Anak Difabel di Bantul Diduga Diperkosa, Polisi: Masih dalam Lidik

Anak Difabel di Bantul Diduga Diperkosa, Polisi: Masih dalam Lidik

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Minggu, 25 Sep 2022 15:42 WIB
Illustrator 10 with Transparencies. Tight vector background illustration of a stop sign with the graffiti word
Ilustrasi (Foto: iStock)
Bantul -

Polisi melakukan penyelidikan terkait kasus dugaan pemerkosaan yang dialami seorang anak perempuan difabel di Kabupaten Bantul, DIY. Orang tua korban telah membuat laporan resmi ke polisi.

"Pada hari Sabtu tanggal 24 September 2022 pelapor (orang tua korban) membuat Laporan Polisi dengan dugaan tindak pidana pencabulan," kata Kasi Humas Polres Bantul Iptu I Nengah Jeffry dalam keterangannya, Minggu (25/9/2022).

Menurutnya, saat membuat laporan, pelapor didampingi oleh UPTD PPA Bantul, Satgas PPA DIY, LSM Disabilitas Sapda serta anggota PPA Satreskrim Polres Bantul.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Terlapor dalam lidik," jelasnya.

Jeffry juga menjelaskan, pelapor atau orang tua dari anak difabel tersebut tidak mengetahui bahwa permasalahan anaknya menjadi viral di media sosial. Selain itu, pihak Polsek Sewon juga tidak pernah memberikan pernyataan seperti yang sudah diunggah di medsos.

ADVERTISEMENT

"Polsek Sewon tidak memberikan statement kepada pelapor bahwa visum dilakukan oleh Polsek Sewon dan menunda visum luar yang viral tersebut. Namun statement tersebut dari pihak rumah sakit RS Wirosaban dari petugas IGD memberitahu pendalaman pemeriksaan akan dilakukan oleh dokter spesialis pada hari Senin," jelasnya.

"Serta siapakah yang mengupload tersebut tidak mengetahuinya," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, beredar kabar di media sosial tentang seorang anak perempuan yang menyandang disabilitas di Kabupaten Bantul, DIY, diduga menjadi korban perkosaan oleh tetangganya, Jumat (23/9) kemarin. Polres Bantul sudah mengonfirmasi kabar tersebut kepada wartawan, Sabtu (24/9) malam.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI (ORI) DIY Budhi Mashturi juga mengonfirmasi kabar tersebut.

"(Anak) Perempuan difabel diperkosa orang bisu, polisi menunda penanganan dengan alasan alat visumnya baru ada Senin," kata Budhi dalam suatu percakapan di grup WhatsApp, Sabtu (24/9) malam. detikJateng sudah diizinkan untuk mengutip pernyataan Budhi Mashturi tersebut.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Untuk diketahui, kabar tentang perkosaan itu diunggah di Twitter pada Sabtu (24/9) sore. Dalam tangkapan layar yang diunggah salah satu akun Twitter di Jogja itu terlihat ada seorang ibu asal Bantul yang meminta bantuan doa untuk anak perempuannya.

Sebab, anak yang sekolah di SLB karena idiot itu menjadi korban perkosaan oleh seorang pria yang merupakan tetangganya. Dalam postingan itu, ibu tersebut menceritakan putrinya sudah menjalani pemeriksaan visum luar di Polsek Sewon, Bantul, DIY.

Namun, karena dokter dan alat pemeriksaannya baru ada di RS pada Senin (26/9) pekan depan, maka visum bagian dalam anak itu diundur. Ibu anak tersebut kemudian menyatakan kekhawatirannya jika visum diundur maka bukti perkosaannya akan hilang.

Dalam postingan itu juga tampak foto ibu itu sedang menemani putrinya yang berbaring di ranjang, dengan keterangan "...mendampingi (nama korban) mau divisum luar sama Polisi Polsek Sewon Bantul."

Menanggapi postingan itu, Budhi Mashturi mengatakan tim ORI DIY sudah menghubungi petugas Itwasda Polda (LO ORI DIY). "Sore ini Tim ORI DIY secara proaktif telah menghubungi petugas Itwasda Polda (LO ORI DIY) untuk memberikan atensi dan langkah tindak lanjut. Kita menunggu respons," tulis Budhi dalam grup WhatsApp.

Saat dihubungi detikJateng, Sabtu (24/9) malam, Budhi mengaku upaya konfirmasinya ke Polres Bantul sudah mendapat respons.

Melalui WhatsApp, Budhi meneruskan jawaban dari pihak Polres Bantul yang menyatakan bahwa PPA Polres Bantul sudah membawa korban dan orang tua korban ke RS untuk dilakukan pemeriksaan awal kembali. Namun, pihak rumah sakit menyampaikan bahwa proses pendalaman tetap dilakukan pada hari Senin (26/9).

Budhi menyatakan, kepolisian dalam hal ini sudah melakukan upaya pelayanan namun terkendala karena ketiadaan dokter spesialis yang bertugas di hari Jumat.

"Masalahnya apa tidak ada 'diskresi' Rumah Sakit untuk mendatangkan dokter spesialis di rumah sakit pada hari Sabtu atau Minggu? Menurut saya, penyidik kepolisian seharusnya lebih responsif, karena penundaan visum berpotensi menghilangkan jejak kejahatan di tubuh korban," kata Budhi kepada detikJateng.



Hide Ads