Hendak ke Makau, 5 Perempuan Diduga PMI Ilegal Diperiksa di YIA

Hendak ke Makau, 5 Perempuan Diduga PMI Ilegal Diperiksa di YIA

Jalu Rahman Dewantara - detikJateng
Selasa, 20 Jun 2023 17:12 WIB
Konferensi pers pengamanan lima WNI diduga PMI non prosedural di YIA, Kulon Progo, Selasa (20/6/2023).
Konferensi pers pengamanan lima WNI diduga PMI non prosedural di YIA, Kulon Progo, Selasa (20/6/2023). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng.
Kulon Progo -

Kantor Imigrasi Jogja mengamankan lima Warga Negara Indonesia (WNI) yang hendak bertolak ke luar negeri melalui Yogyakarta International Airport (YIA), Kulon Progo pagi tadi. Mereka harus berurusan dengan petugas imigrasi karena terindikasi sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) non prosedural atau ilegal.

Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Jogja, Najaruddin Safaat mengatakan kelima WNI yang seluruhnya berjenis kelamin perempuan itu berinisial S, TB, S, NS dan T dengan rentang usia 30-40 tahun.

Mereka berasal dari Indramayu, Jawa Barat, Kendal, Semarang, dan Klaten, Jawa Tengah, serta Lampongan, Jawa Timur.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelima orang ini diamankan ketika hendak berangkat dari YIA ke Malaysia dengan tujuan utama Makau.

"Mereka berangkat menggunakan alat angkut Batik Air dengan nomor penerbangan ID7187 Pada pukul 07.10 WIB melalui bandara YIA menuju Malaysia, untuk kemudian berencana meneruskan perjalanan menuju Makau," ujar Najaruddin dalam konferensi pers di YIA, Selasa (20/6).

ADVERTISEMENT

Najaruddin mengatakan pihaknya mencegah keberangkatan kelima orang tersebut karena tidak bisa menunjukkan persyaratan bekerja di luar negeri. Hal ini diketahui dalam proses pemeriksaan di counter Imigrasi YIA.

"Mereka tidak dapat menunjukkan dan membuktikan tiket Malaysia ke Makau.Selain itu empat orang tidak memiliki surat rekomendasi dari instansi terkait di dalam negeri dan visa bekerja di negara tujuan. Adapun 1 orang memang sudah memiliki izin bekerja di Makau," jelasnya.

Najaruddin menjelaskan berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, diketahui bahwa tiga dari lima WNI itu menggunakan paspor Indonesia yang diterbitkan oleh KJRI Hongkong. Adapun satu orang lagi menggunakan paspor Indonesia yang diterbitkan di Jawa Barat.

"Kemudian kalau dari keterangan yang bersangkutan ini mereka akan bekerja di sektor restoran," ucapnya.

"Selanjutnya kalau dilihat dari paspornya, beberapa memang ada yang pernah bekerja di luar negeri," imbuhnya.

Dalam kasus ini, Kantor Imigrasi Jogja menduga ada praktik PMI nonprosedural.Berdasarkan hasil wawancara petugas terhadap para WNI, yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan syarat bekerja di luar negeri dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan.

Para WNI itu juga tidak langsung berangkat ke negara tujuan utama melainkan transit di negara lain dengan dalih berwisata. Hal ini ditengarai untuk mengelabui petugas imigrasi.

"Memang ini salah satu modus untuk bisa melewati petugas (imigrasi). Jadi mereka akan datang ke negara tujuan tapi tidak langsung. Jadi biar bisa berangkat mereka ke negara seperti Malaysia dulu dengan menyampaikan ini akan berwisata dan setelah itu mereka baru mengupayakan ke negara yang lain," ujar Najaruddin.

Terkait ada tidaknya agensi yang menaungi kelima WNI itu, Najaruddin menyebut masih dalam penyelidikan. Namun yang pasti, kata dia kelima orang ini datang secara bersamaan.

"Soal itu masih kami dalami ya. Tapi memang mereka datang bersamaan ketika proses pemeriksaan di counter imigrasi," ujarnya.

Najaruddin mengatakan terhadap kelima WNI itu, pihaknya memberlakukan penundaan keberangkatan tanpa batas waktu.

"Penundaan ini tidak ada durasinya, jadi memang ketika mereka belum sesuai prosedur, kita tunda. Tapi ketika mreka sudah bisa melengkapi, sudah ada rekomendasi itu mereka boleh berangkat," ucapnya.

Selengkapnya di halaman berikutnya...

Selain itu, juga dilakukan koordinasi dengan Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) dan kepolisian guna menyelidiki ada tidaknya indikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dalam kasus ini.

"Iya kami telah berkoordinasi dengan BP3MI dan kepolisian dalam hal ini Polda DIY untuk mengusut kasus ini," ujarnya.

Di lokasi yang sama, Kasubdit IV Renakta Polda DIY, AKBP Budi Suanarno mengatakan, perlu ada penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui apakah kasus ini terindikasi TPPO. Hingga saat ini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan dari Imigrasi.

"Untuk TPPO, ini yang harus kita dalami lagi. Jadi kita belum bisa (memastikan) TPPO-nya, karena ini juga masih wilayah hukumnya dari imigrasi, jadi kita masih menunggu," ujarnya.

Sementara itu, Plt Kepala BP3MI DIY, Rika Damayanti mengatakan peristiwa semacam ini sebenarnya tidak akan terjadi jika para calon PMI mengikuti prosedur yang berlaku.

"Jadi siapapun yang mau bekerja ke luar negeri, silakan datang melalui jalur yang benar. Bisa ke disnaker, atau ke kantor BP3MI. Jadi nanti harus ada perjanjian kerjanya, itu nanti diurus, diterangkan, gajinya berapa, semua hak dan kewajiban PMI ada di perjanjian kerja. Kemudian ada visa, paspor. Untuk visa harus visa bekerja. Lalu Ada medical checkup, pembayaran asuransi dan sebagainya," ujarnya.

Syarat semacam ini diperlukan untuk memastikan PMI benar-benar mendapatkan pekerjaan yang layak dan sesuai bidangnya di negara asing. Karena itu BP3MI mengimbau masyarakat yang ingin menjadi PMI untuk melalui jalur yang benar.

"Makanya kami menganjurkan, mengedukasi masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri pakailah jalur sesuai prosedur yang benar dan melengkapi dokumen yg dipersyaratkan," ucapnya.

Halaman 2 dari 2
(apl/ahr)


Hide Ads