Lagi! Pemda DIY Somasi Pengembang Tanah Kas Desa Depok: Masih Ada Pembangunan

Lagi! Pemda DIY Somasi Pengembang Tanah Kas Desa Depok: Masih Ada Pembangunan

Adji G Rinepta - detikJateng
Jumat, 14 Okt 2022 17:34 WIB
Batu bata terbuat dari tanah liat yang dibakar sampai berwarna kemerah merahan. Seiring perkembangan teknologi, penggunaan batu bata semakin menurun. Munculnya material-material baru seperti gipsum, bambu yang telah diolah, cenderung lebih dipilih karena memiliki harga lebih murah dan secara arsitektur lebih indah.
Ilustrasi (Foto: Dikhy Sasra)
Jogja -

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali melayangkan somasi kepada pihak developer atau pengembang yang masih ngeyel mendirikan bangunan tak berizin di tanah kas desa di Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman. Sebelumnya, pengembang sudah disomasi setelah diketahui memanfaatkan tanah kas desa tak sesuai peruntukan.

Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) DIY Adi Bayu Kristanto menyebut somasi kedua telah dilayangkan kepada pihak pengembang pada 26 September lalu.

"Tanggal 26 kalau nggak salah September. Isinya hampir sama. Minta pemberhentian, dan tentu saja tidak hanya ini saja kita ingin semua bangunan di tanah kas desa sesuai regulasi," kata Bayu saat ditemui wartawan, Jumat (14/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bayu meminta masyarakat bisa lebih memahami bahwa tanah kas desa tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan.

"Memang ini menjadi hal yang paling penting agar masyarakat yang menggunakan tanah kas desa, mungkin masyarakat nggak tahu, dengan seperti ini masyarakat bisa tahu mungkin mereka jual beli atau apa kan padahal tanah kas desa kan tidak boleh untuk diperjualbelikan," jelas Bayu.

ADVERTISEMENT

Ke depan, Bayu menambahkan, Pemda DIY akan mengkaji ulang seluruh izin tanah kas desa yang sudah diberikan.

"Kita akan kaji ulang seluruh izin yang sudah ada dan itu sesuai arahan Pak Gubernur dan itu ditinjau kembali ada pelanggaran atau tidak," imbuhnya.

Masih Ditemukan Pembangunan

Terpisah, Kasatpol PP DIY Noviar Rahmad menyebut pihaknya masih menemukan kegiatan pembangunan di lokasi tanah kas desa di Depok, Sleman, tersebut.

Padahal sebelumnya, pihak pengembang sudah memberikan tanggapan dari somasi kedua. Dalam jawaban tersebut pihak pengembang menyebut sudah tidak ada lagi kegiatan pembangunan di lokasi tanah kas desa itu.

"Di dalam jawabannya (dari developer) tidak ada pembangunan di yang 11 ribu meter persegi. Hasil pengecekan saya Kamis lalu masih ada pembangunan. Jadi kan tidak mematuhi somasi kedua," kata Noviar saat dihubungi detikJateng, Jumat (14/10).

Lebih lanjut, Noviar menyebut Pemda DIY sedang menyiapkan somasi ketiga yang rencananya akan dilayangkan bulan ini.

"Hari ini sudah naik (berkasnya). Kan yang membuat somasinya dari Biro Hukum, kapan menyerahkannya tergantung Biro Hukum," terangnya.

"Iya bulan ini (pengiriman surat somasi ketiga)," pungkasnya.

Halaman selanjutnya, duduk perkara dan penjelasan pihak pengembang atas somasi terdahulu...

Sebelumnya, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X bereaksi keras atas penyalahgunaan tanah kas desa di Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman. Tanah kas desa itu dimanfaatkan oleh pengembang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Sultan menegaskan perbuatan memperjualbelikan tanah kas desa melanggar hukum.

Terkait kasus di Depok, Sultan menyebutkan ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pengembang. Sultan meminta pengembang segera menghentikan proses pembangunan bangunan yang tak sesuai peruntukan.

"Tidak sesuai peruntukan. Itu kan melanggar hukum, tidak ada izin gubernur," kata Sultan, saat diwawancarai wartawan di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Selasa (13/9).

"Saya minta berhenti," tegas Sultan.

