasikan anggaran Rp 25 miliar untuk dibagikan kepada pelajar sebagai uang saku," tambahnya.
Tak hanya memikirkan kebutuhan dasar sekolah bagi warganya. Samanhudi juga memberikan subsidi sembako bagi lansia dan janda setiap bulan, kesehatan gratis dan subsidi kematian. Bahkan pria yang mau di vasektomi akan mendapatkan uang kompensasi Rp 1 juta.
Tak heran, banyak yang menilai Samanhudi bukan hanya pimpinan, namun juga Robinhoodnya warga Kota Blitar.
"Pak Hudi itu seperti Robinhood. Kami tidak tahu dia dapat uang dari mana. Tapi rakyat kopen ora ono sing keluwen," kata Eni, warga Kepanjen kidul.
Masa suram Samanhudi ketika ditangkap KPK tahun 2018, kemudian kembali ditangkap polisi karena diduga terlibat perampokan rumdin Walkot Blitar nyatanya tak lantas menghapus jejak jasanya di mata kaum pinggiran.
Bahkan ketika baru bebas dari Lapas Sragen (10/10/2022) Samanhudi lantang bicara, akan balas dendam ke politik dengan tujuan meneruskan APBD Pro Rakyat Jilid 3.
"Saya akan terjun ke politik. Saya akan balas dendam atas kezaliman politik, karena saya harus berjuang melanjutkan APBD Pro Rakyat Jilid 3," tandasnya
Simak Video "Babak Baru Kasus Perampokan Rumah Walkot Blitar, Eks Walkot Tersangka"
[Gambas:Video 20detik]
(fat/dte)