Erina Sofia Gudono akan segera dipersunting putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep. Pernikahan keduanya akan digelar pada Sabtu pada akhir pekan ini.
Menjelang pernikahan tersebut, Ibunda Erina, Sofiatun Gudono menyebut sang putri menjalani tradisi pingitan. Menurut Sofiatun, Erina menjalani pingitan dengan hanya beristirahat di rumah saja.
"Dipingit, ya istirahat saja. (Erina) Di sini (di rumah), baru datang, sudah istirahat dari kemarin," ungkap Sofiatun saat ditemui wartawan di kediamannya, Sabtu (3/12/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diketahui, tradisi pingitan merupakan salah satu prosesi dalam pernikahan budaya Jawa. Lalu, apa sebenarnya tradisi pingitan itu? Berikut penjelasannya.
Carik Kawedanan Radya Kartiyasa Keraton Jogja, Siti Amieroel Noorsundari, mengatakan tradisi pingitan pada zaman dahulu biasanya dilakukan dengan rentang waktu yang berbeda-beda, mulai dari 40 hari, 3 bulan, atau bahkan tahunan.
"Kalau pingitan itu zaman dahulu ada yang (dilakukan selama) 3 bulan, 40 hari, bahkan ada yang sampai tahunan, kalau mengacu pada tradisi pingitan untuk pernikahan," kata Siti saat dihubungi detikJateng, Senin (5/12).
Siti menjelaskan pada masa kepemimpinan Hamengku Buwono VII dan VIII, tradisi pingitan ini dilaksanakan selama 40 hari. "Setahu saya sampai dengan masa beliau Hamengku Buwono VII dan VIII, itu (tradisi pingitan) masih 40 hari," kata Siti.
Selama masa 40 hari itu, Siti menyebut calon pengantin perempuan dilarang keluar rumah. Pengantin perempuan, kata Siti, harus mempersiapkan pernikahan, seperti puasa dan merawat diri.
"Jadi selama 40 hari itu nggak boleh ke mana-mana, mempersiapkan pernikahan, seperti puasa dan merawat diri," kata Siti.
Siti mengatakan buku Serat Centhini menjelaskan orang tua melakukan tradisi pingitan terhadap anak perempuannya selama 40 hari. Selama masa waktu pingitan tersebut para sanak saudara hadir untuk membantu mempersiapkan pernikahan sang putri.
"Kalau yang saya baca di buku Serat Centhini, pernikahan adalah upacara yang sakral, jadi ketika (pingitan) ini tidak (dilakukan) di dalam keraton, hanya di rumah orang tua, itu juga anak perempuannya dipingit 40 hari, di mana saudara baik yang dekat dan jauh, dari pihak bapak dan ibu, datang ke sana untuk membantu mempersiapkan pernikahan, bikin undangan, merawat diri, membuat jamu, spa, ratus dan lain sebagainya," ujar Siti.
Selain itu, masa pingitan juga digunakan para sanak saudara untuk memberikan pembekalan atau nasihat pada calon pengantin perempuan. "Selama (pingitan) itu istilahnya berlangsung pembekalan untuk anak perempuan secara lisan," ujar Siti.
Tradisi pingitan alami perubahan pada masa HB IX. Simak di halaman berikutnya.
Namun, Siti menjelaskan adanya perubahan pelaksanaan tradisi pingitan lantaran adanya perkembangan zaman. Perubahan ini juga terjadi di dalam Keraton pada masa kepemimpinan Hamengku Buwono IX.
"Tapi kemudian berkembangnya zaman, kayaknya mulai zaman beliau Hamengku Buwono IX, di keraton (tradisi pingitan) sudah nggak selama itu, kayaknya cuman 5 hari atau 1 minggu," ujar Siti.
Siti juga mengungkap tradisi pingitan ini tak hanya dilakukan sebelum pernikahan saja, bahkan setelah pernikahan pun pasangan pengantin juga melakukan pingitan. Hal ini bertujuan untuk memberikan ruang pasangan pengantin untuk saling mengenal satu sama lain, lantaran pernikahan zaman dahulu biasanya dilakukan atas perjodohan.
"Jadi pingitan itu kan mereka masih berpisah, laki sendiri, perempuan sendiri, kalau sesudah menikah itu (tujuannya) lebih ke keselamatan diri jadi kayak dikasih kesempatan untuk adaptasi berdua, ini karena kalau zaman dulu kan (ada) perjodohan, jadi mempelajari karakter masing-masing itu," ujar Siti.
Menurut Siti, dengan adanya tradisi pingitan ini calon pengantin perempuan lebih siap untuk memasuki kehidupan pernikahan usai menerima masukan dan nasihat dari orang tua dan sanak saudara. "Tradisi pingitan itu sebenarnya lebih kepada mbombong yang perempuan calon pengantin gitu, supaya siap mental dan lain sebagainya," kata Siti.
Siti menegaskan dalam tradisi pingitan ini kedua calon mempelai perempuan dan laki-laki dilarang bertemu. "Pokoknya mantennya nggak boleh ketemu," tutup Siti.
(aku/sip)