Kasus kekerasan dan pelecehan pada anak di Kota Surabaya meningkat. Kasus itu meningkat sekitar 24 persen sejak Januari hingga Juni tahun 2022.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Surabaya, Tomi Andriyanto menjelaskan hal itu berdasarkan hasil verifikasi DP3A Jatim hingga Juli 2022. Dia mengatakan bahwa kekerasan seksual mencapai 66 kasus. Rinciannya, 15 kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), 46 kasus non KDRT dan 2 kasus perdagangan manusia (trafficking).
"Kasus yang terlaporkan dan ditangani sebanyak 66 kasus. Kemudian, dalam periode yang sama yaitu bulan Januari-Juni tahun 2021 terdapat 50 kasus, tahun 2022 terdapat 66 kasus. Dimana ada peningkatan kasus sebanyak 16 kasus atau sekitar 24 persen," kata Tomi kepada wartawan kepada wartawan di Graha Bunda Paud, Rabu (27/7/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tomi mengatakan pada kondisi pandemi yang mulai melandai terdapat peningkatan kasus kekerasan dan pelecehan pada anak. Penyebabnya yakni masalah ekonomi dan sosial di masyarakat.
"Contoh kasus orang tua yang sampai membanting anaknya dan segala macam. Fenomena seperti itu juga memang karena kondisi masyarakat yang tidak normal menjadi normal (akibat pandemi)," ujarnya.
Dia menjelaskan kasus kekerasan paling banyak dialami di lingkungan rumah sekitar. Yakni pelakunya merupakan orang di sekitar tempat tinggal korban.
"Oleh karena itu kita minta RT/RW, kader Surabaya hebat (KSH) lebih peduli lagi terhadap lingkungannya. Gaya metropolis cuek, tidak mau tahu terhadap lingkungan dan tetangga yang harus dihilangkan. Harus lebih peduli dengan permasalahan sosial yang ada di lingkungan masing-masing," jelasnya.
Pelaku pelecehan seksual juga banyak dari orang terdekat atau keluarga. Oleh karena itu perlunya dukungan dari masyarakat sekitar untuk lebih peduli dengan lingkungannya. Terutama untuk orang tua agar lebih mengawasi anak-anaknya.
"Iya lingkungan sekitar (pelaku pelecehan), bisa tetangga, pihak keluarga mereka juga. Seperti kasus di Rangkah itu tetangga (pelaku) di depan," urainya.
"Permasalahan kita bagi dua. Menyangkut masalah keluarga (KDRT), eksploitasi anak, penelantaran anak, anaknya disuruh ngamen) dan permasalahan sosial (anaknya ngamen, melakukan kenakalan, bolos sekolah, nakal di fasum)," pungkasnya.
(hse/iwd)