Menurut Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zaenur Rohman, operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Haryadi dan sejumah orang pada Kamis (2/6/2022) itu bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus dugaan korupsi lain di Jogja.
Berikut ini hal-ihwal kasus yang menjerat Haryadi Suyuti, eks Wali Kota Jogja yang baru purnatugas pada akhir Mei lalu.
1. Haryadi Tersangka
Sehari setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis (2/6), Haryadi Suyuti ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat (3/6).
KPK juga menetapkan tiga tersangka lain yaitu Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Jogja, Nurwidhihartana, sekretaris pribadi dan ajudan Haryadi, Triyanto Budi Yuwono, dan pihak pengembang Vice President Real Estate PT SA Tbk, Oon Nusihono (ON).
"Tangkap tangan oleh tim KPK ini terkait tindak pidana korupsi berupa suap perizinan pendirian bangunan apartemen di Yogyakarta," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri, Jumat (3/6), dikutip dari detiknews.
Ali menambahkan, ada 9 orang yang diamankan dalam OTT KPK berkaitan dengan kasus suap tersebut. "KPK mengamankan setidaknya 9 orang di Yogyakarta dan di Jakarta. Terdiri atas unsur swasta dan beberapa pejabat Pemkot Yogyakarta, termasuk wali kota periode 2017-2022," ungkapnya.
Selain itu, KPK juga menyita sejumlah bukti berupa dokumen dan pecahan mata uang asing senilai USD 27.258.
![]() |
2. Soal Royal Kedhaton
KPK menangkap Haryadi dan sejumlah orang itu karena kasus dugaan suap Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Apartemen Royal Kedhaton. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di gedung KPK, Jakarta Jumat (3/6), dikutip dari detiknews.
"(Royal Kedhaton) Berada di kawasan Malioboro, termasuk dalam wilayah cagar budaya," kata Alexander. Dari penelitian dan kajian Dinas PUPR, Alexander mengatakan, ada beberapa syarat yang tidak terpenuhi dalam pembangunan apartemen itu.
"Di antaranya terdapat ketidaksesuaian dasar aturan bangunan, khususnya terkait tinggi bangunan dan posisi derajat kemiringan bangunan dari ruas jalan," ujar Alexander.
3. Kronologi Suap
IMB Apartemen Royal Kedhaton diterbitkan Kamis (2/6) lalu, hari yang sama dengan operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Sebetulnya, IMB apartemen itu tidak bisa terbit karena tidak sesuai dengan aturan soal tinggi bangunan.
"HS, yang mengetahui ada kendala tersebut kemudian menerbitkan surat rekomendasi yang mengakomodir permohonan dengan menyetujui tinggi bangunan melebihi batasan aturan maksimal, sehingga IMB dapat diterbitkan," kata Alexander.
"ON (Oon Nusihono) ke Yogya menemui HS di rumah dinas wali kota dan menyerahkan uang sekitar USD 27.258 dalam tas goodie bag melalui TBY (Triyanto Budi Yuwono), orang kepercayaan HS. Sebagian uang tersebut juga diperuntukkan bagi NWH (Nurwidhiharta)," ungkap Alexander.
4. Permohonan IMB sejak 2019
Pengembang Apartemen Royal Kedhaton di Malioboro adalah PT Summarecon Agung. KPK menyebutnya sebagai PT SA Tbk. Ada pula PT Java Orient Property (PT JOP), anak usaha PT SA Tbk.
"Sekitar 2019, ON selaku Vice President Real Estate PT SA Tbk melalui Dandan Jaya K, selaku Dirut PT JOP, mengajukan permohonan IMB mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah cagar budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta," terang Alexander.
5. Apartemen Belum Berdiri
Hingga kini lahan calon apartemen itu masih dikelilingi pagar seng. Masih ada pohon di dalam areanya. Dari gambar animasi rancangan bangunan yang diperoleh detikcom dari KPK, apartemen itu akan terdiri dari 10 lantai, jika dihitung berdasarkan jumlah kotak per lantai.
Direktur Utama PT Summarecon Agung Tbk, Adrianto P Adhi, telah menanggapi soal kasus hukum ini. "Tetap menghargai proses hukum yang tengah berlangsung di KPK," kata Adrianto, dikutip dari detiknews.
![]() |
6. IMB akan Diperiksa
IMB Apartemen Royal Kedhaton diterbitkan pada Kamis (2/6) lalu, hari yang sama dengan operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Meski demikian, Pemkot Jogja belum memutuskan apakah akan mencabut IMB yang kasusnya telah menyeret Haryadi Suyuti dan tiga tersangka lain.
"Saya belum bisa memutuskan. Karena kan mencermati dulu. Karena dalam ketentuannya nanti akan ada. Ketika kalau memang benar ya, ini kan belum ya. Kita akan cermati, nanti kan ada verifikasi dulu dari teman-teman di lapangan," kata Penjabat Wali Kota Jogja Sumadi, Jumat (3/6).
7. Suap IMB Lain
KPK menduga Haryadi tak hanya menerima suap terkait penerbitan IMB Apartemen Royal Kedhaton.
"HS (Haryadi Suyuti) juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan izin IMB lainnya. Hal ini akan dilakukan pendalaman lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Alexander, Jumat (3/6).
8. Pernyataan PUKAT UGM
Menurut Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman, penangkapan Haryadi Suyuti bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus dugaan korupsi lain di Jogja. Sebab, ini merupakan OTT pertama KPK yang menjerat kepala daerah di Jogja.
"Jadi KPK itu memegang puluhan laporan kasus dari Yogya baik itu Kota maupun kabupaten lainnya. Sudah ada itu laporan-laporan yang masuk ke KPK. Jadi kasus HS ini harus menjadi titik awal bagi KPK," kata Zaenur, Sabtu (4/6).
Zaenur juga menyoroti masifnya pembangunan di Kota Jogja beberapa tahun terakhir. "Pembangunan yang bisa dikatakan jor-joran atau gila-gilaan itu ya sejak awal ada dugaan (korupsi)," ujarnya.
"Dugaan itu sudah dilaporkan ke KPK bahwa perizinan banyak yang bermasalah. Perizinan banyak yang diiringi dengan dugaan pelanggaran-pelanggaran hukum," imbuh dia.
9. Aktivis Cukur Gundul
Salah satu aktivis Jogja Ora Didol, Dodok Putra Bangsa mencukur gundul rambutnya di depan Balai Kota Jogja, Sabtu (4/6). Hal itu sebagai bentuk syukurnya atas penetapan Haryadi sebagai tersangka oleh KPK.
"Saya lupa bernazar atau tidak. Tapi teman-teman mengingatkan, tahun 2019 saat saya mengencingi ini (papan Kantor Wali Kota Yogyakarta), ada nazar kalau KPK sampai mengungkap perizinan hotel dan apartemen akan potong gundul," kata Dodok.
Dodok menuturkan, para aktivis di Jogja mendesak KPK mengungkap kasus perizinan hotel dan apartemen di Jogja sejak 2012. Sejak itulah muncul Gerakan dengan tagar Jogja Ora Didol, dan Jogja Kangen KPK.
(dil/dil)