Batik tulis produksi Pedukuhan Giriloyo, Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Imogiri, Bantul, sempat terpuruk karena gempa 2006. Kini Kampung Batik Giriloyo itu bangkit dan mengembangkan eduwisata.
Pantauan detikJateng di kampung batik Giriloyo, tampak banyak orang yang didominasi anak muda tengah belajar membatik. Berada di gazebo, tampak puluhan orang itu antusias menggoreskan canting di atas lembaran kain putih.
Melongok lebih dalam, Kampung Batik Giriloyo yang dikenal dengan gazebo itu juga memiliki ruang pamer batik tulis. Beberapa orang juga terlihat tengah memilih-milih batik tulis dengan beragam motif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua 2 Paguyuban Batik Giriloyo Nur Ahmadi menceritakan awal mula Giriloyo menjadi kampung batik yang terkenal akan batik tulisannya. Menurutnya, semua itu merupakan warisan budaya dari Kerajaan Mataram.
"Jadi batik ini adalah warisan budaya dari Mataram yang diberikan atau diinfokan dari Mataram itu mulai abad 17. Tepatnya saat kerajaan Mataram mulai proses pembangunan makam raja di Imogiri," kata Nur saat ditemui wartawan di Giriloyo, Imogiri, Bantul, Senin (6/2/2023).
Dalam berbagai kegiatan khususnya di Imogiri, anggota Kerajaan Mataram sering mengenakan batik. Hal itu membuat Kerajaan Mataram mencari perajin batik di sekitar Imogiri.
"Nah, karena Mataram, Keraton itu selalu memakai kain batik dalam setiap kegiatan atau upacara, maka Keraton mencari perajin-perajin batik," ucapnya.
"Salah satunya ketemu di Giriloyo, tepatnya Cengkehan, Karang Kulon. Karena ini adalah Dusun yang dekat dengan makam raja-raja Mataram," lanjut Nur.
Setelah itu, masyarakat Giriloyo banyak yang beralih menjadi pembatik. Bahkan, batik Giriloyo pun manjadi salah satu produk yang digandrungi di Kota Jogja.
"Kami dulu sebatas membatik di kain putih, dibatik setelah selesai nanti dikembalikan ke Jogja atau pengepul di Jogja, kiri kanan Keraton itu," ujarnya.
Kegiatan membatik pun terus dilakukan masyarakat Giriloyo hingga akhirnya terpuruk akibat gempa yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Mei 2006. Bukannya menyerah dengan keadaan, warga Giriloyo malah memiliki keinginan kuat untuk bangkit dan mengembangkan kampung batik.
"Nah, baru 2007 pasca-gempa kami ada kebangkitan batik. Karena saat itu masyarakat terpuruk karena terdampak gempa 2006. Jadi setelah itu ada beberapa pendampingan dari LSM, dinas," katanya.
"Sampai akhirnya 27 Mei 2007 kami mendeklarasikan kebangkitan batik di Giriloyo. Saat itu kami menggelar selendang terpanjang 1.200 meter masuk rekor MURI. Nah, dari situlah menjadi tonggak masyarakat Giriloyo mengembangkan batik tulis," lanjut Nur.
Menurutnya, kain batik produksi Giriloyo semuanya batik tulis yang menggunakan pewarnaan menggunakan alam dan kimia. Di mana untuk pewarnaan alam pihaknya menggunakan kulit kayu.
"Kemudian pewarnaan menggunakan alam seperti kulit kayu dan pewarna kimia. Nah, pewarnaan secara kimia kami sudah mengolah limbah batik agar netral dan tidak mencemari lingkungan Giriloyo. Karena jumlah pembatik di Giriloyo ada 540 orang," ucapnya.
Sedangkan untuk motif batik, Nur mengaku perajin hanya memproduksi batik tulis bermotif klasik Mataram. Motif batik tersebut seperti Sido Asih, Wahyu Tumurun, Sido Mukti, Sido Luhur, Parang hingga Kawung.
"Itu motif batik yang kami kerjakan di Giriloyo," ujarnya.
Selengkapnya di halaman berikut.
Harga Batik Tulis Giriloyo Tembus Jutaan Rupiah
Terkait harga kain batik tulis Giriloyo, Nur menyebut bervariasi. Namun, rata-rata harga batik tulis Giriloyo mencapai jutaan rupiah.
"Tinggal motifnya, rata-rata di atas Rp 500 ribu untuk batik tulis ukuran 2,5 meter. Ada juga yang Rp 1 juta, Rp 1,5 juta dan lebih dari Rp 2 juta itu ada," katanya.
Menyoal harga kain batik tulis yang tinggi, Nur menjelaskan karena setiap kain memiliki tingkat kesulitan tersendiri dalam produksinya. Di mana hal itu memakan waktu pengerjaan batik yang bisa mencapai berbulan-bulan.
"Pengerjaan ada yang dua pekan, tiga pekan sampai empat pekan tergantung kerumitannya, kalau batik tulis yang pengerjaannya dua sampai empat pekan itu biasanya yang harga di bawah Rp 1 juta. Kalau pengerjaan lebih dari 1 bulan itu harganya lebih dari Rp 3 juta," ujarnya.
Sedangkan untuk pemasaran, Nur mengaku sudah merambah pasar nasional hingga internasional. Pemasarannya menggunakan sistem online maupun offline.
"Untuk pemasaran kami ada website, medsos Instagram dan ikut pameran-pameran. Jadi istilahnya kami ini lokal diterima dan internasional kami terima," katanya.
![]() |
Pengembangan Eduwisata Batik Tulis
Semakin berkembangnya kampung batik Giriloyo membuat Nur dan paguyubannya berkeinginan untuk menjadikan Giriloyo sebagai tempat wisata sekaligus belajar bagi masyarakat. Karena Nur berkeinginan agar desa wisata kampung batik Giriloyo terus berkelanjutan.
"Kami selain jual kain batik juga jualan eduwisata, atau belajar tentang batik. Di 2018 itu jumlah kunjungan tamu mencapai 28 ribu. Kemudian 2019-2020 turun 73 persen karena Corona," katanya.
"Tapi di 2021-2022 sudah mulai bangkit lagi. Ini rata-rata per bulan sudah sampai 3-4 ribu kunjungan. Rata-rata dari Jatim, Jabar hingga mancanegara, 8-9 persen itu untuk dari mancanegara," imbuh Nur.
Nur juga mengungkapkan pihaknya menerapkan paket untuk belajar batik di kampung batik Giriloyo. Paket tersebut mulai di harga ratusan ribu rupiah.
"Paket eduwisata di Kampung Batik Giriloyo itu paketan, mulai paket belajar membatik minimal Rp 250 ribu dapat 5 lembar kain. Kalau tambahan minum snack itu nanti paket-paket sendiri. Makan minum di angka Rp 30 ribu per orang, untuk penginapan Rp 200 ribu per kamar," ujarnya.