Kesuksesan Aneka Ria Srimulat dalam pentas permanen pertama di Taman Ria Remaja, Senayan, Jakarta pada 10 Oktober 1981 tak lepas dari keyakinan Asmuni. Pelawak kelahiran Jombang bernama asli Toto Asmuni itulah yang mendapat tugas menyurvei lokasi bersama Dadang Sugiatno, rekannya.
Ketika grup Srimulat masih dilanda kesedihan karena kehilangan salah satu pelawak terbaik asal Malang, Abimanyu, pendiri Srimulat Teguh Slamet Rahardjo dan Asmuni berupaya tetap tegar dalam memimpin 'Tim Jakarta'.
Dua pekan setelah tragedi 11 Maret 1981 itu, Teguh dan Asmuni memimpin 'Tim Jakarta' untuk memenuhi jatah pentas di Taman Ismail Marzuki yang rutin digelar 4 bulan sekali. Bersamaan itu Teguh terus melirik panggung permanen untuk Srimulat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum memantapkan diri di Taman Ria Remaja Senayan, Teguh sempat melirik lokasi panggung di kawasan Senopati, Kebayoran Baru. Sayang, meski strategis, lokasi itu dia anggap tidak ditunjang luas tanah yang cukup.
Teguh, Sang Maestro pertunjukan lawak Tanah Air memiliki gambaran tempat ideal untuk pentas tetap Srimulat di Jakarta. Idealnya, Srimulat Jakarta membutuhkan tanah seluas 3.000 meter persegi dengan gedung pertunjukan memadai dan parkir yang lega.
![]() |
Pilihan kembali jatuh di Taman Ria Remaja Senayan. Pertengahan Juli 1981 ketika Tim Srimulat kembali manggung di Taman Ismail Marzuki, Teguh mengutus Asmuni dan Dadang Sugiatno meninjau kompleks rekreasi itu.
"Pagi siang malam. Kedua orang kepercayaan Teguh tersebut ternyata tidak melihat keramaian apa-apa di sana, kecuali hanya hamparan taman dan kolam yang tenang, serta pasangan muda-mudi yang tengah asyik 'unjuk rasa'," catat Herry Gendut Janarto di dalam buku Teguh Srimulat Berpacu dalam Komedi dan Melodi (1990).
Suasana yang terlalu syahdu, lengang, tanpa hingar bingar pasar malam atau pusat perbelanjaan, juga terbatasnya angkutan umum dan akses yang terlalu mblusuk sempat menciutkan hati Asmuni dan Dadang. Tapi mereka laporkan pengamatan itu apa adanya kepada Teguh.
Teguh sempat menanyakan kepada keduanya tentang keyakinan mereka. Asmuni menjawab mantap, dia yakin bagaimana pun keadaan gedungnya, Srimulat akan tetap diterima oleh masyarakat Jakarta. Teguh mengamini itu. Sang Maestro memiliki keyakinan yang sama.
Dhuar! Pertunjukan pertama di Taman Ria Remaja Senayan pada Oktober 1981 itu pecah. Penonton berjubel memenuhi tempat duduk dan ucapan selamat dari para pelawak Ibu Kota mengalir deras ke tangan Teguh. Sukses besar!
Setelah perhelatan pertama itu, hampir setiap malam pertunjukan Srimulat selalu padat penonton. Para tukang catut atau calo tiket di sekitar panggung turut kebanjiran rezeki. Penonton Aneka Ria Srimulat selalu membludak dan meledak!
Namun, tragedi kembali mewarnai gegap gempita Srimulat Jakarta pada hari-hari pertama manggung permanen. Tikno, pelawak asal Yogya bertubuh tipis bermata satu karena kecelakaan bus di jalur Jombang-Solo, meninggal.
Baru tiga hari menetap di Jakarta, Tikno masuk RS Cipto Mangunkusumo karena radang usus buntunya kambuh. Ketika hendak dioperasi, lhadalah, pelawak kerempeng itu malah kabur dari rumah sakit dan kembali ke Taman Ria Remaja.
Di sekitar lokasi itulah Tikno terpeleset dan tercebur ke dalam kolam ketika ketahuan teman-temannya. Ia sempat dibawa ke rumah penginapan Srimulat di Sukabumi Ilir, Kebon Jeruk, Jakarta Barat tapi beberapa jam kemudian akhirnya berpulang dan kembali menguras air mata para pelawak Srimulat Jakarta.
Teguh amat terpukul. Tikno dan juga Abimanyu tidak lagi berada di tengah rekan-rekannya yang mulai menetap di Jakarta. Padahal, sebelumnya, keduanya sama-sama ikut jatuh bangun ketika Srimulat masih pentas keliling.
![]() |
Empat bulan pertama menetap di Jakarta, ledakan penonton tak mengendur sedikit pun. Teguh memutuskan dua kali pentas setiap malam Minggu. Sambutan masyarakat kontan berlipat ganda. Namun, pertunjukan dua kali dalam sehari itu membuat tempat parkir menjadi kacau balau.
