Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Pati, menangkap pelaku perusakan kaca pintu Balai Desa Langse, Kecamatan Margorejo, kurang dari 24 jam. Selain itu, mereka juga berhasil menuntaskan kasus tersebut melalui restorative justice.
Kapolresta Pati AKBP Jaka Wahyudi melalui Kasat Reskrim Polresta Pati AKP Heri Dwi Utomo, menjelaskan kasus insiden tersebut diketahui pertama kalinya oleh petugas kebersihan Rabu (28/5/2025) pukul 07.00 WIB. Petugas kebersihan itu menemukan serpihan kaca dan bekas benturan benda kecil di pintu balai desa.
Petugas kebersihan itu pun langsung melaporkan temuannya ke Kepala Desa Langse, Amrudin. Dugaan perusakan mengarah ke penggunaan proyektil kecil sebab penemuan dua butir gotri di sekitar lokasi kejadian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengindikasikan adanya tindakan sengaja untuk merusak," jelas AKP Heri dalam keterangan tertulis yang diterima detikJateng, Kamis (29/5/2025).
Setelah mendapatkan laporan, Satreskrim Polresta Pati langsung menyelidiki kasus tersebut. Mereka melakukan penelusuran di lapangan dan olah TKP untuk menjadi langkah awal dalam mengidentifikasi pelaku dan mengumpulkan barang bukti.
Heri mengungkapkan, pihaknya menemukan petunjuk pada Rabu (28/5/2025) pukul 19.00 WIB. Pihaknya mendapatkan informasi dari masyarakat soal terduga pelaku.
Selanjutnya, diketahui pelaku berinisil ADK (35) yang saat itu sedang berada di rumah seorang saksi yakni anggota BPD Desa Langse, Supranto. Polisi pun langsung pergi ke rumah Suprano untuk menginterogasi ADK.
"Tanpa membuang waktu, tim Satreskrim langsung mendatangi lokasi dan melakukan interogasi kepada ADK, dan pelaku mengakui perbuatannya merusak kaca pintu balai desa menggunakan ketapel dengan melontarkan gotri," ungkap Heri.
Heri menilai, modus operandi yang dilakukan pelaku cukup unik. Sebab polisi menemukan barang bukti berupa satu buah ketapel buatan sendiri, tujuh buah karet pentil kuning, dan 10 butir gotri motor.
Meski nilai kerugian mencapai Rp 5 juta, Heri mengatakan, insiden tersebut berakhir dengan pendekatan restorative justice. Sebagai korban, Amrudin memaafkan perbuatan pelaku.
"Sementara itu, ADK juga menunjukkan itikad baik dengan mengakui kesalahannya, berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan bersedia mengganti serta memperbaiki semua kerusakan yang diakibatkannya," tegas Heri.
"Kesepakatan damai ini menjadi dasar bagi kami untuk menyelesaikan kasus ini melalui jalur keadilan restoratif. Hal ini sejalan dengan prinsip penegakan hukum yang mengedepankan pemulihan hubungan antara korban, pelaku, dan masyarakat, dibanding hanya berfokus pada penghukuman," pungkasnya.
Kasus tersebut menjadi contoh penyelesaian masalah bisa dilakukan secara kekeluargaan melalui mediasi aparat penegak hukum. Meski begitu, tindakan pidana harus dihindari.
(aku/ahr)