Kalurahan Bohol, Kapanewon Rongkop, Kabupaten Gunungkidul memiliki tradisi unik untuk memperbaiki lahan gundul bernama Kromojati. Kromojati adalah mewajibkan calon pengantin menyediakan dan menanam bibit jati dengan tujuan melestarikan lingkungan dan sebagai tabungan jika ada keperluan mendesak.
Penggagas Kromojati yakni Widodo menjelaskan bahwa ide tersebut muncul saat dirinya menjabat sebagai Lurah Bohol pada tahun 2007. Di mana saat itu Widodo melihat banyaknya tanah kas desa yang gersang, rusak dan terkesan gundul sejak tahun 80an hingga 2000an.
"Dulu itu banyak tanah kas gundul di sini (Bohol). Kemudian kita anggarkan dari APBDes untuk penghijauan yaitu dengan pengadaan bibit. Saat itu paling 5 persen dari APBDes untuk penghijauan, beli bibit," katanya kepada wartawan di Kabupaten Gunungkidul, Jumat (30/9/2022).
Mengingat anggaran tersebut tidak sebanding untuk menanami tanah kas Desa yang gundul, Widodo memiliki pemikiran sederhana dengan membuat regulasi khusus. Hal tersebut berujung dengan pembahasan bersama bagian kesejahteraan masyarakat atau kesra hingga akhirnya muncul istilah Kromojati.
"Terus saya kebetulan punya gagasan, bagaiamana kalau setiap ada pernikahan membuat regulasi untuk membawa bibit jati 10 batang. Kemudian dalam pemikiran saya bagaimana kalau dinamakan Kromojati," ucapnya.
Menurut Widodo, Kromojati berasal dari dua kosa kata yaitu Kromo yang berarti menikah. Sedangkan jati sendiri memiliki makna berupa pohon jati.
"Setelah itu mengobrol dengan Kesra dan PPN hingga kami membuat regulasi keputusan Lurah untuk setiap pernikahan di Bohol harus membawa bibit pohon jati sejumlah 10 bibit. Itu mulai sejak tahun 2007," ujarnya.
Usai membuat regulasi Kromojati, selanjutnya Widodo melakukan sosialiasi kepada masyarakat. Sosialisasi tersebut bahkan melalui kegiatan olahraga, kesenian hingga rapat di tingkat Pedukuhan.
"Ya untungnya kedekatan dengan masyarakat menjadi nilai plus dalam sosialisasi, jadi kan lebih mudah kalau saat jadi Lurah," katanya.
Lurah Bohol tiga periode ini melanjutkan, Kromojati mewajibkan calon pengantin untuk menyediakan 10 bibit jati. Nantinya, 10 bibit jati itu ditanam di dua lahan dengan masih-masing jumlah 5 bibit di setiap lahan.
"Dari 10 batang jati itu 5 batang ditanam di tanah kas Desa dan 5 batang lagi ditanam oleh calon pengantin di lahannya," ucapnya.
Aturan tersebut, kata Widodo, sebagai upaya memperbaiki tanah kas yang kondisinya memperihatinkan sekaligus mengenalkan investasi kepada masyarakat. Pasalnya jika jati tersebut tumbuh besar masyarakat sendiri yang bakal merasakan manfaatnya.
"Maksud saya supaya nanti si pengantin itu setelah menikah dan punya anak, apalagi saat anaknya sekolah di SMA kayu jati itu laku dijual, pemikiran saya begitu saja. Intinya pengantin bisa menabung untuk masa depan dan keinginan saya untuk merubah lahan gundul juga tercapai," ujarnya.
Selengkapnya baca di halaman berikutnya...
(apl/apl)