Penambang Pasir Kali Progo Sambat Lambannya Proses Pengajuan Izin Usaha

Penambang Pasir Kali Progo Sambat Lambannya Proses Pengajuan Izin Usaha

Jalu Rahman Dewantara - detikJateng
Jumat, 02 Des 2022 13:41 WIB
Kondisi pertambangan pasir di Kali Progo, Kulon Progo, DIY, Jumat (2/12/2022).
Kondisi pertambangan pasir di Kali Progo, Kulon Progo, DIY, Jumat (2/12/2022). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng
Kulon Progo -

Para penambang pasir yang tergabung dalam Kelompok Penambang Progo (KPP) akan menggugat Pemda DIY ke Pengadilan Tinggi Urusan Negara (PTUN). Ketidakjelasan proses pengurusan izin usaha pertambangan yang diajukan pelaku tambang sejak dua tahun terakhir menjadi penyebabnya.

"Dua tahun lebih ini proses perizinan tambang pasir di Sungai Progo mandek dampak berlaku UU Minerba 2020. Diawali peralihan kewenangan pelayanan izin dari Provinsi pindah ke Pusat dan akhirnya pindah ke daerah lagi," ucap Ketua KPP, Yunianto, saat ditemui wartawan di kawasan tambang pasir Kali Progo, Kapanewon Lendah, Kulon Progo, Jumat (2/12/2022).

"Namun walau sudah ada Pergub yang mengatur perizinan di DIY kenyataan sampai sekarang para pelaku tambang yang mengajukan izin masih harus bersabar dan terkesan beberapa dinas di Provinsi seperti belum siap memahami regulasi baru ini," imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yunianto menjelaskan proses pengurusan izin baik itu Izin Pertambangan Rakyat (IPR) maupun Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dilakukan oleh Dinas Perizinan dan Penanaman Modal (DPPM) DIY melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di antaranya Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (DPUP ESDM) DIY dan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispetaru) DIY. Dalam pelaksanaannya, DPPM DIY selaku sentral pengajuan izin dinilai kurang bisa mengoordinasi instansi terkait.

"DPPM ini adalah dinas yang menjadi sentral pengajuan perizinan di DIY terkesan kurang ada koordinasi dengan dinas yang mengurusi teknis dan memberi rekom atas izin yang diajukan pemohon. Ini terlihat bahwa batas waktu 14 hari pada dinas yang menangani masalah teknis selalu molor dan merugikan pemohon," ucapnya.

ADVERTISEMENT

Walhasil ada proses perizinan yang terhambat khususnya ketika sudah masuk ke Dispetaru DIY. Hasil rekomendasi dari izin yang diajukan di Dispetaru yang harusnya memakan waktu 14 hari sesuai regulasi molor hingga berbulan-bulan.

"Di sini (Dispetaru) kebanyakan proses pengajuan perizinan macet, terlalu lama bisa berbulan-bulan padahal regulasi 14 hari sudah harus muncul rekom atau ditolak. Seharusnya Dispetaru bisa lebih simpel dalam standar operasional prosedur pelayanannya, logika tinggal mengecek apa koordinat yang diajukan pemohon masuk kawasan pertambangan pasir atau tidak karena seperti dimaklumi sesuai penetapan Kementerian ESDM wilayah Progo 2017 di Sungai Progo jadi kawasan peruntukan penambangan," ujarnya.

KPP mencatat ada 22 pemohon izin pertambangan di sepanjang Kali Progo sudah mengajukan permohonan izin dua tahun lalu. Namun sampai saat ini tak kunjung selesai, alasan dari Pemda DIY masih dalam kajian.

Padahal lanjut Yunianto, pelaku usaha tambang di Kulon Progo sebelumnya telah mengurus UKL/UPL yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kulon Progo. Para penambang juga sudah mengeluarkan biaya sebesar Rp 18 juta untuk bisa memperoleh izin tersebut, tetapi hingga sekarang tak ada kejelasan.

"Para penambang rakyat ini punya keinginan agar usahanya memiliki legalitas, sampai harus keluar biaya mandiri Rp 18 juta yang harusnya itu disubsidi pemerintah. Namun kenyataannya sekarang malah tidak jelas," ucapnya.

Atas hal itu KPP bakal menggugat Pemda DIY, dalam hal ini DPPM DIY ke PTUN. Pengajuan gugatan rencananya dilakukan bulan depan, sembari menunggu iktikad baik perbaikan sistem.

"Kalau dalam satu bulan ke depan tidak ada kebijakan atau tanda-tanda perubahan pelayanan perizinan ini, maka awal tahun KPP bersama para pengaju izin akan melangkah ke PTUN," terang Yunianto.

