Psikolog UGM Dr Bagus Riyono menyebut puasa berdampak positif bagi kesehatan jiwa. Sebab, puasa mengajarkan bagaimana menyikapi situasi atau keadaan dengan lebih tenang.
Bagus mengatakan secara kejiwaan, selama berpuasa manusia berlatih disiplin, dan tekun menerapkan delay gratification atau menunda pemuasan dari makan, emosi, dan lainnya. Di sisi lain, kesehatan jiwa itu sifatnya berupa hati yang tenang.
"Kesehatan jiwa intinya seperti itu, tapi dinamikanya sangat kompleks, bisa pikiran, perasaan. Makanya Ramadan ini dengan berpuasa kita akan merasakan ada ketenangan," kata Bagus dalam acara Pojok Bulaksumur di selasar Gedung Pusat UGM, Sleman, Senin (20/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai puasa disebut bisa mengurangi stres, Bagus menjelaskan sudah banyak penelitiannya namun tidak spesifik membahas soal puasa dan stres itu. Menurutnya, stres adalah respons manusia terhadap situasi yang dihadapi.
"Nah, respons kita itu yang disebut stress. Selain itu stres adalah pilihan atau kebiasaan. Nah saat kita berpuasa, kita dibiasakan tidak merespons apa pun dengan emosi," ujarnya.
"Misal kalau diejek jangan marah, tapi bilang maaf saya sedang puasa. Itu mengelola diri kita supaya tidak mudah stres, diajak berdebat jawab saja dengan maaf saya sedang puasa," imbuh dia.
Dengan demikian, lanjut Bagus, puasa melatih diri merespons kondisi apa pun secara lebih tenang. "Nah di situlah maka stresnya otomatis akan turun," jelas dia.
Sedangkan cara mengelola stres saat berpuasa, kata Bagus, adalah dengan tidak langsung merespons sesuatu. Menurutnya, penundaan respons tersebut berdampak pada penurunan ketegangan dalam menyikapi suatu hal.
"Jadi salah satu cara memperpanjang respons kita kasih jeda, supaya tidak langsung. Jadi diperpanjang proses responnya, itu nanti otomatis akan terjadi penurunan ketegangan atau stres itu tadi," saran Bagus.
(dil/ams)