DPKH Sebut Antraks di Gunungkidul Dipicu Tradisi Brandu, Ini Penjelasannya

DPKH Sebut Antraks di Gunungkidul Dipicu Tradisi Brandu, Ini Penjelasannya

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Rabu, 05 Jul 2023 21:21 WIB
Petugas saat mengambil sampel tanah di Pedukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Rabu (5/7/2023).
Petugas saat mengambil sampel tanah di Pedukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Rabu (5/7/2023). (Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng)
Gunungkidul -

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Kabupaten Gunungkidul menyebut penyembelihan sapi sakit atau mati di Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul merupakan tradisi bernama brandu. Nantinya, daging hasil penyembelihan dijual murah dan uangnya dikumpulkan untuk membantu pemilik sapi.

Kabid Kesehatan Hewan DPKH Gunungkidul Retno Widyastuti mengatakan tradisi brandu masih kental melekat di masyarakat Gunungkidul. Bahkan, apa yang terjadi di Jati, Semanu merupakan tradisi brandu.

"Brandu itu tradisi di Gunungkidul, dan brandu itu macam-macam. Maksudnya brandu itu tergantung sebabnya dan kadang-kadang (ternak) keracunan baru sakaratul maut dipotong," katanya kepada wartawan di Kantor Pemkab Gunungkidul, Rabu (5/7/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sedangkan di Jati, ternak sudah mati terlebih dahulu. Namun, jangka waktu mati dengan penyembelihan terbilang tidak lama, alias tidak selang berhari-hari

"Mungkin pas kasus ini posisi sudah mati. Saya tanya memang semua disembelih sudah mati hewannya itu," lanjut Retno.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, brandu merupakan tradisi yang tujuannya baik. Mengingat hasil dari brandu bakal dijual secara murah kepada warga. Selanjutnya uang hasil penjualan paket daging diberikan kepada pemilik ternak.

Semua itu agar pemilik ternak tidak mengalami kerugian yang cukup besar akibat ternaknya mati. Selain itu, jika dijual ke pasaran tidak akan laku sehingga masyarakat memilih untuk melakukan tradisi brandu.

"Kalau saya tanya memang tujuannya baik, membantu warga yang kesusahan biar tidak terlampau rugi itu dibagi-bagi. Kemarin itu satu paketnya itu dijual Rp 45 ribu, terus uangnya dikumpulkan dan dikasihkan yang kesusahan," ucapnya.

Meski tujuan dari brandu semata-mata untuk membantu sesama, Retno menilai jika ternak yang dibrandu mati mendadak akibat antraks sama saja merugikan masyarakat. Sebab, hal ini hanya akan menyebarkan antraks.

"Pas saya di sana bilang kalau mau brandu ya brandu barang sehat gitu, barang bermutu, jadi tidak membahayakan manusia. Karena gini, kalau brandu itu (ternak mati mendadak) tidak akan membuat antraks berhenti muncul di sini (Gunungkidul)," katanya.

"Kenapa? Karena kalau dipotong itu kan bakteri yang ada di darah itu mengalir keluar lalu berubah menjadi spora. Spora itu yang tahan puluhan tahun, 40-80 tahun di tanah makanya 1 meter persegi tanah yang terkontaminasi spora direndam dengan 50 liter formalin 10 persen," imbuh Retno.

Terkait hal itu, Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto meminta agar masyarakat tidak menyembelih ternak yang sakit apalagi mati mendadak. Mengingat salah satu penyebab menyebarnya antraks adalah mengkonsumsi daging ternak yang terpapar.

"Pertama kepada masyarakat yang punya ternak kalau ternaknya sakit jangan disembelih, jangan dikonsumsi. Apalagi kalau sudah mati dibrandu (disembelih lalu dibagikan)," ucapnya.




(aku/ams)


Hide Ads