Objek wisata pemancingan Janti di Desa Janti, Kecamatan Polanharjo, Klaten, Jawa Tengah pernah nge-hits di era tahun 1980 hingga 1990-an. Kawasan wisata kuliner itu legendaris tidak hanya bagi warga Klaten tetapi juga daerah sekitarnya.
Menyebut wisata pemancingan Janti, tidak terlepas dari Dusun Mangun Suparnan. Di dusun padat penduduk itu wisata kuliner pemancingan berawal.
"Dulu sebelum ada pemancingan, di sini cuma ada air, tanaman cenil (selada air) dan batu. Rumah warga tidak sebagus sekarang," ungkap Budiman (56), pemilik pemancingan 22, kepada detikJateng, Minggu (24/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budiman menuturkan, dusunnya berada di bawah dua mata air yaitu Umbul Gede dan Umbul Cilik sehingga air selalu melimpah. Sekitar tahun 1980-an, di utara dusun dibangun Balai Benih Ikan (BBI).
"Dulu awalnya ada BBI, warga ikut buat kolam pembesaran dibantu semen, malah ada yang mancing dan semakin ramai. Setelah itu diminta dimasak sekalian, jadilah seperti warung," tuturnya.
Sejak itu dari satu warung berkembang jadi enam warung dan terus sampai puluhan warung pemancingan. Jadilah hampir semua rumah punya usaha warung pemancingan.
"Hampir semua rumah usaha pemancingan dulu sekitar 1980 hingga 1990-an. Kehidupan berubah, warga bisa usaha dan membangun rumah," jelas Budiman.
Di masa jayanya, lanjutnya, setiap hari libur dan akhir pekan semua warung pemancingan penuh pengunjung. Bahkan sampai menolak wisatawan karena penuh.
"Dulu hari Minggu sampai menolak pengunjung sebab sudah penuh. Jalan kampung sesak oleh pengunjung pemancingan," katanya.
Saat itu harga ikan juga sangat menjanjikan untuk dimasak. Harga ikan lele Rp 800 bisa dijual Rp 1.500 dan pengunjung tidak menolak.
"Lele itu dulu Rp 800 tapi di sini dijual Rp 1.500 per kilogram tidak ada yang keberatan. Tapi itu dulu," ujarnya.
Namun memasuki tahun 1997 saat krisis moneter, ungkap Budiman, pengunjung mulai surut. Puncaknya 1998 saat reformasi, warung pemancingan total sepi pengunjung.
"Saya masih ingat waktu itu. Saat itu 1998, ada reformasi dan pemancingan benar-benar sepi," imbuhnya.
![]() |
Pemilik pemancingan lainnya di Janti, Sri Nuryati (44) mengatakan setelah sepi, sekitar tahun 2005 mulai bangkit lagi. Tapi yang muncul pemancingan baru yang lebih bagus.
"Banyak pemancingan baru, parkir luas, ada kolam, ada taman dan sarana bermain di sekitar sini. Pemiliknya kebanyakan masih keluarga orang sini, akibatnya pemancingan lama sepi," ucap Sri kepada detikJateng.
Untuk menyiasati keadaan, imbuh Sri, banyak pemancingan lama beralih usaha. Tidak lagi menjadi warung pemancingan tetapi menjadi pembesaran ikan.
"Jadi saya beli ikan, lalu dibesarkan dan disetor ke pemancingan baru yang di sekitar sini. Tapi masih ada 6 pemancingan lama yang masih buka," terangnya.
Sementara itu, Kades Janti, Tri Prakosa mengatakan saat ini jumlah total pemancingan di Janti sekitar 30-40 lokasi. Terdiri pemancingan yang lama di Dusun Mangun Suparnan dan yang baru di sekitarnya.
"Ada 30-40 pemancingan baru dan lama, bahkan berkembang ke desa lain di kecamatan lainnya. Pemancingan lama memang sepi tapi masih ada yang tetap buka," papar Tri kepada detikJateng.
Warung pemancingan lama yang buka, terang Tri, masih eksis karena faktor cita rasa masakan. Pelanggan tetap datang dan pesan meski pemancingan baru bermunculan.
"Yang buka masih ada beberapa, itu karena pelanggan mementingkan rasa masakan, bukan sekadar tempat. Akhir-akhir ini mulai terkenal lagi wilayah sini seiring tren wisata kolam dan pemancingan model baru," imbuhnya.
(rih/rih)