Suporter Pasoepati, Pemasok Sorak-sorai Jelang Seabad Persis Solo

Suporter Pasoepati, Pemasok Sorak-sorai Jelang Seabad Persis Solo

Ari Purnomo - detikJateng
Kamis, 20 Jan 2022 10:52 WIB
Bos Persis Solo Kaesang Pangarep menyaksikan langsung Derby Mataram antara PSIM Yogyakarta kontra Persis Solo di Stadion Manahan, Solo, Selasa (12/10). Begini gayanya!
Bos Persis Solo Kaesang Pangarep menyaksikan langsung Derby Mataram antara PSIM Yogyakarta kontra Persis Solo di Stadion Manahan, Solo, Selasa (12/10). (Foto: Ari Purnomo/detikJateng)
Solo -

Gelaran Liga 2 musim kompetisi 2021 telah berakhir. Klub Persis Solo tampil sebagai jawara. Dengan demikian kesebelasan itu berhak untuk naik kasta mengikuti kompetisi di Liga 1.

Keberhasilan tim Persis Solo promosi ke Liga 1 tentunya mampu memuaskan pemiliknya, Kaesang Pangarep dan kawan-kawan. Kemenangan itu juga menjadi pelepas dahaga para pencinta sepakbola di Kota Solo, terlebih bagi para suporter Pasoepati.

Namun, bagi suporter Pasoepati, kemenangan itu tidak cukup. Mereka menantikan kiprah Persis Solo di Liga 1 yang merupakan kompetisi paling bergengsi di negeri ini. Tidak tanggung-tanggung, mereka mendamba agar klub yang lahir di 1923 itu kembali tampil sebagai jawara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di tahun 2023 Persis akan berusia 100 tahun, moga-moga bisa juara Liga 1, itu bisa menjadi hadiah seabad Persis Solo," kata salah satu pendiri Pasoepati, Mayor Haristanto, kepada detikJateng, Jumat (7/1/2022).

Selama beberapa tahun terakhir, Persis Solo dan Pasoepati merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan. Mereka selalu bersama di setiap pertandingan, tentu saja sebelum pandemi COVID-19 menyerang.

ADVERTISEMENT

Kesebelasan berjuluk Laskar Sambernyawa itu membutuhkan sorak sorai para suporter sebagai pembakar semangat para pemain saat berlaga. Meskipun prestasi kesebelasan itu tidak terlalu memuaskan, terutama sebelum dipegang oleh manajemen baru.

Sebaliknya, Pasoepati juga butuh kesebelasan untuk didukung. Dalam perjalanannya, kelompok suporter itu juga pernah mendukung beberapa klub lain, sebelum akhirnya berlabuh ke kesebelasan asli Solo itu.

Berawal dari Pelita Jaya

Pendiri Pasoepati, Mayor Haristanto, mengatakan pembentukan Pasoepati merupakan respons atas hijrahnya Pelita Jaya dari Jakarta ke Solo. Kepindahan itu terjadi bertepatan dengan pergerakan revolusi suporter Indonesia yang begitu cepat setelah reformasi.

"Saat itu Persis Solo juga belum kelihatan berprestasi, dan Arseto bubar pada 1998, hingga di tahun 2000 Solo kedatangan tim Pelita, ini berkah bagi Solo," kata Mayor Haristanto.

Sejumlah suporter Persis Solo berkumpul diperempatan Ngarsopuro untuk mengkampanyekan nonton Piala Menpora di rumah saat pandemi.Sejumlah suporter Persis Solo berkumpul di perempatan Ngarsopuro untuk mengkampanyekan nonton Piala Menpora di rumah saat pandemi. (Foto: dok detikJateng)

Bermodal surat pembaca di salah satu surat kabar di Solo, Mayor Haristanto mencoba mengumpulkan sejumlah pentolan suporter. Pada 9 Februari 2000, mereka berkumpul dan membahas kelahiran Pasoepati.

"Di forum itu disepakati Pasoepati dengan kepanjangan Pasukan Suporter Pelita Sejati. Ada beberapa opsi diantaranya pelita mania, tapi beruntung pendiri memilih Pasoepati, kalau saat itu menggunakan Pelita Mania, jangan-jangan setiap tahun ganti nama, Persijatim Mania, Persis Mania," katanya.

Berawal dari pertemuan 20 orang itu, kelahiran Pasoepati tak terbendung lagi. Pelita Jaya, kemudian berganti nama Pelita Solo, mampu menunjukkan prestasinya. Lautan suporter Pasoepati dengan kostum khas warna merah mengiringi setiap pertandingannya.

Presiden Pasoepati, Maryadi Gondrong, juga mengenang masa-masa itu. Sebelum Pasoepati terbentuk, ribuan penonton datang ke stadion untuk menyaksikan pertandingan Pelita Jaya tanpa ikatan yang jelas.

"Saya datang ke stadion sebagai penonton biasa dan, menggunakan atribut Pelita," kata dia.

Kelahiran Pasoepati membuat para suporter lebih tertata. Sorak sorai diatur sedemikian rupa agar lebih membahana. Saat itu, Maryadi dipilih menjadi salah satu dirigen.

"Saat itu saya ikut naik, karena ciri khas rambut panjang, kurus, akhirnya saya dipilih menjadi dirigen," ungkapnya.

Beberapa Kali Kehilangan

Hubungan mesra Pelita Solo dan Pasoepati tidak berlangsung lama. Pelita Solo dijual dan pindah dari Solo. Hal itu tentunya membuat para suporter yang selama ini memberikan dukungan sempat kecewa.

"Pada 2002 Pelita Solo terpaksa dijual, saya tidak pernah membayangkan klub sepakbola bisa pindah ke sana kemari. Saya sedih tapi itu pilihan mereka," kata Mayor.

Ribuan suporter itu pun kehilangan kesebelasan untuk didukung.

Beruntung, kondisi itu tidak berlangsung lama. Kesebelasan asal DKI Jakarta, Persijatim FC kemudian memindah markas ke Solo. Pasoepati lantas menumpahkan dukungannya kepada klub yang mengubah namanya menjadi Persijatim Solo FC itu.

Konsekuensinya, nama Pasukan Suporter Pelita Sejati harus diubah menjadi Pasukan Suporter Paling Sejati. Penyebutan singkatannya masih tetap sama, Pasoepati.

Sayang, kesebelasan itu seolah hanya singgah di Kota Solo. Dua tahun kemudian, mereka berpindah markas di Palembang.

Patah hati hingga dua kali menjadi sebuah pelajaran bagi para suporter. Mereka pun akhirnya melirik Persis Solo dan menambatkan hatinya kepada kesebelasan asli Kota Solo itu.




(ahr/sip)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads