Kisah seorang mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berjuang untuk bisa berkuliah di tengah tingginya uang kuliah tunggal (UKT) di kampus itu. Mahasiswi berinisial N itu pada akhirnya harus mengubur mimpinya untuk bisa berkuliah hingga akhir hayatnya.
Cerita perjuangan N tak bisa disampaikan langsung oleh yang bersangkutan. Adalah Rachmad Ganta Semendawai (24), salah satu kakak tingkat sekaligus teman almarhumah N yang menceritakan getir dan perjuangan N untuk bisa membayar UKT demi melanjutkan studi. Cerita itu juga telah diunggah di akun Twitter pribadinya @rgantas.
Ganta, begitu lelaki itu disapa, menceritakan bahwa sejak awal kuliah, N telah dihadapkan pada nominal UKT yang tinggi. Padahal N berasal dari keluarga tak mampu.
"Dia mahasiswa angkatan 2020, terkendala masalah UKT, tidak bisa membayar UKT," kata Ganta saat dihubungi wartawan, Kamis (12/1/2023).
Dari cerita yang diterima Ganta, orang tua N di Purbalingga saban hari hanya berjualan sayur. Ditambah harus menghidupi N dan empat orang adik yang belum lulus sekolah.
Awal masuk kuliah, N telah mengisi pendapatan orang tua sesuai kondisi ekonominya. Namun, saat diminta mengunggah berkas, dia tidak punya laptop kemudian meminjam ponsel tetangganya.
"Karena android tetangganya tidak secanggih HP yang sedang Anda pakai. Akhirnya ia tidak bisa mengupload berkas-berkas yang diminta. Ia mengira inilah alasan mengapa nominal UKT-nya melonjak. Entah ada pengaruh atau tidak. Namun, secara ajaib nominal UKT-nya muncul dengan angka Rp 3,14 juta," ucapnya.
Dihadapkan dengan tingginya UKT, N hampir mengubur mimpinya untuk bisa berkuliah. Sebab, walaupun diterima, jika tidak membayar UKT tetap saja dia tidak bisa kuliah. Beruntung, guru-guru di sekolahnya mau membantu.
"Sudah (menyampaikan kemampuan ekonomi). Waktu itu dia punya masalah keuangan. Kalau dalam kondisi seperti itu udah pasti nggak bisa masuk UNY karena udah diterima tapi nggak bisa bayar. Tapi waktu itu dibayari oleh guru-gurunya," ucapnya.
Dari cerita yang dia terima, N juga mengalami kendala pembayaran UKT di semester selanjutnya. Walaupun N telah mengajukan penurunan UKT namun nominalnya tidak signifikan.
"Ini masih belum cukup. Ia hampir menyerah. Namun, di detik-detik terakhir bantuan pun datang. Ia menyebut ini sebagai 'keajaiban'. Teman-teman, DPA, dan Kajur membantu patungan. Saya juga ikut membantu, walau tidak banyak," bebernya.
Ganta menyebut N sudah berkali-kali mengajukan keringanan UKT ke Rektorat. Namun terkendala birokrasi yang rumit serta alur yang tak jelas.
"Bahkan dia sudah nyoba berkali-kali datangin Rektorat katanya kayak dilempar bola (dioper-oper)," ujarnya.
Ia melanjutkan, N selalu berhati-hati untuk menggunakan uang. Salah satu temannya pernah memberinya abon. Dia sangat senang.
"Selama di kos dia terlihat hanya makan nasi dengan abon yang diberi temannya tadi. Bahkan odol, sabun, sampo, dan mi instan dia dapatkan dari pemberian temannya," katanya.
Kisah N selengkapnya, di halaman selanjutnya.
(rih/sip)