Mobil-mobil yang hendak keluar dari Taman Ria Remaja Senayan usai pertunjukan pertama terhalang arus mobil yang akan masuk untuk pertunjukan kedua. Macet total. Teguh terpaksa mengembalikan pentas malam Minggu cuma sekali saja.
Tak hanya sukses di Taman Ria Remaja, Srimulat Jakarta mulai kebanjiran undangan main di luar panggung. Teguh pun kewalahan memilih dan membagi pelawak di Tim Jakarta yang terbatas jumlahnya.
Para pelawak dari Srimulat Surabaya yang bermarkas di Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya, juga Srimulat Solo dipanggil ke Jakarta. Mereka adalah Tarzan, Tessy, Bendot, Timbul, Basuki, Kadir, Subur, Nunung, dan Susy yang sebenarnya tidak dipersiapkan untuk 'Tim Jakarta'.
Dengan jumlah personil yang semakin banyak dan lengkap, Srimulat Jakarta pun tumbuh menjadi industri lawak yang dahsyat. Apalagi ditunjang promosi dan publikasi gratis lewat pemberitaan di koran-koran dan majalah.
Bahkan, mulai awal 1982, TVRI turut memberi jatah penyiaran untuk Srimulat setiap sebulan sekali selama 55 menit. Itu menjadi penghargaan luar biasa bagi Aneka Ria Srimulat mengingat grup lawak lain cuma nyempil di televisi sebagai selingan.
"Saya senang lawakan Srimulat bisa tampil di TV Stasiun Pusat secara ajeg. Ini berarti nama Srimulat mengorbit ke tingkat nasional," ujar Teguh saat itu sebagaimana dikutip oleh Herry Gendut Janarto di bukunya.
Pada masa setelah itu hingga 1985, Srimulat Jakarta telah merajai dunia lawak Tanah Air dengan turut terlibat dalam industri film. Nama Gepeng mendadak moncer dengan celetukannya 'Untung Ada Saya'.
Selanjutnya, pada sekitaran 1983-1984, Ir Ciputra yang saat itu memimpin PT Pembangunan Jaya (pengelola Taman Ria Remaja, Senayan) berkenan membangun gedung baru senilai lebih dari Rp 150 juta untuk Srimulat Jakarta.
Gedung berwarna kuning dan oranye itu berlokasi 50 meter dari gedung lama dan berada di tengah kolam. Mirip sebuah pulau. Kapasitas tempat duduknya pun mencapai 1.100 orang.
Tepat pada 27 Juli 1984, Srimulat Jakarta mulai pentas di gedung baru yang lebih megah dari sebelumnya. Rezeki terus mengucur seperti air terjun. Setiap malam, uang yang masuk dari pertunjukan rutin rata-rata mencapi Rp3 juta. Padahal secara bertahap tarif tiket terus dinaikkan.
Sumber pemasukan lain juga lumayan besar. Datang dari hasil show di luar panggung. Baik di dalam, di luar Jakarta, bahkan di luar Jawa. Angka pendapatan dari job luar itu cukup fantastis di masa itu. Antara Rp 1 juta-Rp 4 juta setiap manggung dan hampir 40 kali dalam sebulan.
![]() |
"Di samping itu, uang juga mengalir deras lewat rupa-rupa produk rekaman kaset, video dan iklan. Belum lagi, ada beberapa nama seperti Asmuni, Subur, Paul, Triman, Budi SR, Basuki, Timbul, Bambang Usmanto, Bambang Siswanto, Slamet "Martini" Haryono, Sofia, dan lainnya--yang secara sendiri-sendiri--memperoleh tambahan penghasilan dari membintangi berbagai film. Fantastis!" Kata Herry Gendut Janarto.
Tahun-tahun pertama perjuangan Aneka Ria Srimulat di Ibu Kota membuahkan hasil yang sangat nyata. Para pelawak pun makin bergelimang harta. Sebut saja Gepeng yang pada tahun-tahun pertama itu mulai mengontrak rumah sendiri dan memiliki mobil pribadi.
Hingga sekitaran tahun 1985, Asmuni, Gepeng, Tarzan, Basuki, Timbul, Subur, Triman, Tessy, Jujuk, Sofia, dan beberapa nama lagi secara khusus sering diundang pentas di Istana Merdeka, Cendana, atau TMII. Mereka tampil di hadapan Presiden Soeharto dan keluarganya, juga para tamu negara.
Di masa kejayaan itulah Teguh dan seluruh anak buahnya di Srimulat Jakarta layak berbangga. Mereka telah berhasil menjunjung tinggi gengsi dunia lawak di Indonesia yang sebelumnya sering dipandang sebelah mata.
Pada kisaran 1984 itu pula Asmuni bersama Antina, istrinya membuka warung Rujak Cingur'e Asmuni yang mendadak begitu laris di Jakarta. Di kemudian hari, rumah makan milik Asmuni itu menjadi tempat konsolidasi para pelawak Srimulat setelah Teguh tiada untuk meraih kesuksesan selanjutnya.
(dpe/dte)