Pemda DIY pun melayangkan somasi ke pihak pengembang yang memanfaatkan tanah kas desa di Depok tersebut. Jika pengembang itu tak menghentikan pembangunannya maka Pemda DIY akan membawa masalah itu ke ranah hukum.

Kepala Biro Hukum Setda DIY Adi Bayu Kristanto menjelaskan pihaknya telah melayangkan somasi ke pihak pengembang tanah kas desa di Depok, Sleman, tersebut.

"Beberapa waktu yang lalu Bapak Gubernur membuat somasi kepada perusahaan pengembang. Meminta untuk menghentikan proses pembangunan," kata Adi.

Adi menjelaskan pembangunan di tanah kas desa seluas 11.000 meter persegi itu tak mengantongi izin.

"Tidak ada izin dan melanggar Perdais 1 Tahun 2017 (tentang Pemanfaatan Sultan Ground maupun Pakualaman Ground) dan Pergub 34 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Tanah Kas Desa," jelasnya.

Pihak Pengembang Buka Suara

Saat itu, pihak pengembang tanah kas desa di Depok yang disomasi Pemda DIY, PT Deztama Putri Sentosa, angkat bicara.

"Saya sudah balas somasi Gubernur yang notabene Ngarsa Dalem, Sultan. Sudah saya balas somasi beliau, saya sudah jelaskan semua di situ secara terperinci. Nanti kalau ada yang diperlukan saya siap bisa ketemu beliau untuk menjelaskan, saya tegak lurus apa kata Ngarsa Dalem," kata Dirut PT Deztama Putri Sentosa, Robinson, saat dihubungi wartawan, Rabu (14/9).

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Menurutnya ada kesalahpahaman yang terjadi. Dia mengaku tak pernah sekalipun memperjualbelikan tanah kas desa.

"Ada kesalahpahaman, tapi saya sudah kirim surat ke Gubernur, sudah saya klarifikasi, dan yang paling terpenting di sini adalah saya tidak pernah menjual tanah kas desa," ucapnya.

Walau demikian, dia mengakui terkait administrasi memang belum beres. Terutama pada lahan seluas 11 ribuan meter persegi.

PT Deztama Putri Sentosa diketahui menggarap dua lahan. Pertama, lahan seluas 5 ribu meter persegi. Kedua, lahan seluas 11 ribuan meter persegi.

Robinson menyatakan telah mengurus perizinan untuk lahan seluas 11 ribuan meter persegi itu sejak 2019.

"Yang 5 ribu meter persegi itu sudah ada izin Gubernurnya, sudah saya bangun juga. Dan yang 11 ribu (meter persegi) memang saya mengakui, memang saya sudah bangun karena memang saya sudah mengajukan izin sejak 2019," ujarnya.

"Yang 11 ribu meter persegi itu sudah kita mohon ajukan izin sejak 2019 dan mungkin karena COVID jadi agak telat di administrasinya," imbuh Robinson.

Ia kemudian menampik jika disebut telah memperjualbelikan tanah kas desa. Dia juga mengelak jika kompleks yang dibangun dikatakan sebagai perumahan.

Robinson mengatakan, yang dikembangkannya itu merupakan guest house, bukan perumahan. Adapun sistem pemanfaatannya melalui sewa.

"Kita tidak pernah ada membangun-membangun perumahan. Kita khusus guest house, jadi area di sana itu namanya area singgah hijau, atau lebih kalau dimasukkan ke dalam bisnis spesifik masuknya guest house," urainya.

Dia mengklaim tidak terjadi jual beli properti di lokasi itu. Dalam sistem perusahaannya, masyarakat berlaku sebagai investor. Kemudian, pengembang membangun rumah dan mendapatkan untung dari sewa.

"Jadi kita masuknya investasi sharing profit, kita juga nggak ada dasarnya jual beli. Dikelola dalam pemantauan kita sampai kapanpun, dan itu antara kita dengan investor dan kita dengan pemerintah dalam administrasinya," ujarnya.

"Udah itu sistemnya, cuma ini lebih ke inovasi kreativitas tanah kas desa, dan itu sudah lama kita lakukan sejak 2013," imbuhnya.

Halaman 2 dari 3
(rih/apl)


Hide Ads