Salah satu orang tua siswa di salah satu SD Negeri daerah Kalasan, Sleman, diduga mendapatkan intimidasi dari pihak sekolah dan komite sekolah. Atas adanya dugaan intimidasi itu, orang tua siswa berinisial D tersebut mengadu ke Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY.
Adapun dugaan intimidasi terjadi setelah meneruskan pesan WA dari dua nomor yang tidak dikenal ke WhatsApp grup Paguyuban Sekolah terkait sanggahan atas Proposal Pembangunan Sarpras Sekolah senilai Rp 300 juta.
"Jadi peristiwa ini bermula dari proposal itu. Proposal pembangunan sekolah senilai Rp 300 juta," kata Katarina Susi yang merupakan pendamping pelapor, saat ditemui di kantor ORI DIY, Senin (31/10/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Katarina menjelaskan orang tua siswa itu hanya menerima pesan dari nomor tak dikenal dan meneruskan ke grup. Niatnya untuk menanyakan apakah orang tua siswa lain mendapat pesan serupa dan meminta agar bisa diselesaikan, agar tidak ada isu yang berkembang.
"Pagi jam 7, dia menerima pesan kaleng tersebut, karena tidak ada nama, pesan berantai. Sebetulnya dia baik bertanya kepada grup orang tua, itu tanggal 12 Oktober," urainya.
"Di-forward ke grup, apa ada yang mendapatkan seperti ini. Dia bertanya sebetulnya. Mbok (mohon) diselesaikan oleh komite supaya tidak berkembang lebih jauh, supaya tidak mengganggu program belajar mengajar di sekolah," imbuhnya.
Namun selang beberapa waktu setelah meneruskan pesan itu, orang tua siswa tersebut dipanggil pihak sekolah. Pemanggilan pertama dilakukan pada 22 Oktober lalu.
"Ternyata dia di sana langsung dihadapkan oleh komite dan kepala sekolah. Lalu ditanyain tentang ini, macem-macem dicecar pertanyaan dan ancaman," tuturnya.
Pemanggilan itu tak hanya dilakukan sekali. Ia kembali dipanggil ke sekolah pada 27 Oktober.
Katarina mengatakan dalam setiap pemanggilan itu disertai ancaman. Bahkan pihak sekolah menyebut jika orang tua siswa itulah yang menyebarkan berita tersebut.
"Dari itu tetap diminta apakah dia yang melakukan atau tidak, lalu disuruh cari pelakunya. Lah dia nggak mau karena nggak ada bukti, ya piye. Iya dia dituduh yang menyebarkan berita itu," jelasnya.
Pihak sekolah, lanjut Katarina, disebut juga akan membawa masalah ini ke ranah hukum. Sebab, menurut pandangan sekolah, yang dilakukan oleh D sudah mengarah ke pencemaran nama baik.
"Iya karena mereka ingin menyelesaikan secara kekeluargaan di sini. Kalau nggak bisa mungkin akan dibawa ke tempat yang lain (polisi) karena pencemaran nama baik dan sudah ada dua alat bukti untuk menjerat sampai ke penyidik," ungkapnya.
Ortu siswa mengalami ketakutan, simak di halaman selanjutnya...
Lihat juga video 'Serang & Busur Siswa Sekolah Lain, 18 Pelajar SMP di Makassar Diciduk':
Lebih lanjut, Katarina menyebut jika D mengalami ketakutan dan secara emosional terganggu setelah dari sekolah.
"Jadi begitu selesai dari sekolah, pulang, nangis dia. Secara emosional dia breakdown, saya dampingi lama di rumah, memang benar-benar mental breakdown," sebutnya.
Sementara itu, Asisten Penerimaan Laporan ORI DIY, Mukson, mengatakan masih akan melakukan verifikasi laporan. Baru setelah itu ORI bisa melakukan langkah selanjutnya.
"Bahwa kami nanti akan melakukan verifikasi terlebih dahulu, untuk menentukan apakah menjadi kewenangan Ombudsman atau bukan," kata Mukson.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Sleman Ery Widaryana telah memanggil pihak sekolah untuk mengklarifikasi terkait kabar itu. Dinas pun telah meminta kronologi kejadian menurut versi sekolah.
"Terkait ini benar atau tidak, versinya kepala sekolah mengatakan tidak mengintimidasi. Tetapi kenapa terjadi seperti ini saya diberikan laporan kronologinya, intinya tadi seperti itu," kata Ery saat dihubungi wartawan siang ini.
Ery menyebut, usai memanggil pihak sekolah, orang tua yang mengadu ke ORI juga telah datang ke dinas. Dinas, lanjut Ery, juga akan memfasilitasi untuk proses mediasi di pekan ini.
"Nanti kami selesaikan, yang penting sekarang nggak usah terbebani. Intinya nanti kita selesaikan musyawarah sebaik-baiknya dan nanti akan kita mediasi di minggu ini kita baru mencari waktu," ucapnya.
Ery ingin agar peristiwa ini tidak terlalu dibesar-besarkan dan diselesaikan melalui mekanisme musyawarah.
"Ini selesaikan semuanya baik-baik nggak usah ada hal-hal yang harus dibesar-besarkan sehingga ini merugikan sekolah, kasihan anak-anak. Sekolah saya harapkan harus menempatkan diri misalkan salah harus melalui mekanisme yang benar," kata dia.
Di sisi lain, Ery juga menjamin kedua anak D yang bersekolah di SD tersebut tetap bisa belajar seperti biasa.
"Nanti tak jamin nggak ada apa-apa, anaknya nanti biar sekolah ya sekolah, nggak ada terus ada perlakuan khusus ini tidak benar," pungkasnya.