Umbul Nilo di Dusun Margosuko, Desa Daleman, Kecamatan Tulung termasuk deretan umbul tua dari sekian destinasi wisata mata air di Kabupaten Klaten. Jejak peradaban kuno itu masih ditemukan di kawasan wisata tersebut hingga kini, apa itu ?
Sebuah batu Yoni dengan lebar sekitar 80 sentimeter ditemukan detikJateng begitu melewati pintu masuk utama. Artefak masa Hindu-Budha abad 8-9 Masehi yang terbuat dari batu andesit itu masih terawat dengan baik.
Di sisi timur, tepatnya di bawah akar tunggang pohon Randu Alas tua, Yoni ukuran lebih kecil juga ditemukan. Bongkahan batu bata kuno dengan tebal 8-10 centimeter masih berserak di sekitarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Umbul Nilo, letaknya memang sedikit tersembunyi dibandingkan Umbul lain seperti Umbul Pelem di desa sebelah, Desa Wunut. Untuk mencapai objek wisata air itu, rute paling mudah melewati jalan Jogja-Solo.
Sesampainya di simpang tiga Tegalgondo, Kecamatan Wonosari, wisatawan mengambil jalur jalan Tegalgondo-Janti. Sekitar 6 kilometer jalur itu, pengunjung akan bertemu simpang tiga Desa Wunut, Kecamatan Tulung, kemudian ambil kiri sekitar 500 meter melewati beberapa resto pemancingan.
Sesampainya di Dusun Ngendo, ambil kanan lurus ke barat akan sampai ke umbul Nilo. Berada di tepi persawahan yang sejuk, Umbul tersebut memang lebih terpencil.
Di bawah pohon beringin, spreh, randu alas, mahoni dan pohon tua lainnya, mata airnya yang bening akan menyambut. Bebatuan andesit ukuran besar, masih bisa terlihat di sekitarnya.
Ada empat kolam di kawasan wisata tersebut tetapi umbul utamanya dijadikan kolam dewasa dengan tampilan alami. Selain itu, ada dua kolam anak buatan dan satu kolam berarsitektur modern di sisi barat.
Wahana papan seluncur, water boom dan persewaan ATV siap manjakan wisatawan yang datang. Dua bangunan joglo besar, gazebo di tepi kolam, Musala, dan lapak-lapak pedagang menjadi fasilitas tambahan.
Untuk masuk, pengunjung hanya dikenakan tiket masuk Rp 8.000 untuk weekend dan liburan. Sedangkan hari biasa harga tiket dipatok Rp 6.000 dengan parkir kendaraan Rp 3.000.
![]() |
Sejarah Nama Umbul Nilo
Nama Umbul Nilo sendiri diambil dari legenda tanaman Nila atau tarum. Tanaman Nila atau Nilo dikenal sejak zaman kuno sebagai tanaman pewarna alami untuk kain dan pakaian di Jawa.
"Sejak kapan Umbul ini ada, tidak ada yang tahu tapi cerita para sesepuh dulunya ada pohon nila di sana (Utara Umbul). Kalau ada yang punya kain putih mau diubah warna tinggal ditaruh di lokasi nanti berubah warnanya," tutur direktur BUMDes Sembada Lestari Desa Daleman Kecamatan Tulung, Nurul Astangi kepada detikJateng di lokasi umbul, Minggu (10/12/2023) siang.
Dijelaskan Nurul, kawasan Umbul itu juga dulunya difungsikan masyarakat untuk menyepi atau sesirih. Di timur Umbul utama konon merupakan keraton yang wingit.
"Dulunya konon di sini wingit, kemudian dikelola warga dengan iuran sukarela atau pon. Kemudian tahun 2019 dikelola BUMdes, dengan konsep water park dan umbul utama dibiarkan alami jadi ikon, batu-batunya masih asli cuma di tepian dirapikan," terang Nurul.
Menurut Nurul, pengunjung dari tahun ke tahun terus meningkat yang tahun ini rata-rata per Minggu 1.000 orang. Ke depan pada 2024 ada rencana pembuatan spot foto, terapi ikan dan perluasan.
"Perluasan ke selatan karena itu kas desa tanahnya ditambah kolam anak, area out bond dan kemping. Tetapi tidak mengubah view sawahnya agar tetap asli dekat pertanian," katanya.
Jam buka, sambung Nurul, resminya mulai pukul 06.00 WIB sampai 18.00 WIB tetapi mulai pukul 05.00 WIB banyak warga yang terapi kesehatan. Terutama untuk sakit pinggang.
''Terutama tetapi sakit pinggang dan saraf, pengunjung bahkan dari luar kota. Tapi buka resmi sebenarnya jam 06.00 WIB, kita punya kelebihan airnya alami dan digunakan juga untuk PDAM dialirkan ke berbagai kecamatan karena tidak pernah kering airnya," pungkas Nurul.
Warga setempat, Saiful Anwar menuturkan Umbul dulunya untuk bersuci tetapi kemudian dijadikan untuk aktivitas warga. Selain untuk mandi dan cuci juga untuk irigasi dan perikanan.
'Untuk mandi, cuci, pengairan sawah dan perikanan. Dulu umbul cuma satu yang jadi umbul utama, di barat ada Yoni dan di Timur juga ada Yoni," ungkap Saiful kepada detikJateng di lokasi.
Sejak dirinya lahir, sebut Saiful, mata air tidak pernah kering meskipun kemarau panjang. Tahun 2007 sudah digunakan wisata tapi warga lokal.
"2007 itu untuk wisata lokal tapi 2019 mulai BUMDes. Yang paling ramai hari Sabtu dan Minggu tetapi tiap pagi ramai untuk terapi dari berbagai kota," imbuh Saiful.
(apu/aku)