Etnis Rohingya, yang mayoritas beragama Muslim, terus menghadapi penderitaan akibat konflik di Myanmar. Untuk menghindari penganiayaan, mereka melarikan diri ke negara-negara tetangga seperti Bangladesh, serta menempuh perjalanan laut yang berbahaya ke negara mayoritas Muslim lainnya, termasuk Malaysia dan Indonesia. Berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 2.800 pengungsi Rohingya saat ini berada di Indonesia.
Mengutip dari detikNews, di Pekanbaru, sekitar 1.000 pengungsi Rohingya kini menghadapi ketidakpastian akibat keputusan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), badan PBB yang menangani pengungsi, untuk memangkas bantuan kesehatan dan ekonomi bagi mereka.
Keputusan ini terungkap melalui surat resmi IOM yang diterbitkan pada 28 Februari 2025. "Karena keterbatasan sumber daya, IOM tidak dapat memberikan bantuan layanan kesehatan dan bantuan uang tunai untuk 925 pengungsi Rohingya yang saat ini masih berada di Pekanbaru mulai 5 Maret 2025," demikian isi surat yang ditandatangani oleh wakil kepala misi IOM. Meski demikian, bantuan bagi kelompok yang paling rentan tetap akan diberikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
IOM menjelaskan bahwa keputusan ini merupakan dampak dari penghentian pendanaan oleh Amerika Serikat terhadap lembaga-lembaga bantuan luar negeri. Pemotongan dana ini juga berdampak pada staf, operasi, dan pihak yang dilayani oleh organisasi tersebut.
Satu-satunya Bantuan bagi Pengungsi Rohingya
Chris Lewa, Direktur Arakan Project, sebuah organisasi kemanusiaan Rohingya, turut mengonfirmasi pemangkasan dana tersebut. "IOM mengkonfirmasi kepada saya bahwa hal ini disebabkan oleh pemotongan dana dari Amerika Serikat," ujarnya. Hingga saat ini, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta belum memberikan tanggapan resmi terkait hal ini.
Pengungsi Rohingya di Pekanbaru sudah mengetahui pemangkasan bantuan ini. "Mereka telah menginformasikan kepada para pengungsi bahwa IOM tidak akan lagi memberikan tunjangan tunai. Itu adalah satu-satunya bantuan untuk para pengungsi agar dapat bertahan hidup, karena mereka tidak diizinkan untuk bekerja," kata Abdu Rahman, seorang pengungsi Rohingya berusia 26 tahun di Pekanbaru. Rahman mengungkapkan bahwa tunjangan bulanan yang sebelumnya mereka terima adalah 61,24 dolar AS atau sekitar satu juta rupiah per orang.
Baca juga: Ambisi Donald Trump Kuasai Greendland |
Antara Kemanusiaan dan Kepentingan Nasional
Hadi Sanjoyo, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Pemerintah Kota Pekanbaru, menyatakan bahwa pihaknya tengah berusaha menjajaki kerja sama dengan organisasi non-profit setempat untuk mengatasi situasi ini. Ia mengkhawatirkan potensi ketegangan antara pengungsi dan masyarakat lokal. "Mereka adalah saudara-saudara kita juga," ujar Sanjoyo. "Kemanusiaan melampaui batas-batas negara."
Indonesia memiliki regulasi yang mengatur penanganan pengungsi dengan memperhatikan ketentuan hukum internasional. Namun, hingga saat ini, Indonesia belum meratifikasi Konvensi 1951 tentang Pengungsi. Beberapa pasal dalam konvensi tersebut, seperti hak pengungsi untuk bekerja, memiliki rumah, dan mendapatkan pendidikan, masih dianggap sulit diterapkan karena bertentangan dengan kepentingan nasional yang ingin dijaga.
Artikel ini telah tayang di detikNews.
(ita/sud)