Hari Kesehatan Jiwa Sedunia: Remaja Paling Rentan Alami Gangguan Kejiwaan

Hari Kesehatan Jiwa Sedunia: Remaja Paling Rentan Alami Gangguan Kejiwaan

Esti Widiyana - detikJatim
Senin, 10 Okt 2022 18:28 WIB
WHO: Masalah Kesehatan Mental di Dunia Meningkat Tajam Selama Pandemi
Ilustrasi. (Foto: DW/News)
Surabaya -

Pada peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2022 kali ini, Indonesia berada di urutan ke-6 dari keseluruhan tingkat dunia dalam hal gangguan kesehatan mental dan kejiwaan. Usia paling rentan mengalami gangguan kesehatan mental adalah remaja.

Psikiater anak dan remaja RSU dr Soetomo Dr dr Yunias Setiawati SpKJ(K) mengatakan kesehatan mental sebenarnya adalah komponen vital dalam hidup makhluk sosial.

Menurut data yang dipaparkan WHO pada 2019 ada 1 dari setiap 8 orang di dunia yang disinyalir mengalami gangguan kesehatan mental. Bahkan banyak di antaranya masuk dalam kategori depresi dan gangguan cemas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Data terbaru menyatakan, pada 2020 jumlah orang mengalami gangguan kesehatan mental meningkat signifikan. Terutama akibat tekanan yang terjadi selama pandemi COVID-19.

"Hal inilah yang harus menjadi perhatian bagi kita semua agar ke depannya kondisi ini bisa membaik. Dimulai dari lingkungan terdekat kita, karena semua orang bisa memegang peranan masing-masing," kata dr Yunias kepada detikJatim, Senin (10/10/2022).

ADVERTISEMENT

Namun, kesehatan mental di Indonesia masih sering dipandang sebelah mata masyarakat. Sebagian besar orang masih merasa bahwa kesehatan mental itu nomor ke sekian dibandingkan kesehatan fisik yang memiliki tanda dan gejala lebih jelas dan nyata.

"Padahal sebenarnya baik kesehatan mental dan fisik adalah sebuah keterkaitan yang tidak bisa dipisahkan. Saling berpengaruh satu sama lain sesuai peribahasa di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat," ujar Dosen Ilmu Kesehatan Jiwa FK Unair ini.

Saat ini pasien dengan kesehatan mental semakin meningkat jumlahnya. Peningkatan yang terjadi di Indonesia ditunjukkan dengan urutan ke-4 daftar negara dengan tingkat depresi tertinggi di dunia, sedangkan urutan ke-6 untuk gangguan kesehatan mental dan kejiwaan secara keseluruhan.

Ada sejumlah faktor yang sedikit banyak akan mempengaruhi. Di antaranya faktor sosial yaitu kemiskinan, masalah finansial. Demikian juga faktor biologis, seperti genetic dan faktor psikologis, seperti putus asa, trauma, atau anak yang kurang perhatian dari orang tua.

"Kondisi gangguan kesehatan mental paling sering didapatkan pada usia remaja, di mana pada usia itu seseorang umumnya akan sangat penasaran dengan perkembangan sosial dan berbagai trend yang ada. Seringkali hal itu ditelan mentah-mentah tanpa memperhatikan detail baik atau buruk informasi yang didapat. Maka dari itu, pendampingan psikologis yang nyata seyogyanya kita berikan pada populasi anak remaja itu, sehingga bisa selalu mengarah ke hal positif," jelasnya.

Sebagian kalangan masih saja beranggapan bahwa kesehatan mental adalah suatu hal yang tabu untuk dibicarakan dan sangat sensitif. Oleh sebab itu banyak yang memilih lebih baik memendam sendiri, bahkan malu untuk meminta bantuan ke psikiater.

Hal inilah yang pelan-pelan selalu dikenalkan melalui edukasi secara berulang-ulang ke masyarakat. Di mana psikiater merupakan teman bagi mereka yang membutuhkan pendampingan dalam hal menjaga kesehatan mental, khususnya para kawula muda.

"Lebih-lebih pada kesehatan mental, khususnya di kalangan remaja. Mengapa demikian? Karena fase remaja merupakan salah satu hal yang krusial dalam kehidupan manusia, karena di masa remaja itulah setiap insan sedang sangat gencar dalam mencari jati diri. Maka dari itu secara sederhana kunci menjaga kesehatan mental adalah selalu berusaha berpikir positif, mencari lingkungan pertemanan yang sehat (non toxic), dan jangan malu segera mencari pertolongan jika mengalami gangguan kesehatan mental ke psikiater terdekat," ujarnya.




(dpe/fat)


Hide Ads