3 Pengungsi Rohingya Bertahan di Blitar hingga Menikahi Warga Lokal

3 Pengungsi Rohingya Bertahan di Blitar hingga Menikahi Warga Lokal

Erliana Riady - detikJatim
Selasa, 03 Jan 2023 22:30 WIB
Pria bertraining biru satu di antara pengungsi Rohingya yang bertahan dan menikahi perempuan Blitar
Pria bertraining biru satu di antara pengungsi Rohingya yang bertahan dan menikahi perempuan Blitar. (Foto: Erliana Riady/detikjatim)
Blitar -

Nasib pengungsi Rohingya yang berada di Blitar masih terkatung-katung. Saat ini mereka menunggu kebijakan pemerintah Australia untuk membuka kembali Pulau Christmas sebagai jujukan pengungsi.

Lima pengungsi Rohingya itu ditemukan pihak Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas II non-TPI Blitar yang wilayahnya meliputi Kab/Kota Blitar dan Tulungagung. Dari kelima pengungsi itu hanya ada 3 yang masih teridentifikasi lokasi keberadaan mereka.

"Mereka terdata sudah sejak lama oleh pejabat pendahulu kami. Saat kami kroscek 3 orang itu lokasinya sama. Dua ini tidak masuk wilayah kami. Jadi kelimanya WN Myanmar, betul pengungsi Rohingya," ujar Kasi Intelijen dan Penindakan Kanim Blitar Raden Vidiandra kepada detikJatim, Selasa (3/1/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data yang tercatat di Kanim Blitar satu pengungsi masih bertahan di Kecamatan Wonotirto, Blitar. Satu lagi tinggal di Besuki, Kabupaten Tulungagung, dan satu lainnya bertahan di Ngunut, Tulungagung.

Sedangkan dua pengungsi Rohingya yang sebelumnya terdeteksi di Besuki, Kabupaten Tulungagung telah berpindah tempat. Satu lagi masih bertahan di Trenggalek yang sekarang bukan wilayah kerja Kanim Blitar lagi. Karena telah berubah masuk wilayah kerja Kanim Ponorogo.

ADVERTISEMENT

Vidi menambahkan keberadaan pengungsi Rohingya itu ada di bawah perlindungan dan merupakan tanggung jawab UNHCR dan Pemda setempat. Mereka diberi waktu dan tempat sebelum mendapatkan negara ketiga atau negara tujuan.

Mereka terpaksa balik kanan dan mencari lokasi untuk bertahan karena pemerintah Australia belum membuka Pulau Christmas bagi para pengungsi baru. Pesisir Blitar selatan merupakan satu di antara pilihan para pengungsi.

Saking lamanya waktu mereka menunggu ketiga pengungsi ini kemudian menikah dengan perempuan di lokasi pengungsian. Mereka bahkan sudah mempunyai anak, berbaur dengan warga lokal, bahkan menjadi petani penggarap lahan.

Namun karena izin tinggal mereka di wilayah Indonesia tidak ada maka status perkawinan mereka dengan perempuan Indonesia tidak bisa tercatat secara legal formal.

"Pernikahan mereka tidak bisa dicatat negara. Sehingga status perkawinannya sesuai syariat Islam adalah nikah siri. Saya melihat mereka sudah nyaman hidup disini," ungkapnya.

Walaupun pengungsi itu merasa sudah nyaman tinggal di Blitar dan Tulungagung, mereka tidak bisa menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Butuh proses yang sangat panjang dan sulit untuk pengurusannya.

Berdasarkan Perpres 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri, seorang pengungsi tidak dapat memohon menjadi WNI seusai ketentuan yang berlaku.

"Sementara hasil wawancara kami, mereka merasa nyaman berada di Indonesia. Bahkan mereka sudah fasih berbahasa Jawa dan Indonesia. Namun sesuai UU nomor 12 tahun 2006, tidak memungkinkan mereka menjadi WNI," tukas Vidi.

Para pengungsi itu hanya bisa menunggu kebaikan pemerintah Australia membuka kembali Pulau Christmas dan menjadikan para pengungsi itu sebagai Warga Negara Australia.

Pulau Christmas dari pusat pemerintahan Australia mencapai 2.600 kilometer atau 1.600 mil. Dengan alasan jarak yang amat dekat dari Pulau Jawa, maka banyak pengungsi dan imigran gelap berharap mencapai pulau itu tak peduli bahaya gelombang laut yang luar biasa.




(dpe/dte)


Hide Ads