Para pedagang di Jalan Perwakilan dekat Malioboro, Kota Jogja, mulai mengemasi barang dan mengosongkan tokonya. Mereka angkat kaki setelah Pemkot Jogja menyegel kios beberapa waktu lalu.
"Ya sudah seminggu, buka cuma segel depan tapi tetap bisa aktivitas ngemasin barang, tapi sudah nggak jualan, (padahal) dagangan masih banyak," ujar salah satu pedagang di Jalan Perwakilan, Rukamto (58) saat ditemui detikJateng di tokonya, Kamis (12/1/2023).
Rukamto menjelaskan sebelum penutupan kawasan pertokoan tempatnya berdagang, pihaknya telah beberapa kali melakukan negosiasi waktu penutupan. Menurut Rukamto, pihaknya meminta penutupan tidak pada periode libur Nataru.
"Pada tanggal 31 (Desember) harus eksekusi, pengosongan, lha kita mengelak karena ini di akhir tahun, mbok ya nanti setelah ini saja kita kemas. Kami masih berjualan, saya menentang," jelas Rukamto.
"Tanggal 1 ada lagi (pemberitahuan), tapi saya mengelak dengan teman-teman, karena masih banyak dagangan. Maunya saya menghabiskan dagangan ajalah," tambahnya.
Hingga akhirnya pada Rabu (4/1) pagi tim gabungan dari Pemkot Jogja, Satpol PP, TNI, dan polisi, menyegel kawasan tersebut. Setelahnya, Rukamto dan pedagang lain harus mengosongkan toko paling lambat 14-15 Januari.
"Kemarin saya diundang tim, ada empat orang di UPT juga semua jajaran ada. Dikasih waktu sampai tanggal 14-15 (Januari) harus kosong," terang Rukamto.
Rukamto mengaku rugi besar setelah penutupan tersebut. Untuk menyelesaikan pembayaran gaji karyawannya, Rukamto juga rela menjual motornya.
"Sekitar Rp 40 sampai 55 jutaan (uang sewa tidak dihitung). Padahal satu kios ini Rp 120 (juta) saya (per tahun)," jelasnya.
"Saya empat toko 22 karyawan, karyawan sudah kita gaji sesuai aturan saja. Kemarin itu saya ada tabungan Rp 15 juta, saya jual motor laku Rp 10 juta, ya sudah itu kita selesaikan," tambahnya.
Pedagang Mengaku Trauma
Selain kerugian materi, menurut Rukamto para pedagang hingga karyawan mengaku trauma atas penutupan tempat dagangnya yang dirasa dadakan. Ia menyayangkan penutupan yang dilakukan aparat gabungan dirasa berlebihan.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
(rih/ahr)