Jelang Tahun Politik, Pengamat UB Sebut Pemilih Indonesia Melodramatik

Jelang Tahun Politik, Pengamat UB Sebut Pemilih Indonesia Melodramatik

Erliana Riady - detikJatim
Senin, 31 Okt 2022 17:45 WIB
Pengamamt politik UB Wawan Sobari
Pengamat Politik Universitas Brawijaya, Wawan Sobari (Foto: Erliana Riady-detikJatim)
Blitar -

Gerakan Pancasila ingin parpol manut dengan pilihan rakyat, jika tak ingin ditinggalkan pemilihnya. Hal ini senada dengan pengamat politik yang mengingatkan tipe pemilih Indonesia yang melodrama.

Koordinator Gerakan Pancasila, Joko Kanigoro mengajak calon pemilih punya posisi bargain dengan parpol. Jika selama ini parpol memaksa rakyat memilih kandidat yang direkomendasikan parpol, maka jelang tahun politik 2024 ini dia mengajak rakyat mendobrak budaya itu.

"Saatnya kita yang ganti memaksa parpol untuk mendukung pemimpin atas kehendak rakyat. Kalau gak mau, ya siap-siap saja tumbang," kata Joko saat memberi kado Ganjar Pranowo dengan gelar Bapak Pancasilais di Blitar, Minggu (30/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam beberapa survei, elektabilitas Ganjar Pranowo memang terus naik jika dibandingkan calon-calon pada Pilpres 2024 mendatang. Dukungan kepada Gubernur Jateng itu menguat disampaikan secara langsung oleh berbagai komunitas dan organisasi masyarakat. Sementara PDIP, parpol yang menaungi karir politik Ganjar, masih kelihatan belum memberi lampu hijau dan condong menonjolkan Puan.

Pengamat Politik Universitas Brawijaya (UB), Wawan Sobari menilai, fenomena ini tidak aneh dan hal yang wajar. Karena sebagai konsekuensi Amandemen UUD 45, ketika presiden dipilih langsung oleh rakyat. Apalagi dalam teori presidensialisasi atau personalisasi politik, pilihan rakyat lebih condong ke figur bukan parpol pengusungnya.

ADVERTISEMENT

Hal ini terjadi, pertama karena UUD 45 dan UU Pilpres menentukan, bahwa rakyat memilih individu presiden. Bukan partai pengusungnya. Faktor kedua, parpol di Indonesia merupakan partai one man one vote yang paling murni. Artinya, suara siapapun tanpa memandang kasta akan dihitung sama.

"Disitulah sebenarnya kekuatan rakyat muncul. Bahkan lebih besar dari kekuatan parpol," tandas Dosen Politik Fisip UB kepada detikJatim, Senin (31/10/2022).

Wawan berpendapat, semakin kesini rakyat akan memilih dengan logika rasional dan kedekatan emosi. Ini terbukti dalam Pilkada Kabupaten Blitar, dimana pemenangnya adalah Rijanto (2014-2019), sosok pemimpin yang punya kedekatan dengan rakyat. Selanjutnya digantikan Mak Rini (2019-2024), yang bisa mendekati rakyat dan fatayat NU dengan massif.

"PDIP Kabupaten Blitar kemudian memang ditinggalkan pemilihnya kan," ungkapnya.

Evolusi teknologi digital juga disebut Wawan membuat lingkungan komunikasi politik negeri ini berubah. Dengan media sosial, memungkinkan publik (baca netizen) bisa menjadi komunikato, yang dulu hanya bisa dilakukan media massa. Mereka bisa menyampaikan pendapatnya secara langsung. Rakyat yang dulunya hanya sebagai komunikan, dengan adanya medsos ini berubah bisa menjadi komunikator.

"Sekarang pesan sudah tidak bisa di drive komunikator (timses), tapi rakyat sudah bisa mempengaruhi kontennya. Kalau parpol masih memaksakan pola lama, yang terjadi akan seperti Pemilu 2004. Rakyat lebih bersimpati kepada SBY, membuatnya menang. Dan Pemilu 2009 tak tergoyahkan, karena rakyat merasakan kinerjanya memperbaiki perekonomian," paparnya gamblang.

Tipe Pemilih Indonesia Melodramatik

Wawan Sobari melihat secara nyata, Jokowi mania menyatakan akan mengalihkan suara ke Ganjar Pranowo dalam kontestasi Pilpres 2024 mendatang. Hasil survey-pun juga menunjukkan demikian. Hal ini menjadi bukti pegangan parpol untuk meraih kemenangan kandidatnya.

Namun Wawan melihat, PDIP tidak menghalangi langkah Ganjar. Justru itu strategi lama PDIP seolah menganak-tirikan. Tapi sebenarnya justru mendongkrak elektabilitas Ganjar .

"Ingat, pemilih Indonesia itu melodramatik. Dalam masyarakat melodramatik, mereka akan mudah kasihan, mudah berubah dan mudah lupa. Itu ciri dalam teori, bukan saya yang bilang. Dan sekarang, kita sedang memainkan politik melodramatik itu," tegasnya.

Wawan yakin, akan ada titik kompromi PDIP dengan Ganjar Pranowo. Buktinya, ketika Ganjar menyatakan siap jadi Capres 2024, PDIP hanya mendapat teguran lisan. Wawan menduga, itu bukan murni dari Ganjar. Melainkan bagian konstruksi oleh PDIP.

"Karena PDIP bisa mencalonkan sendiri.Tren Ganjar terus naik dan dipasangkan dengan siapapun akan bagus. Anies sebenarnya sama, tapi makin terbatas," ulas Wawan.

Soal parpol akan ditinggalkan pemilih jika tidak sesuai aspirasi rakyat, menurut Wawan sudah wajar terjadi. Karena perilaku pemilih ditentukan oleh institusi formal berupa aturan bahwa rakyat bisa memilih figur, bukan partai. Sehingga rakyat akan memilih dengan logika rasional dan emosionalnya. Lalu, Wawan juga mengungkap hasil studi di Indonesia yang menyatakan, identifikasi dan angka loyalitas kepada parpol makin menurun sejak Pemilu 1999.

"Ini karena apa, presidensialisasi itu memilih kandidat figur, bukan parpol," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(abq/fat)


Hide Ads