Namun demikian, Yunianto menegaskan bahwa langkah ke PTUN bukan harga mati, asal pemangku kebijakan, dalam hal ini Gubernur DIY mau memberikan diskresi.

Menurutnya, Gubernur bisa mengambil diskresi, karena penambangan di Kali Progo berbeda dengan di penambangan di Merapi, di mana tidak mengganggu resapan air, bahkan justru membantu proses normalisasi sungai yang kerap banjir karena sedimentasi.

Selain itu pertambangan rakyat juga turut menekan pengangguran dan angka kemiskinan di DIY karena bisa membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

"Kepada Sultan selaku Gubernur DIY dan Raja Jogja kami mohon bisa segera bertindak mengonsolidasikan dinas-dinas terkait agar bisa bekerja sesuai fungsi masing-masing dinas dengan muara perizinan cepat," harapnya.

Ditemui di lokasi yang sama, salah satu penambang pasir, Nuri mengatakan kerancuan sistem perizinan tambang ini akibat masing-masing dinas teknis tidak paham dengan tugas pokok aksinya. Karena itu Gubernur DIY harus turun tangan mengonsolidasikan dinas-dinas teknis menyesuaikan dengan Pergub yang ada.

"Khususnya di Dinas Tata Ruang, tenggat waktu 14 hari ditolak atau direkomendasi harus ditepati," ujarnya.

Nuri mengatakan imbas dari belum turunnya izin membuat aktivitas pertambangan di Kali Progo sementara waktu terhenti. Dampaknya, warga sekitar yang menggantungkan hidup dari tambang rakyat menganggur.

"Mau tidak mau sekarang kami menganggur. Kami menunggu kepastian kapan proses izin ini bisa berlanjut. Tolong banget pemerintah segera memberi kejelasan," harapnya.

Halaman selanjutnya, tanggapan Dinas.

Tanggapan DPPM DIY

Menanggapi keluhan para penambang, Kepala DPPM DIY Agus Priono menjelaskan bahwa proses pengurusan perizinan memang sempat terhambat karena adanya moratorium dari Kementrian ESDM pada 2020. Moratorium itu membuat kewenangan pengurusan izin tambang dialihkan ke pemerintah pusat, bukan provinsi maupun daerah.

"Jadi sejak Juni 2020 itu ada moratorium dari Kementrian ESDM, agar di provinsi atau daerah tidak memberikan izin terkait dengan pertambangan. Setelah itu otomatis sudah ditarik ke pusat termasuk dokumen yang sedang diproses kita serahkan ke pusat," jelas Agus.

Kewenangan mengurus pengajuan izin tambang kembali ke daerah pada Juni 2022. Sejak saat itu, pemerintah daerah dalam ini DPPM DIY mulai melanjutkan proses pengurusan izin yang sempat terhambat.

"Kemudian baru dikembalikan lagi ke daerah tahun 2022, tepatnya akhir Juni 2022. Jadi sempat macet memang selama 1,5 tahun sejak adanya moratorium tersebut," jelasnya.

Terkait proses pengurusan perizinan yang dinilai terlalu lama, Agus mengatakan bahwa hal itu lumrah terjadi. Sebab banyak persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh pengaju izin sebelum nantinya bisa memiliki legalitas.

"Tentunya kalau kami selaku Dinas Perizinan, memang ketugasannya untuk memberikan perizinan, tapi tentunya dasarnya atas rekomendasi teknis dari teman-teman OPD juga, jadi kami tidak otomatis mengeluarkan izin. Karena kompetensi teknis terkait tata ruang, terkait masalah aspek lingkungan, kan ada di OPD teknis," ucapnnya.

"Kalau kami akan secepatnya mengeluarkan izin sepanjang aspek persyaratannya memenuhi. Kalau tambang itu aspeknya macam-macam, ada administrasi, teknis, lingkungan dan finansial. Sepanjang itu memenuhi tentunya kami akan keluarkan izin. Prinsipnya seperti itu sejak lama. Tidak ada kami mempersulit izin sepanjang persyaratan itu memenuhi," imbuhnya.

Untuk menindaklanjuti keluhan dari para penambang, Agus berencana mengadakan pertemuan dengan seluruh pihak terkait. Pertemuan ini diharapkan bisa memunculkan solusi untuk menuntaskan proses perizinan yang dianggap mempersulit penambang.

"Tentunya akan kami tindak lanjut, termasuk teman-teman DPU ESDM sudah beberapa waktu lalu mengadakan pertemuan. Mungkin nanti juga sama, tentunya nanti ada kami, PU ESDM, OPD teknis untuk mencari solusi kira-kira yang berizin masih berproses belum selesai untuk supaya bisa ada solusi seperti apa. Tentunya nanti ada pertemuan lanjutan," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(rih/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads