Tumpang lethok boleh jadi merupakan kuliner yang jamak ditemui di masyarakat Jawa. Namun di Klaten, terdapat menu khas varian tumpang lethok yang lain dari daerah lain yaitu tumpang lethok koyor. Apa bedanya?
Tumpang lethok yang dikenal khalayak selama ini merupakan perpaduan sayuran hijau yang diguyur kuah lethok. Kuah berbahan dasar tempe semangit (tempe busuk), cabai, bawang, daun salam, garam, daun jeruk dan lainnya yang bercita rasa pedas gurih itu biasanya menjadi menu sarapan dipadukan nasi.
Nah, di Klaten sejak puluhan tahun silam tumpang lethok muncul dengan variasi baru. Tidak hanya berisi tempe dan tahu tetapi ditambahkan koyor (urat sapi) dan krecek (kulit sapi) yang menjadikan rasa khas lethok semakin menggigit.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adalah Riyanti (47) warga Desa Semangkak, Kecamatan Klaten Utara, Klaten, Jawa Tengah yang merintis tumpang lethok gaya baru tersebut. Berawal dari resep leluhur yang menggunakan lethok untuk berbagai acara, dimulailah menambahkan bahan baru.
"Sudah 21 tahun lebih saya rintis. Dulu di desa saya kan ada legenda penjual tumpang lethok, Mbah Ponco namanya tapi sudah meninggal," tutur Riyanti kepada detikJateng, Sabtu (9/4/2022).
Di tangan Mbah Ponco waktu itu, terang Riyanti, tumpang lethok menjadi kuliner legendaris di desa. Jualannya hanya di kampung, lalu dicobanya dengan menambahkan koyor dan krecek agar lebih dikenal luas.
"Dulu (Mbah Ponco) tidak ada koyornya, tapi cuma sayuran. Lalu saya kembangkan dengan menambahkan koyor, krecek dan kadang telur," kata Riyanti yang juga pemilik warung nasi tumpang lethok mbak Riyanti di Jalan Mayor Kusmanto, Klaten itu.
Kekhasan menu tumpang lethok koyor, ungkap Riyanti, tetap pada rasa karena tidak bisa langsung disajikan. Jeda waktu matang dan penyajian itulah yang membuat rasanya semakin khas.
"Tumpang lethok koyor itu kan dimasaknya lama, kalau langsung disajikan beda. Jadi masaknya sore ini, jualannya baru besok," ujar Riyanti.
![]() |
Ternyata menu baru itu, sebut Riyanti, banyak diminati masyarakat. Awalnya berjualan di trotoar dekat kampungnya, terus berkembang dan tumpang koyor dikenal luas sampai luar kota.
"Pelanggan ya dari Klaten dan sekitarnya. Kalau yang dibawa untuk oleh-oleh sudah sampai mana-mana, yang paling diminati ya koyor tumpang meskipun ada menu lain," imbuh Riyanti.
Saat arus mudik, papar Riyanti, biasanya sebelum pandemi omzet lumayan besar karena banyak dicari pemudik.
"Saat lebaran, atau arus mudik sebelum Corona itu sampai Rp 8 juta omzetnya per hari. Sehari koyor habis 15 kilogram, ada yang dibawa pulang sampai Jakarta, Surabaya dan lainnya," imbuh Riyanti.
Tidak hanya pemudik yang memburu, lanjut Riyanti, beberapa artis pernah datang.
"Yuki Kato, Pong Harjatmo, Didi Kempot dan lainnya saya lupa pernah ke sini. Buka dari pukul 06.00-21.00 WIB," pungkas Riyanti.
Suami Riyanti, Irawan (50) menambahkan bahwa tumpang lethok koyor di warungnya ada yang disajikan dengan nasi atau bubur. Untuk harga cukup Rp 23.000 menu lengkap.
"Harganya Rp 23.000 per porsi lengkap dengan tahu, tempe, krecek dan koyor. Kita juga buat menu lain, misalnya ayam kremes, soto, sop dan lainnya untuk kalangan anak serta remaja," jelas Irawan.
Sementara itu, pelanggan warung tumpang lethok koyor Riyanti, Safira (20), mengatakan keluarganya sudah langganan sejak lama. Rasa tumpang lethok koyor di warung Riyanti sangat khas.
"Ya rasanya khas. Untuk sarapan pagi, siang dan sore cocok sekaligus daging dan ada sayurannya," ungkap Safira di lokasi.
(rih/rih)