Curhat Ibu Siswi SMAN 1 Banguntapan: Kembalikan Anak Saya Seperti Sediakala

Curhat Ibu Siswi SMAN 1 Banguntapan: Kembalikan Anak Saya Seperti Sediakala

Tim detikJateng - detikJateng
Rabu, 03 Agu 2022 19:14 WIB
Ilustrasi sekolah
ilustrasi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/smolaw11)
Solo -

Seorang siswi SMAN 1 Banguntapan Bantul mengaku dipaksa mengenakan jilbab oleh pihak sekolah hingga depresi dan memilih pindah sekolah. Ibu siswi tersebut angkat bicara tentang rangkaian kejadian yang membuat anaknya mengalami trauma itu.

"Nama saya Herprastyanti Ayuningtyas, seorang ibu, perempuan Jawa, tinggal di Yogyakarta, yang sedang sedih dengan trauma yang kini dihadapi putri saya, dampak dari memperjuangkan hak dan prinsipnya," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima detikJateng, Rabu (3/8/2022).

Herprastyanti membenarkan anaknya saat ini tengah menyedot perhatian media di SMAN 1 Banguntapan Bantul. Menurutnya, anak perempuannya bukan anak yang lemah atau bermasalah dan terbiasa dengan tekanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selasa (26/7) lalu, Herprastyanti tiba-tiba dikagetkan oleh telepon dari anaknya. Saat itu, lanjutnya, tak ada suara keluar dari anaknya.

"Pada Selasa, 26 Juli 2022, anak saya menelepon, tanpa suara, hanya terdengar tangisan. Setelahnya baru terbaca WhatsApp, 'Mama ak mau pulang, ak ga mau dsni.' Ibu mana yang tidak sedih baca pesan begitu?," ungkap Herprastyanti.

ADVERTISEMENT

Herprastyanti kemudian mendapatkan informasi dari mantan suaminya bahwa putrinya itu sudah satu jam lebih berada di kamar mandi sekolah.

"Saya segera jemput anak saya di sekolah. Saya menemukan anak saya di Unit Kesehatan Sekolah dalam kondisi lemas. Dia hanya memeluk saya, tanpa berkata satu patah kata pun. Hanya air mata yang mewakili perasaannya," ujar Herprastyanti.

Herprastyanti menolak penjelasan pihak sekolah yang menyebut gurunya tengah memberikan tutorial jilbab kepada putrinya. Herprastyanti bersikeras bahwa hal itu adalah pemaksaan kehendak.

"Dalam ruang Bimbingan Penyuluhan, seorang guru menaruh sepotong jilbab di kepala anak saya. Ini bukan 'tutorial jilbab' karena anak saya tak pernah minta diberi tutorial. Ini adalah pemaksaan," tegasnya.

"Saya seorang perempuan, yang kebetulan memakai jilbab, tapi saya menghargai keputusan dan prinsip anak saya. Saya berpendapat setiap perempuan berhak menentukan model pakaiannya sendiri," imbuhnya.

Herprastyanti menyebut anaknya kini trauma hingga harus mendapatkan bantuan psikolog. Dia pun menuntut pertanggungjawaban pihak-pihak terkait.

"Kini anak saya trauma, harus mendapat bantuan psikolog. Saya ingin sekolah SMAN 1 Banguntapan, Pemerintah Yogyakarta, serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bertanggungjawab. Kembalikan anak saya seperti sediakala," pungkasnya.




(aku/dil)


Hide Ads