Namun, Siti menjelaskan adanya perubahan pelaksanaan tradisi pingitan lantaran adanya perkembangan zaman. Perubahan ini juga terjadi di dalam Keraton pada masa kepemimpinan Hamengku Buwono IX.
"Tapi kemudian berkembangnya zaman, kayaknya mulai zaman beliau Hamengku Buwono IX, di keraton (tradisi pingitan) sudah nggak selama itu, kayaknya cuman 5 hari atau 1 minggu," ujar Siti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Siti juga mengungkap tradisi pingitan ini tak hanya dilakukan sebelum pernikahan saja, bahkan setelah pernikahan pun pasangan pengantin juga melakukan pingitan. Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang pasangan pengantin untuk saling mengenal satu sama lain, lantaran pernikahan zaman dahulu biasanya dilakukan atas perjodohan.
"Jadi pingitan itu kan mereka masih berpisah, laki sendiri, perempuan sendiri, kalau sesudah menikah itu (tujuannya) lebih ke keselamatan diri jadi kayak dikasih kesempatan untuk adaptasi berdua, ini karena kalau zaman dulu kan (ada) perjodohan, jadi mempelajari karakter masing-masing itu," ujar Siti.
Menurut Siti, dengan adanya tradisi pingitan ini calon pengantin perempuan lebih siap untuk memasuki kehidupan pernikahan usai menerima masukan dan nasihat dari orang tua dan sanak saudara. "Tradisi pingitan itu sebenarnya lebih kepada mbombong yang perempuan calon pengantin gitu, supaya siap mental dan lain sebagainya," kata Siti.
Siti menegaskan dalam tradisi pingitan ini kedua calon mempelai perempuan dan laki-laki dilarang bertemu. "Pokoknya mantennya nggak boleh ketemu," tutup Siti.
(aku/sip)